Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Di pertengahan bulan Desember 2013, sebuah pesan singkat masuk ke telepon genggamku. Mbah Gundul rupanya yang kirim pesan.
“Wis, tanggal 25 mau ikut bersepeda nggak?”
Tanggal 25 Desember itu bukannya natal ya? Aku sih libur, soalnya aku nggak merayakan. Tapi, Mbah Gundul bukannya tanggal segitu dia ibadah? Sebagai warga negara yang menunjung toleransi antar umat beragama, aku balas pesannya.
“Lho bukannya dirimu tanggal segitu ke gereja ya Mbah? Kok malah ngajak bersepeda?”
“Aku ke gerejanya malam sebelum natal. Tapi rencana bersepeda ini jangan disebarin dulu.”
Di malam nikahannya Paklik Turtlix dan Indomie Goreng aku ngajak Paris ikutan. Eh, dia ternyata semangat ikut. Padahal ya tau sendiri lah gimana Mbah Gundul kalau milih rute. Yang penting, seandainya rutenya nanjak aku nggak sendirian yang tersiksa di tanjakan. #hehehe
Gerimis Natal di Nglanggeran
Hari Rabu (25/12/2013), Mbah Gundul ngasih perintah berkumpul di perempatan ringroad Jl. Wonosari pukul 7 pagi. Tapi aku dan Paris baru sampai di lokasi pukul setengah delapan lebih. Maklum hujan. #hehehe
Di TKP ternyata sudah menunggu tamu-tamu Mbah Gundul asal Riau. Ada Rizka, Om Rosyid alias bapaknya Rizka dan Om Adi alias omnya Rizka. Jadilah lima pria dan satu perempuan bersepeda menyusuri Jl. Wonosari dengan tujuan ke Nglanggeran (katanya). Tuh kan, bener bakal nanjak. #hehehe
Om Rosyid dan Om Adi dari awal sudah ngebut semenjak di Jl. Wonosari. Mbah Gundul sebenernya ngajak ngebut juga. Tapi, aku ladenin aja setengah ngebut.
Gila aja kali kalau di awal-awal sudah ngebut? Jaga stamina dulu deh. Masih ada 5 km Tanjakan Patuk yang menanti.
Sesampainya di puncak Tanjakan Patuk, rintik gerimis mulai turun. Cuaca mulai tak mendukung. Meski demikian, tamu-tamu dari Riau ternyata masih semangat bersepeda ke Nglanggeran. Om Adi malah tertarik mampir ke Njurug Gedhe. Wew.
Alhasil, jadilah acara bersepeda berlanjut sambil basah-basahan karena semuanya nggak ada yang pakai mantel. Semoga saja pulangnya nggak pada sakit. #hehehe
Jalan Baru ke Embung Nglanggeran
Sesampainya di parkiran Nglanggeran, ternyata rombongan pada penasaran sama Embung Nglanggeran. Rizka sudah pernah ke sana dan katanya dia tahu jalannya. Oke, deh! Mari capcus kita lanjut pindah lokasi! #senyum.lebar
Di tengah perjalanan, oleh warga kami diarahkan ke jalan lain yang belum pernah Rizka lewati. Jalan yang sekarang kami lalui ini kayaknya mau dibuat jadi jalan resmi menuju Embung Nglanggeran.
Sayangnya ya itu, jalannya masih dalam tahap pembangunan. Duh!
Medan jalan yang kami lalui ini benar-benar bervariasi. Mulai dari jalan cor-coran semen, jalan batu kapur, sampai jalan tanah merah. Komplit! Nano-nano!
Eh, semoga jalannya segera selesai dan jadi bagus lah ya. #senyum.lebar
Setelah sekitar 20 menit bersepeda, sampailah kami di suatu warung yang berdekatan dengan tangga naik menuju Embung Nglanggeran. Warung kecil itu bagaikan surga dunia. Salah satunya, karena ada teh hangat yang lumayan efektif untuk menghalau dingin gerimis. Enak...
Dari Atas Embung Nglanggeran
Hooo! Jadi ini toh yang namanya Embung Nglanggeran!?
Genangan airnya lumayan luas sih. Walaupun aku rasa kedalamannya ya nggak terlampau dalam. Pemandangannya yang tersaji dari Embung Nglanggeran ini juga indah. Tapi sayang waktu itu cuaca pas lagi mendung.
Oh iya, dari kejauhan kami juga melihat adanya penampakan air terjun lho! Tapi, setelah tanya-tanya ke warga sekitar, ternyata itu aliran Sungai Batur yang ada di Desa Batur. Nama air terjunnya sendiri adalah Curug Banyunibo dan dulu PEKOK sudah pernah menjajah ke sana.
Makan Enak Dekat Embung Nglanggeran
Sekitar pukul sepuluh pagi kami pun meninggalkan lokasi. Perut juga sudah keroncongan minta diisi. Pulangnya mampir makan dulu ini.
Untuk rute pulangnya kami melewati jalan yang berbeda dengan jalan masuk tadi. Alhasil bingung arah deh, hahaha. #senyum.lebar
Oleh warga kami disarankan lewat Pertigaan Sambipitu buat balik ke Jogja. Waduh, Sambipitu kan bukannya lebih jauh ya jaraknya dari puncak Tanjakan Patuk? Demi keamanan perut dan dengkul, kami balik arah menuju parkiran Nglanggeran. Dari sini jalan baliknya kan turunan. Bisa lewat Petir atau Klegung.
Lha terus nasibnya ini perut gimana? Nah, sebelum turun dari perbukitan Nglanggeran, kami sempat mampir di warung Lesehan Ayam Bakar Pok Gunung yang ada di depan puskemas. Makanannya enak dan murah. Kalau mau cepat, pilih saja sega jangan ndeso (nasi sayur desa) khas Gunungkidul karena kalau soto meraciknya agak lama.
Mbak yang melayani kami juga ramah. Dirinya enak diajak buat bercanda. Katanya sih mantan anggota Srimulat, hahaha. #senyum.lebar
Lesehan Ayam Bakar Pok Gunung ini juga menerima pesanan lho. Silakan kontak di nomor 0818 026 78 110 atau e-mail ke lesehan.pokgunung@gmail.com. Recommended pokoknya!
Pulang dari Embung Nglanggeran
Berhubung perut sudah kenyang, saatnya kami pulang. Rute yang dipilih untuk pulang adalah lewat Klegung. Berarti, kami harus berhadapan dengan Turunan Klegung yang super curam. Baru kali ini aku lewat turunan tetapi dengan menuntun sepeda, hahaha. #senyum.lebar
Ya gitu deh pengalamanku bersepeda pas libur Natal kemarin. Akhirnya kesampaian juga ke Embung Nglanggeran. Soalnya, sudah banyak teman blogger yang cerita tentang embung ini. Aku sendiri berkali-kali bersepeda lewat Ngoro-oro tapi baru sekali ini sempat mampir ke Embung Nglanggeran.
Pembaca sudah tahu Embung Nglanggeran? Sudah pernah ke sana? Pas libur natal kemarin Pembaca ngapain ya? #senyum.lebar
dulu pernah nyasar disekitar sana naik motor, dan malem-malem..
Itupun sebenernya nyasar kejauhan, dari arah mana baliknya nglewatin mana..
semua gara-gara penunjuk arah yg ga jelas (dan sini ga hapal jalan)
katanya kalau pas sunset bagus efek lihat foto yg betebaran di twitter
nyobain di ubud turun naik dan hasil nya pasrah telp orang hotel suruh angkut dan gw naik
ojek balik hotel hahaha
Saya juga penasaran itu nyepeda di Ubud. Kayaknya tanjakannya menantang, kanan-kiri kafe, banyak bule-bule, ahak...
di puncak bukit ?
http://en.wikipedia.org/wiki/Panoramic_photography