HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Sendang Pitu

Senin, 2 November 2009, 07:03 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Sebelum aku mulai bercerita. Ada baiknya kita simak dulu cerita rakyat di bawah ini.

 

Demi setitik cinta adinda, apa pun akan kakanda lakukan.

Sekiranya itu yang terucap dari mulut seorang jejaka bernama Joko Badung kepada Dewi Kunti, seorang gadis jelita yang elok parasnya. Namun cinta tak pernah mekar di hati sang jelita. Sedangkan sang jejaka tak pernah berhenti menggapai pujaannya. Maka Dewi Kunti memberi harga cintanya kepada Joko Badung dengan membangun tujuh sendang dengan sembilan sumur dalam waktu semalam.

 

Bagaimana akhir cerita di atas, silakan Pembaca kira-kira sendiri. Namun, usaha Joko Badung itu lah yang melatar-belakangi mitos dari situs Sendang Pitu di Dusun Cabean, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

 

Rute menuju situs ini hampir serupa dengan rute menuju Candi Lawang. Bedanya, di jalan besar sudah ada papan petunjuk yang memberi arah ke situs ini. Masih dengan kelengkapan anggota yang sama. Bersama Andreas, Agatha dan Christa, aku mengunjungi situs ini sepulang dari Candi Lawang di hari Sabtu sore (3/10/2009).

 


Tim yang sama dari Candi Lawang: aku, Christa, Agatha, dan Andreas.

 

Saat kami tiba di lokasi, situs Sendang Pitu terlihat sepi. Nggak ada orang maupun juru kunci yang bisa ditanya-tanyai. Sepeda motor kami parkir di dekat jalan utama. Tanpa banyak ba-bi-bu kami langsung mendekat melihat-lihat lokasi.

 

Situs Sendang Pitu ini dipisahkan oleh jalan raya menjadi dua bagian. Berhubung aku nggak begitu perhatian dengan arah mata angin, aku sebut saja sebagai bagian A dan bagian B, hehehe. #hehehe

 

Situs Sendang Pitu Bagian A adalah lokasi yang kami datangi pertama kali. Sepintas, di lokasi ini berdiri banyak bangunan aneh yang terbuat dari semen. Setelah didekati ternyata bangunan tersebut adalah sumur-sumur yang sudah dikokohkan pondasinya.

 


Kalau dihitung jumlahnya benar-benar ada tujuh nggak ya?

 

Di setiap sumur, sudah terpasang mesin pompa listrik yang semuanya dalam kondisi aktif alias menyala memompa air. Dari mesin pompa itu bercabang banyak pipa yang jelas itu nanti disalurkan ke penampungan untuk kebutuhan warga dusun.

 


Sepertinya sih nggak dalam. Airnya juga nggak begitu banyak.

 

Kami pikir obyek di sini hanya sebatas sumur. Tapi eits! Ternyata ada yang lebih menarik!

 

Kami menemukan petirtaan (sendang) yang masih berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam arti, masih ada airnya serta masih dipergunakan oleh warga. Ini terbukti dari banyaknya bekas kemasan detergen dan sabun di sekitar petirtaan.

 


Petirtaan di Situs Sendang Pitu yang mirip dengan di Situs Payak.

 

Bentuk dari petirtaan Sendang Pitu ini persis serupa dengan apa yang aku jumpai di Situs Payak. Lebih menarik lagi, petirtaan ini dihiasi oleh banyak relief. Ada juga relung yang mungkin dahulu berisi arca.

 


Dahulu kala mungkin berisi arca.

 


Relief wanita (dari dadanya #hehehe) yang sepertinya sedang mencuci.

 


Relief pria yang sedang duduk menghadap semacam bakul berisi nasi dan lauk-pauk. Kenduri apa ya?

 


Relief burung yang mengigit semacam jerami? Atau buah?

 


Relief burung yang mengigit semacam unggas kecil? Ayam atau burung puyuh ya?

 


Bangunan petirtaan dihiasi juga oleh relief tanaman.

 

Petirtaan lainnya dapat ditemui di situs Sendang Pitu Bagian B (halah!). Sayangnya, bangunan petirtaan yang ada di lokasi ini sudah runtuh. Meski demikian tetap mengalirkan air.

 


Bangunan petirtaan yang tidak berwujud lagi.

 


Mungkin dulu ini dipakai untuk menggilas pakaian.

 

Kami juga sempat berjumpa dengan beberapa warga yang sedang mengambil air dari petirtaan. Menurut mereka, petirtaan ini nggak pernah kering di musim kemarau dan alhasil menjadi sumber mata air mereka. Khusus untuk petirtaan memang tidak diperbolehkan untuk memasang pompa listrik. Karena itu banyak warga yang lantas menenteng jerigen kemari.

 


Warga masih memanfaatkan sumber air peninggalan eyang-eyang kita ini.

 

Kondisi geografis di Cabean memang nggak kering-kerontang semengenaskan di kabupaten Gunungkidul. Akan tetapi, adanya sumber mata air ini jelas mempermudah aktivitas warga. Terlebih karena petirtaan Sendang Pitu ini adalah hasil karya eyang-eyang kita di masa lampau yang ajaibnya masih berfungsi dengan baik hingga detik ini.

 

Nah, sekarang tinggal kitanya saja. Mau tidak menjaga kelestarian sumber mata air sekaligus merawat benda cagar budaya ini. Agar kelak, warga di masa yang akan datang akan tetap dapat mengambil manfaat darinya.

 


Da dah kodok! Sampai ketemu lagi! #senyum.lebar

 

Pembaca pernah berjumpa dengan petirtaan semacam ini?

NIMBRUNG DI SINI