HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Candi-Candi Majapahit yang Utuh di Trowulan

Senin, 23 November 2009, 20:54 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Bangunan berbahan batu bata merah itu bukan sembarang bangunan. Bahannya memang dari batu bata merah tapi usianya jauh lebih tua dari usia kakek-nenek buyut kita sekalipun. Ya, itulah candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan yang wujudnya masih terbilang utuh hingga detik ini. Esksistensi candi-candi tersebut menunjukkan adanya suatu peradaban maju di Trowulan pada masa lampau.

 

Yuk kita lihat, candi-candi apa saja di Trowulan yang masih utuh dan menjadi ikon situs purbakala andalan di Jawa Timur ini. #senyum.lebar

 

 

Candi Brahu

Candi Brahu yang terletak di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini merupakan candi utuh di kawasan Trowulan yang paling besar. Lebih detilnya, Candi Brahu memiliki tinggi 25,7 meter serta lebar 20,7 meter. Dari penelitian pada kaki candi, diketahui bahwa Candi Brahu telah mengalami renovasi bangunan pada masanya.

 

Bangunan Candi Brahu hanya terdiri dari satu bangunan candi induk yang keseluruhannya terbuat dari batu bata merah. Di bagian badan candi terdapat bilik utama yang besar dengan pintu yang menganga dan menghadap ke arah barat. Sayangnya, nggak ada tangga yang memungkinkan pengunjung bisa masuk ke dalam bilik Candi Brahu.

 


Candi Brahu yang mirip tungku pembakaran berukuran raksasa.

 

Sepintas, apabila diperhatikan dari sisi barat, Candi Brahu memiliki bentuk seperti tungku pembakaran. Para ahli purbakala yang meneliti Candi Brahu pernah menemukan sisa-sisa arang di dalam bilik utama. Hasil analisis menunjukkan bahwa arang tersebut berasal dari kurun waktu dari tahun 1410 hingga 1646 Masehi.

 

Candi Brahu diduga berlatar belakang agama Buddha. Dugaan ini diperkuat dengan adanya sisa-sisa struktur melingkar layaknya stupa di atap candi. Di dekat Candi Brahu pernah ditemukan Prasasti Alasantan yang dikeluarkan oleh Raja Mpu Sindok pada tahun 939 Masehi. Prasasti tersebut menyebut suatu bangunan bernama waharu atau warahu yang diduga kuat sebagai Candi Brahu.

 

Candi Tikus

Pertama-tama, candi ini diberi nama Candi Tikus bukan karena digunakan sebagai tempat menyembah dewa tikus lho! #senyum.lebar

 

Di masa penjajahan Belanda, Candi Tikus ini tertimbun gundukan tanah yang menjadi sarang tikus. Makanya diberi nama Candi Tikus. #senyum.lebar

 

Candi Tikus ini mulai diekskavasi pada tahun 1914 oleh RAA Kromojoyo Adinegoro yang awalnya sih bermula dari... pembasmian sarang tikus. #hehehe

 


Candi Tikus yang saat ini sudah terbebas dari ancaman tikus. #senyum.lebar

 

Candi Tikus yang terletak di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini berbeda dengan candi-candi lain yang ada di Trowulan karena fungsinya sebagai petirtaan atau pemandian. Di tengah bangunan Candi Tikus terdapat miniatur yang merepresentasikan Gunung Mahameru. Di sekeliling candi terdapat saluran air (jalawadra) yang terbuat dari batu andesit. Saluran air utamanya sendiri ada di sisi selatan candi.

 


Jalawadra di Candi Tikus berbentuk makara.

 

Saluran air utama di Candi Tikus sendiri sudah mati alias tidak lagi mengalirkan suplai air. Artinya, saat ini Candi Tikus tidak lagi berfungsi sebagai petirtaan. Tapi, saat musim hujan tiba, biasanya air hujan akan tertampung dan menggenang di area candi. Yang seperti ini bisalah untuk sekadar memberi bayangan, seperti apa kiranya wujud Candi Tikus saat masih berfungsi sebagai petirtaan.

 


Dahulunya air-air dialirkan lewat lubang kecil ini.

 


Kerak berwarna putih tanda batas tinggi genangan air.

 

Gapura Bajang Ratu dan Wringin Lawang

Suatu wilayah kerajaan pastilah memiliki pintu masuk. Tak terkecuali untuk Kerajaan Majapahit. Untungnya, pintu masuk ke wilayah Kerajaan Majapahit masih dapat disaksikan hingga saat ini. Tapi, pintu yang tersisa hanya dua buah saja. Masing-masing diberi Bajang Ratu dan Wringin Lawang. Keduanya berbentuk gapura.

 

Gapura Wringin Lawang terletak di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Dahulu kala, masyarakat menyebutnya sebagai Gapura Jatipasar. Nama Wringin Lawang sendiri memiliki arti pintu beringin. Sebabnya, dahulu di dekat gapura ini pernah tumbuh pohon beringin.

 


Gapura Wringin Lawang pintu masuk ke wilayah Kerajaan Majapahit.

 

Gapura Wringin Lawang nggak memiliki atap. Alhasil, dari wujud tanpa atap tersebut, Gapura Wringin Lawang digolongankan sebagai candi bentar.

 

Sebelum dipugar, separuh dari Gapura Wringin Lawang ini dalam kondisi runtuh. Sayangnya, sebagian besar batu-batu penyusunnya nggak dapat dikembalikan seperti semula. Sebab, dahulunya lokasi Gapura Wringin Lawang ini adalah pemakaman desa. Batu-batu penyusun yang dulu terpendam di dalam tanah hancur rusak saat proses menggali tanah untuk liang lahat. #sedih

 


Sebagai ganti batu bata yang hilang atau rusak dipakai batu andesit.

 


Fungsi batu andesit ini apa ya? Tempat duduk prajurit penjaga?

 

Gapura Kerajaan Majapahit yang kedua bernama Gapura Bajang Ratu. Letaknya ada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama Bajang Ratu memiliki arti raja cilik.

 


Gapura Bajang Ratu yang memiliki hubungan dengan Raja Jayanegara.

 

Menurut para ahli purbakala, pembangunan Gapura Bajang Ratu memiliki hubungan dengan salah seorang Raja Majapahit yang bernama Jayanegara. Saat masih anak-anak, Jayanegara sudah dinobatkan menjadi Raja Majapahit. Oleh sebab itu, melekatlah nama Bajang Ratu untuk gapura ini.

 


Bila dilihat dari dekat, Gapura Bajang Ratu disangga oleh tiang-tiang besi.

 

Menurut para ahli purbakala lagi, gapura ini sebetulnya bukan merupakan gapura masuk ke wilayah kerajaan. Melainkan gapura untuk memasuki suatu bangunan suci tertentu. Entah bangunan apa yang dimaksud. Diduga, ada bangunan lain di dekat Gapura Bajang Ratu ini yang digunakan untuk memperingati wafatnya Jayanegara. Sebabnya, relief-relief yang terukir pada Gapura Bajang Ratu bisa dimaknai sebagai “pelepasan”.

 


Relief yang terpahat di batu bata saat ini terlihat samar-samar.

 

Epilog Keliling Candi Utuh di Trowulan

Aku dan Andreas mengunjungi semua peninggalan purbakala di Trowulan pada hari Minggu (25/10/2009). Berhubung hari libur, maka kami bisa menyaksikan bagaimana warga Trowulan berinteraksi dengan situs bersejarah ini.

 

Sesuai dugaan, ada banyak warga yang memanfaatkan situs purbakala ini sebagai lokasi wisata. Dari mulai anak-anak hingga orang dewasa. Sayangnya, pengunjung yang mendominasi tetap para pasangan yang sedang dimabuk asmara. Duh!

 

Yah, banyaknya pasangan yang memadu kasih di situs purbakala Trowulan ini bisa dimaklumi sih. Soalnya, penataan situs pariwisata sejarah di Trowulan ini sangat asri. Hampir semua situs tak ubahnya taman kota. Hijau dengan rimbunnya pepohonan. Semarak dengan warna-warni kembang.

 


Orang pacaran kok nonton orang pacaran. Beh!

 

Berhubung di Trowulan ini nggak ada yang namanya mall atau pusat tongkrongan sejenisnya, amat logis bilamana para pasangan ini “lari” ke candi untuk bermesra-mesraan, hahaha #senyum.lebar. Tapi, semoga saja mereka nggak berani berbuat hal-hal mesum. Sebab, di Trowulan ini amat ketat “tata-kramanya”.

 


Ada yang tahu ini namanya buah apa? #senyum.lebar

 

Di akhir perjalanan, bolehlah kami acungkan jempol untuk Trowulan. Tempat ini mampu memuaskan keingintahuan kami mengenai sebuah peradaban masa lampau di Tanah Jawa. Apalagi dengan adanya Pusat Informasi Majapahit (PIM). Di sana kami bisa lebih tahu lebih rinci lagi mengenai situs-situs arkeologi di Trowulan.

 

Untuk saat ini memang pembangunan PIM sedang mengalami kendala. Namun kami tetap menunggu suatu saat nanti ada sarana informasi yang bisa memberikan pengetahuan mengenai arti pentingnya sebuah peninggalan arkeologi, akan sebuah peradaban maju yang dulu pernah ada di Trowulan.

 

Pembaca kapan mau main ke candi-candi di Trowulan? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI