HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

PEKOK ke Pantai Gesing

Jumat, 10 Desember 2010, 09:12 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Sebetulnya, sejak beberapa bulan silam kami sudah menysusun rencana PEKOK ke Kaligesing, Purworejo. Misinya jelas memburu curug. Sayangnya, niat PEKOK kami itu terpaksa diurungkan tatkala bencana erupsi Gunung Merapi melanda Yogyakarta.

 

Ya nggak apa-apa lah. Toh curug kan nggak ke mana-mana ini. #hehehe

 

Di bulan Desember 2010 ini, saat aktivitas di Yogyakarta kembali menggeliat normal (termasuk pembahasan panas RUU Keistimewaan itu #hehehe), kami pun kembali turut menyusun rencana bersepeda PEKOK. Tapi, tujuan kami kali ini bukan ke Kaligesing. Melainkan ke suatu pantai di Desa Girikarto, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, yang bernama Pantai Gesing.

 

Eh, kok ya kebetulan ini nama Kaligesing dan Pantai Gesing sama-sama mengandung kata gesing. Seenggaknya bukan kata pesing lah. #hehehe

 


Peserta kali ini (Ki-Ka): Agung, Kang Supri, Pakdhe Timin, Vendy, dan Radit.

 

Oh ya, kegiatan kami bersepeda ini termasuk kategori PEKOK (Pit-pitan Koyok Ekstrim Ora Kalap) yang menu utamanya menempuh jarak ratusan kilometer dengan medan penuh tanjakan.

 

Capek? Jelas! #senyum.lebar

 


Okey Gung! Kita bawa santai saja! #senyum.lebar

 

Di hari Rabu pagi (8/12/2010), sekumpulan pria senggang yang terdiri dari aku, Agung, Vendy, Pakdhe Timin, dan Kang Supri berangkat bersepeda menuju Pantai Gesing dari Monumen Serangan Umum Satu Maret. Di tengah perjalanan, Radit menyusul, sehingga dengan demikian peserta PEKOK di penghujung tahun 2010 ini genap menjadi 6 orang.

 

Sekadar info, kami berangkat dari Kota Jogja ini pukul 7 pagi dan sampai lagi di Kota Jogja pukul 10 malam. #senyum.lebar

 

 

Etape 1. Jogja – Siluk (19 km)

Perjalanan menuju Pantai Gesing dari Kota Jogja dimulai dengan menyusuri Jl. Imogiri Barat ke arah Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Jalan raya menuju Imogiri sendiri sebenarnya ada 2, yakni Jl. Imogiri Barat dan Jl. Imogiri Timur. Kami memilih Jl. Imogiri Barat karena lebih dekat bila akan melanjutkan perjalanan ke wilayah Gunungkidul.

 

Nah, di Jl. Imogiri Barat km 17 kami berjumpa dengan suatu pertigaan dengan penunjuk cabang jalan ke arah Selopamioro. Kami berbelok mengikuti petunjuk ke arah Desa Selopamioro tersebut. Bila jalan raya ini disusuri terus, dari Selopamioro nanti bisa tembus ke wilayah Kecamatan Panggang di Kabupaten Gunungkidul. Siluk sendiri adalah nama suatu dusun di Desa Selopamioro.

 

Etape 2. Siluk – Panggang (15 km)

Dari Siluk menuju Panggang, medan jalannya didominasi tanjakan. Setelah 10 km menanjak, kami sampai di titik tertinggi, yaitu rumah-rumah transmigran yang rusak. Medan jalan setelahnya adalah turunan hingga sampai ke Kota Kecamatan Panggang. Etape ini pernah kami lalui ketika pulang dari Pantai Ngerenehan.

 


Udah tahu jalannya nanjak kok masih balapan... weleh...

 

Etape 3. Panggang – Pertigaan Beringin Besar (5 km)

Kami mengambil jalan menuju Kecamatan Paliyan, sebab cabang jalan menuju Pantai Gesing terletak di ruas jalan ini. Menurut warga sekitar, cabang jalan tersebut berada dekat sebuah pohon beringin besar. Wah, sepertinya pohonnya angker. Hmm, apa Pantai Gesing juga angker ya?

 


Pohon beringin besar ini yang menjadi penanda jalan ke Pantai Gesing.

 

Etape 4. Pertigaan Beringin Besar – Pantai Gesing (10 km)

Medan jalan berkontur naik-turun, namun tetap didominasi oleh turunan hingga ke Pantai Gesing. Kami sempat salah jalan karena minimnya rambu menuju Pantai Gesing. Cabang jalan menuju Pantai Gesing ada di pertigaan di Dusun Mbolang. Sebaiknya memang tanya warga sekitar.

 


Setelah perjalanan panjang akhirnya mendarat dengan selamat juga di pantai.

 

Pantai Gesing, Surga yang Merana

Begitu tiba di Pantai Gesing, kami langsung terpana dengan keindahannya. Walau memiliki corak yang sama dengan pantai-pantai lain di Gunungkidul, Pantai Gesing ini dikelilingi bukit sehingga pengunjung bisa bebas memandang pesona pantai dan laut dari ketinggian.

 


Pantai Gesing dari atas sebuah bukit.

 

Namun, keindahan Pantai Gesing berbeda jauh dengan kondisi kehidupan warganya.

 

Aku sempat ngobrol-ngobrol sama Bu Poniyati, satu-satunya pemilik warung yang ada di Pantai Gesing. Dari penuturan ibu tiga anak ini, sudah lama tak ada nelayan yang pergi melaut. Selain cuaca yang buruk, mahalnya solar, dan sepinya pengunjung  membuat para nelayan merugi. Walau begitu, masih ada satu-dua nelayan yang melaut. Itu pun karena dijadwalkan oleh bos nelayan yang berasal dari Gombong.

 


Makan ala kadarnya di warung Bu Poniyanti. Jangan lombok, telur dadar, dan teh panas seharga Rp7.000.

 

Dari sisi prasarana penunjang, Pantai Gesing kekurangan suplai air bersih. Kami sempat kesulitan saat hendak berwudhu. Tidak ada kamar mandi umum. Warung makan pun hanya satu yang dikelola oleh Bu Poniyati. Walaupun begitu, di Pantai Gesing sudah dibangun tempat pelelangan ikan. Oh ya, disini juga tak ada sinyal handphone.

 

Retribusi? Tak pernah ada. Buat apa ditarik retribusi kalau tak ada pengunjung? #hehehe

 

Mungkin dan mungkin, Pantai Gesing menjadi terkucilkan karena memang letaknya yang terpencil, jauh, susah akses masuknya, minim prasarananya, dan mungkin juga kurang promosi. Kalau begitu, siapa yang sudi ke sana?

 


Menanti cinta
pengunjung datang ke Pantai Gesing.

 

Sepertinya, pantai-pantai seperti Pantai Gesing ini hanya menarik minat orang-orang macam kami yang gemar bertualang mencari surga yang tersembunyi. Namun, akankah kesejahteraan warga setempat terbantu dari orang-orang macam kami ini?

 

Kiranya, sudikah Pembaca berkunjung ke Pantai Gesing?

 

Eh, tentu tak perlu pakai sepeda lho! #senyum

NIMBRUNG DI SINI