HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Trauma Nyepeda ke Pantai Bekah

Senin, 21 Januari 2013, 07:15 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Sore hari, duduk-duduk memandang lautan lepas, menanti matahari terbenam.


Kalimat di atas terdengar indah dan damai ya Pembaca? #senyum.lebar

 

Itulah yang aku, Mbah Gundul, Paris, Pakdhe Timin, dan Ari lakukan pada Kamis (15/11/2012) silam. Sungguh suasana yang menghanyutkan. Apalagi jika mengingat segala halang-rintang yang harus kami lalui untuk bisa sampai ke sini.

 


Manusia-manusia yang bersepeda ke Pantai Bekah itu...

 

PEKOK di 1 Suro

Hari Kamis tanggal 15 November 2012 itu bertepatan dengan hari libur memperingati tahun baru Hijriyah ke-1434. Berhubung belum ada agenda PEKOK untuk November, maka aku mengusulkan ke teman-teman untuk ber-PEKOK-ria pada Kamis itu.

 

Tujuannya sih sederhana, sesederhana kalimat “Pantai di sebelahnya Parangtritis”. Aku juga nggak tahu ada pantai apa. Yang jelas tujuannya ya ke Pantai Parangtritis, lalu mencari pantai lain di sebelah Parangtritis, yang dekat saja, entah apa. Mudah toh?

 

Eh iya, karena menurutku medannya nggak berat-berat amat, aku memutuskan menunggang sepeda federal tua yang sebenarnya ... bannya bisa berputar kalau dikayuh saja itu sudah bagus #hehehe.

 

 

Etape 1, Dari Kota Jogja menuju Parangtritis

Sebenarnya, titik kumpulnya di perempatan Kantor Pos Besar. Tapi, berhubung bosan menunggu Pakdhe Timin yang tak kunjung datang, akhirnya titik kumpulnya “digeser” jadi ke Jl. Parangtritis dekat perempatan ringroad. Pakdhe Timin pun baru datang sekitar pukul setengah 9 pagi. Padahal janjian awalnya itu pukul 6 pagi di perempatan Kantor Pos Besar. #hehehe

 

Ngaret... ngaret... kalau nggak ngaret bukan Pakdhe Timin namanya... #hehehe

 

Secara umum, bersepeda sejauh 27 km menuju Pantai Parangtritis kondisinya lancar jaya. Di jalan kami berpapasan dengan sejumlah orang yang juga melewatkan hari libur ini dengan bersepeda ke Pantai Parangtritis.

 

Kami tiba di pantai Parangtritis sekitar pukul 10 siang. Setelahnya, langsung merapat ke sebuah warung makan sederhana untuk mengisi bensin perut.

 

Etape 2, Jl. Parangtritis – Panggang

Dari Pantai Parangtritis kami bertolak menuju Kecamatan Panggang di Kabupaten Gunungkidul. Jalan yang kami lewati ya masih jalan yang sama.

 

Mungkin banyak Pembaca yang belum tahu bahwa dari Pantai Parangtritis terdapat jalan aspal yang tembus ke Gunungkidul. Mudahnya, ikuti saja jalan aspal yang dilalui untuk sampai ke Pantai Parangtritis. Jika jalan ini diikuti terus nanti ya tiba di Gunungkidul kok.

 


Percaya deh, ini jalannya nanjak lho!

 

Menurut patok jalan, jarak Parangtritis ke Panggang itu sekitar 15 km. Jika sebelumnya Jogja – Parangtritis yang berjarak 27 km itu kami tempuh kurang dari 1,5 jam, ya... logikanya jarak 15 km itu bisa ditempuh kurang dari 1,5 jam juga toh?

 

Tapi, sayangnya tidak demikian, karena wujud medan jalannya itu seperti foto di bawah ini.

 


Jangan salahkan dia karena medan jalannya seperti ini. #hehehe

 

Gilak! Benar-benar full tanjakan! #penyiksaan.dengkul.dimulai #hehehe

 

Bicara tentang tanjakannya, ya sebetulnya masih kalah jahanam dengan tanjakan legendaris semacam Tanjakan Cinomati atau Tanjakan Gua Kiskendo. Tapi, terik matahari yang sangat menyengat benar-benar menguras seluruh tenaga kami. 

 

Eh, kecuali tenaganya Mbah Gundul ya. Dia kan sama sekali nggak berkeringat. #hehehe

 


Tapi sebenarnya kalau nggak ada tanjakan bagus juga pemandangannya.

 

Hal yang turut membenani pikiran selama bersepeda adalah informasi krusial dari warga yang kami jumpai. Katanya, tidak ada pantai di dekat sana selain Pantai Parangtritis. DOH!

 

Desa Girikarto yang sekiranya menjadi tujuan awal kami pun dikabarkan berada SANGAT JAUH dari kota Kecamatan Panggang. Padahal, kami saja belum masuk wilayah Kecamatan Panggang. #gawat

 

Entah di kilometer keberapa, kami berjumpa dengan papan petunjuk arah “3 km menuju Goa Cerme”. Mbah Gundul dan Paris pun protes, kenapa tadi nggak lewat Goa Cerme saja yang (menurut mereka) jaraknya lumayan dekat.

 

Sepertinya aku memang salah memilih jalan dan pantai. #duuh #hehehe

 

Pencerahan di Pertigaan Purwosari

Jarum jam menunjukkan pukul setengah 2 siang. Kami tiba di suatu pertigaan jalan di Kecamatan Purwosari.

 

Pertigaan jalan ini terletak di Jl. Parangtritis – Panggang km 13. Di sini jalan bercabang dua. Satu menuju Siluk (Imogiri). Satunya lagi kembali menuju Pantai Parangtritis.

 


Pertigaan arah Parangtritis dan Siluk.

 

Kami memutuskan untuk beristirahat di warung kelontong di dekat pertigaan. Sementara aku dan Paris menunaikan ibadah salat Zuhur, Mbah Gundul dan yang lain menggali informasi keberadaan pantai dari mas dan bapak pemilik warung kelontong.

 

Ndilalah ada kabar baik! Katanya, sekitar 7 km dari pertigaan ini ada pantai! Namanya Pantai Bekah. Walau kata mas warung kelontong, pantai ini nggak cocok jika disebut pantai.

 

Eh, maksudnya piye kuwi?

 


Bersama bapak pemilik warung dan putranya. Si Bapak pernah jalan kaki dari sini ke Parangtritis.

 

Ah! Apa punlah Pantai Bekah itu! Yang jelas kami tertarik ke sana!

 

Masak jauh-jauh dan capek-capek bersepeda ke sini nggak bertemu pantai selain Pantai Parangtritis sih? Misi PEKOK mosok berakhir gagal? #hehehe

 

Etape 3, dari Jalur Jalan Lintas Selatan menuju Pantai Bekah

Setelah semuanya siap, kami pun pamit dari warung kelontong. Sesuai arahan mas warung kelontong, kami mengambil cabang jalan menuju Pantai Parangtritis. Nggak seberapa lama, kami pun tiba di sebuah ruas jalan aspal yang lebaaar dan mulusss.

 

Hah!?

Kok bisa ada jalan raya bagus di pelosok Yogyakarta macam ini?

Ini jalan para siluman kah?

Ini masih di Jogja kan?

 


Kok ada jalan lebar, mulus, luas, di tempat terpencil seperti ini ya?

 

Kegirangan bertambah ketika berjumpa dengan patok jalan yang menyatakan jarak 10 km menuju Pantai Parangtritis. Yippy! Berarti jalan pulang sudah dekat!

 

Eh, tapi kan sebelum pulang kami harus mampir dulu ke Pantai Bekah. #hehehe

 

Konyolnya, karena keasyikan bersepeda di jalan aspal yang bagus itu, kami melewatkan cabang jalan menuju Pantai Bekah. Terpaksa deh balik lagi. #haduuh #hehehe

 

Untuk menuju Pantai Bekah, kami harus berbelok masuk ke Dusun Karangnongko. Warga di dekat gapura dusun memberitahu bahwa jarak ke Pantai Bekah tinggal 5 km lagi. Waaah, lega rasanya. #senyum.lebar

 

Eh, tapi ada tambahan informasi. Katanya, jalannya rusak.

 

Hah? Jalannya rusak?

 

Pikir kami, jarak 5 km itu kan lumayan dekat. Bisalah sampai ke Pantai Bekah. Nggak masalah jalannya rusak.

 


Padahal jalannya baru diperbaiki, eh sudah kita lewati, hahaha. 

 

Kami pun bersepeda melewati jalan-jalan dusun. Memang ada proyek perbaikan di ruas jalan yang menghubungkan Dusun Karangnongko dan Dusun Temon. Pikir kami, ini toh yang dikatakan tadi sebagai jalan rusak? Cih, nggak ada apa-apanya ini mah!

 

Sayangnya, segala pikiran positif dan kegirangan kami hancur punah berantakan ketika tiba di ruas jalan yang menghubungkan Dusun Temon dan Pantai Bekah...

 

Menyadur dari perkatannya Ari,

 

Di dunia ini ada dua jenis jalan hambatan Mas, yang satu jalan penyesalan dan yang satu lagi jalan penderitaan”.

 

Jalan penyesalan bisa diambil contoh seperti Jl. Parangtritis – Panggang yang kami lalui barusan. Jalannya panjang dan menanjak. Begitu tahu ada alternatif jalan yang lebih singkat dan bersahabat, muncullah rasa penyesalan kenapa tadi lewat sini ya?”

 

Sedangkan jalan penderitaan ... mungkin lebih tepat jika digambarkan dari foto berikut.

 


Mau naik sepeda motor atau sepeda biasa, sama-sama menderita. Percaya deh!

 

Panjang jalan pada foto di atas itu hanya “sekitar” 4 km kok. Tapi, kondisinya full rusak berbatu karang!

 

Bersepeda di jalan ini benar-benar menguji kesabaran dan kenyamanan! Kontur jalan yang bergeronjal-geronjal membuat tangan nyeri menahan goncangan. Menuntun sepeda pun tak mudah. Apa ya juga bakal menuntun sejauh 4 km itu? #hehehe

 

Parahnya lagi, kontur jalan ini menurun! Artinya, ketika pulang jalan ini bakal jadi TANJAKAN! #DOH Repot ini!

 

Untungnya, suasana jalan nggak sepi-sepi amat. Banyak warga yang berlalu-lalang. Entah berjalan kaki atau naik sepeda motor. Dari penampilannya, sepertinya mereka hendak menyambangi atau pulang dari ladang.

 

Keramahan warga bagaikan embun yang menyejukkan penderitaan PEKOK kami #hehehe. Ketika berpapasan, mereka acap kali bertanya badhe tindak pundi Mas?”.

 

Bisa jadi mereka gumun menemui manusia yang bersepeda lewat jalan rusak ini. #hehehe

 

Tebing Bekah di Ujung Pulau Jawa

Alhamdulillah! Sekitar pukul 4 sore tibalah kami di Pantai Bekah! Eh, lebih tepatnya disebut Tebing Bekah.

 

Tempat ini benar-benar ujungnya pulau Jawa! Mirip seperti Cliffs of Moher di Irlandia gitu. Tapi, ini di Indonesia! Subhanallah ya Allah! Walaupun jalan ke sininya... Masya Allah! #hehehe

 

Karena tempat ini berwujud tebing, ya jangan harap bisa berjumpa dengan pantai. Jangankan pantai, pasirnya saja nggak ada! #senyum.lebar

 

Penasaran ada apa di dasar Tebing Bekah? Ini foto-fotonya.

 


Woooo! Ujung pulau Jawa! Alhamdulillah nyampe juga.

 


Sisi kiri bawah tebing... nggak ada pasir...

 


Sisi kanan bawah tebing juga... nggak ada pasir...

 

Kata warga sekitar, Tebing Bekah ini terkenal sebagai lokasi memancing. Biasanya sih yang dipancing adalah lobster. Para pemancing lobster menyiapkan perangkap berumpan yang diikat pada tali tampar. Pada sore hari, perangkap ini dilempar ke laut dan ditinggal. Keesokan paginya, perangkap ditarik kembali.

 

Di kawasan Tebing Bekah berdiri dua pondok pemancingan yang disediakan sebagai tempat beristirahat. Pondok-pondok itu dibangun oleh AA YKPN Fishing Club dan KTNA. Siapa pun boleh singgah di pondok-pondok itu dengan selalu menjaga kebersihan.

 

Salut untuk mereka yang mendirikan pondok di sini. Membawa material bangunan melewati jalan rusak itu saja pasti butuh perjuangan. #hehehe

 

Duduk-duduk di kursi pondok sambil memandang lautan lepas kala senja. Ah... indah nian. Katanya, jika beruntung dari Tebing Bekah bisa terlihat paus lewat lho. #senyum

 


Pondok Mancing AA YKPN.

 


Pondok Mancing KTNA.

 


Dilengkapi kamar kecil juga lho. Airnya ditampung dari air hujan.

 

Pulang, Pulang, Pulang!

Hari semakin beranjak sore. Beberapa pemancing berdatangan ke Tebing Bekah. Mereka berencana melewatkan malam di sini sambil memancing.

 

Sedangkan bagi kami, kasur empuk di rumah masih sangat jauh #hehehe. Akhirnya, sekitar pukul 5 sore, kami memutuskan untuk pulang. 

 

Eeeh, berbeda dengan kami-kami yang dengkulnya masih waras #hehehe, Mbah Gundul malah menawarkan untuk menginap saja di kawasan tebing Bekah. Hiiih! Maaf ya Mbah! Dirimu saja yang menginap! Kami sih mau pulang ke rumah, hahaha. #senyum.lebar.

 


Mancing perdana di tanggal 1 Suro.

 

Kembali lagi deh melewati ruas jalan penderitaan yang kini berwujud tanjakan #full.nuntun.sepeda #bodo.amat.jarak.4.km #hehehe. Di tengah jalan aku sempat mengobrol dengan seorang ibu warga Dusun Temon yang pulang berladang. Lumayanlah meringankan penderitaan. #hehehe

 

Ibu itu bercerita, rencananya pada tahun 2013 jalan rusak ke Pantai Bekah ini akan diperlebar dan dihaluskan. Proyek perbaikan jalan ini diprakarsai oleh Pak Bambang. Tapi, aku kurang jelas menangkap siapa Pak Bambang ini. Apa Pak Bambang itu putra daerah setempat yang sekarang menjadi pejabat Gunungkidul?

 

Jika diingat-ingat, Pak Bambang ini sepertinya tokoh populer bagi warga setempat. Sebab, sepanjang melewati jalan rusak ini ada saja warga yang bertanya,njenengan putrane Pak Bambang Mas?”

 

He? Siapa sih Pak Bambang itu!?

 


Ayo pulang! Kita mesti lewat "jalan penderitaan" sekali lagi!

 

Jika dipikir-pikir, Pantai Bekah itu sebenarnya hanya berjarak sekitar 15 km dari Pantai Parangtritis. Tapi, untuk mencapainya butuh perjuangan yang luar binasa! 

 

Asal tahu saja, aku tiba di rumah dini hari alias tepat pukul 12 malam! Nggak hanya itu, aku pun masih harus mengantar pulang Paris, Pakdhe Timin, dan Ari ke kediamannya masing-masing dengan mobil #capeeek. Cukup bersalah juga aku membuat mereka trauma bersepeda setelah kejadian ini. #hehehe

 

Sedangkan Mbah Gundul? Hmmm, sepertinya sejak berangkat tadi Mbah Gundul memang berencana untuk bermalam di pantai. Karena gagal bermalam di Pantai Bekah, Mbah Gundul akhirnya memutuskan bermalam di kawasan Pantai Parangtritis. Semoga saja bukan bermalam di "penginapan". #pakai.tanda.petik #hehehe

 

Selesai deh petualangan hari ini! Tinggallah aku rebahan di kasur sambil ditemani cegukan dan sendawa yang nggak mandeg-mandeg.

 

Trauma! Nggak mau bersepeda ke Pantai Bekah lagi! Cukup ini saja! #kapok

NIMBRUNG DI SINI