HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Candi Pawon

Sabtu, 21 Maret 2009, 07:34 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Di bulan Maret 2009 ini, Kabupaten Magelang di Jawa Tengah kembali terpilih sebagai lokasi penjelajahan candi. Nah, kali ini aku nggak keluyuran seorang sendiri, karena ditemani oleh duet kawan Math '04 yaitu Andreas dan Ipin. #senyum.lebar

 

Candi tujuan kami di hari Kamis pagi (19/3/2009) itu adalah Candi Pawon yang letaknya ada di Dusun Brojonalan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

 


Candi Pawon yang letaknya di dekat Candi Mendut dan Candi Borobudur

 


Today partners, Ipin and Andreas.

 

Perjalanan kali ini juga lumayan “spesial” karena kami pergi naik mobil pribadi yang aku kendarai #senyum.lebar. Keren juga ternyata, mobil tuaku hanya melahap 11,11 liter bensin premium untuk menempuh jarak Yogyakarta – Magelang (pergi-pulang) sejauh kurang lebih 70-an km.

 

Rute ke Candi Pawon dari Kota Jogja

Untuk menuju ke Candi Pawon (apalagi dengan kendaraan pribadi) sebenarnya cukup mudah. Ikuti saja Jl. Raya Yogyakarta – Magelang hingga sampai di Kabupaten Magelang. Tepatnya di pertigaan lampu merah yang mengarah ke Candi Borobudur. Jaraknya kalau dari Kota Jogja kurang lebih sekitar 30-an km.

 

Ikuti Jl. Borobudur tersebut, melewati Candi Mendut, melintasi Kali Elo, hingga sampai di suatu jalan bercabang yang didekatnya terdapat miniatur Candi Borobudur. Sebenarnya, jauh sebelum jalan bercabang tersebut ada papan petunjuk berwarna cokelat yang menunjukkan arah ke Candi Pawon. Tapi, menemukan keberadaan Candi Pawon perlu ketelitian ekstra. Pasalnya, Candi Pawon “tersembunyi” dibalik rumah-rumah warga.

 

Apa yang kami alami di pagi hari itu adalah berputar-putar di jalan yang sama. Tanpa sadar bahwa kami sudah melintasi Candi Pawon berkali-kali! Doh!

 

Eh, kalau diingat-ingat, penjelajahan candi yang kerap aku lakukan jarang ada yang berjalan mulus. Mesti perlu bertanya ke warga setempat dan tentu nyasar-nyasar, hehehe. #hehehe

 

Bentuk Fisik Candi Pawon

Untuk berkunjung ke Candi Pawon, setiap pengunjung ditarik biaya retribusi sebesar Rp3.300. Untungnya, tiket masuk ke Candi Pawon ini bisa dimanfaatkan untuk berkunjung ke Candi Mendut secara cuma-cuma. Jadi, dari Candi Pawon mestinya sih mampir ke Candi Mendut. Eh, apa sebaliknya ya? Hahaha. #senyum.lebar

 


Di sekitar Candi Pawon juga ada kios-kios suvenir.
Harganya lebih murah dari yang ada di Candi Borobudur nggak ya?

 

Dilihat dari bentuk fisiknya, ukuran Candi Pawon nggak sebesar Candi Mendut. Apalagi semegah Candi Borobudur. Candi Pawon hampir serupa dengan Candi Ngawen.

 

Candi Pawon merupakan candi berlatar belakang agama Buddha. Atap Candi Pawon dihiasi stupa-stupa kecil. Meski demikian, di sekitar candi nggak terlihat satu pun arca Buddha.

 

Candi Pawon terdiri dari satu bangunan induk tanpa didampingi candi perwara. Pintu masuk bangunan induk Candi Pawon menghadap ke arah barat. Serupa dengan pintu masuk Candi Mendut.

 

Pada setiap sisi Candi Pawon terpahat relief pohon kalpataru, kinnara, dan juga dewa-dewi. Bangunan Candi Pawon memiliki ventilasi. Bentuknya mirip jendela kecil dan terletak di dinding utara, timur, dan selatan.

 


Dinding utara, timur, dan selatan Candi Pawon memiliki dua jendela.

 


Relief Dewi Tara (apa iya?) yang menghiasi dinding Candi Pawon.

 


Kalau yang ini relief Pohon Kalpataru.

 


Relief tanaman sulur dan orang ini apa juga ada maknanya ya?

 

Sejarah dan Asal-Usul Candi Pawon

Candi Pawon diperkirakan dibangun pada abad ke-9 Masehi. Satu masa dengan pembangunan Candi Mendut dan Candi Borobudur. Candi Pawon dipugar pada tahun 1903 oleh Dinas Purbakala dibawah pengawasan J.G. de Casparis.

 

Bila ditilik dari namanya, orang-orang umumnya menyangka kata pawon berasal dari perbendaharaan Jawa yang artinya adalah dapur. Akan tetapi, J.G. de Casparis berpendapat bahwa nama pawon berasal dari perbendaharaan Jawa Kuna, yaitu pa (tempat) dan awu (abu). Apbila kedua kata tersebut dirangkai bisa diartikan sebagai tempat perabuan.

 

Nama dusun di mana Candi Pawon berdiri ini pun tak kalah menarik. Nama Dusun Bajranalan diduga berasal dari bahasa Sansekerta yakni vajra (halilintar) dan anala (api). Dari sini, ada juga pendapat yang mengaitkan Candi Pawon dengan Dewa Indra yang notabene dewa penguasa halilintar. Hmmm, padahal Dewa Indra itu kan salah satu dewa dalam ajaran Hindu. Sementara Candi Pawon itu kan candi Buddha.

 


Suasana di dalam bilik Candi Pawon.

 


Relief ini kok mirip kucing ya?

 

Nah, lain halnya dengan pendapat yang dikemukakan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Daud Joesoef. Dalam bukunya yang berjudul Borobudur, beliau menyebutkan bahwa Candi Pawon merupakan tempat persinggahan para peziarah sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Candi Borobudur. Pendapat ini berdasarkan letak Candi Mendut, Candi Pawon, dan Candi Borobudur yang berada dalam satu garis lurus.

 


 

Saat ini, Candi Pawon tetaplah suatu candi kecil, yang walaupun dekat dengan Candi Mendut dan Candi Borobudur, masih kalah tenar dibandingkan kedua “kakaknya” tersebut. Ah, apakah mungkin kita perlu meniru kebiasaan peziarah di zaman dulu? Sebelum berkunjung ke Candi Borobudur mampir dulu ke Candi Pawon?

 

Eh, yang jelas di sini bukan dapur (pawon) dan nggak menyediakan masakan bagi peziarah yang kelaparan. #hehehe

NIMBRUNG DI SINI