Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Dengar-dengar, di sekitar Lemah Abang, Gunungkidul, ada curug alias air terjun yang tersembunyi. Lemah Abang itu lho, nama jembatan gantung yang berada dekat dengan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran.
Eh, jangan-jangan curug yang dimaksud masih ada hubungannya dengan gunung api purba? Curug purba gitu? #hehehe
Ah, apa pun itu, pada Rabu (26/9/2012), aku bareng Pakdhe Timin bersepeda ke sana. Apalagi kalau bukan agenda PEKOK. Sayangnya, cuma aku dan Pakdhe Timin doang, yang lain nggak bisa ikutan, hiks. #sedih
Rute ke Jembatan Gantung Lemah Abang
Untuk menuju jembatan gantung Lemah Abang, kami berangkat lewat Patuk alias Jl. Raya Yogyakarta – Wonosari. Sebenarnya, bisa juga kok lewat Prambanan. Rencananya, berangkat lewat Patuk, pulangnya baru lewat Prambanan. Biar ada beda pemandangan gitu.
Rutenya kalau lewat Patuk adalah:
Jl. Raya Yogyakarta – Wonosari – Patuk – Desa Ngoro-oro – Pertigaan Nglanggeran – Jembatan Gantung Lemah Abang
Medan yang terberat pas berangkat ya menaklukkan tanjakan Patuk itu. Walaupun nggak ada fotonya, tapi jujur di sana kami nuntun sepeda, hahaha. Saat menuju Desa Ngoro-oro juga ada medan yang penuh tanjakan, yaitu di Dusun Soka. Sisanya, ya jalan turunan bebas hambatan, asyiiik. Sayangnya lagi musim kemarau, hawanya panas dan pemandangannya pohon kering. #sedih
Menyusuri Sungai Purba yang Kering
Sampai di jembatan gantung Lemah Abang, kami pun mencari petunjuk tentang keberadaan curug. Dari seorang ibu yang diinterogasi Pakdhe, katanya sih curugnya itu jadi bagian dari aliran sungai yang berada tepat di bawah jembatan gantung ini. Lha jalan ke sana gimana? Katanya si ibu sih, jalannya tanah dan lewat hutan gitu. Waduh!
Sepeda pun kami parkir di semak-semak di bawah jembatan. Berpikir positif sajalah bahwa di pelosok seperti ini berbeda dengan di kota, tak ada maling sepeda. Tapi, untuk jaga-jaga sepeda tetap kami kunci sih. Biar lebih aman, hehehe. #hehehe
Sungai yang membentang di bawah jembatan gantung Lemah Abang itu ternyata sedang kering! Nama sungainya adalah Kali Gembyong. Duh, kalau kondisinya begini, gimana nasib curugnya ya? Masih ada airnya nggak ya?
Tapi seru juga sih trekking menyusuri sungai yang sedang surut di musim kemarau. Nggak perlu takut terpeleset atau tercebur. Air yang mengalir tertampung di ceruk-ceruk yang menjadi habitat jentik nyamuk dan kecebong. Beuh! Tak layak dijadikan pelampiasan kami yang sedang kepanasan ini.
Kalau melihat dari struktur batuan yang membentuk Kali Gembyong, tampak jelas kalau lokasi ini merupakan jalur melintasnya lahar. Entah lahar dari gunung api yang mana, Nglanggeran mungkin? Hehehe. Sepertinya juga, lahar yang melintas di sini lebih dari sekali. Terlihat dari bentuk batuannya yang seperti adonan kue yang mengering terus ditumpuk oleh adonan kue lagi. Jadi laper ini... #eh
Sampai Puncak Turun ke Dasar
Di suatu tempat, kami tiba di tepi sebuah jurang terjal yang tinggiiii sekaliii! Weleh! Kalau terpeleset dan jatuh dari sini, jelas is death!
Aku memberanikan diri melongok ke dasar jurang. Eh, ternyata ada genangan air yang lumayan luas. Tunggu dulu! Ini pasti curug yang dimaksud! Berarti, saat ini kami sedang berada di puncak curug!? Sesuatu hal yang tidak mungkin dapat kami lakukan kalau air Kali Gembyong tidak mengering. Wow!
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya untuk menuju dasar air terjun?
Jawabannya adalah trekking lagi! Hahaha. Cukup sulit, karena kami dari puncak yang berarti harus menuruni bukit. Medan jalannya cukup terjal. Tidak tampak ada jalan setapak. Ditambah lagi, timbunan daun kering kerap menyulitkan untuk berpijak. Nggak terbayang deh, bagaimana kondisi medan ini di musim penghujan. Yah, namanya juga hutan.
Sampailah kami di dasar curug! Mantap jalannya! Hahaha. #senyum.lebar
Curug Purba di Musim Kemarau
Curugnya kering Pembaca! Yah, namanya juga musim kemarau. Tapi dari penampakan curug yang kering ini jadi terkesan bahwa curug ini adalah curug purba. Sungainya saja juga sungai purba. Di dekat sini juga ada gunung api purba. Mungkin dulu, curug ini jadi tempat dinosaurus main air ya? Ngaco banget. #senyum.lebar
Curugnya pun memiliki banyak nama. Ada yang menyebutnya Curug Gedhe (karena memang besar), Curug Gembyong (dari nama sungainya), hingga Curug Njurug seperti yang disebut oleh warga sekitar.
Oh iya, jalan setapak yang manusiawi untuk menuju air terjun ini kami temukan dari wilayah Sleman. Untuk amannya, kendaraan bisa dititipkan di rumah warga. Warung terdekat hanya ada satu, di dekat jembatan Lemah Abang Dusun Gembyong.
Begitulah. Saat matahari tepat berada di atas ubun-ubun, kami pun bergegas bersepeda pulang. Oh ya, walau tanpa ada foto kami yang sedang menuntun sepeda di tanjakan tapi percaya deh ... pulang dari jembatan gantung Lemah Abang, lewat jalan yang mana pun tetap sama-sama NANJAK! Oke? Sip!
Sekarang udah rame banget lokasinya yak...
Kangen masa-masa sepi bisa mojok berdua... wakakakakaka.
yang pertama namanya curug gambyong..yang paling tinggi namanya curug
gede lemah abang..sering dipake buat panjat tebing..
http://teamtouring.net/curug-gedhe-lemah-abang.html
tapi sepertinya akses jalan masih susah -_-