Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Dataran Tinggi Dieng, kawasan pedesaan yang terletak di bekas kaldera Gunung Dieng ini merupakan obyek pariwisata andalan di Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara yang keduanya berada di Provinsi Jawa Tengah. Ya, wilayah Dieng ini memang terbagi ke dalam dua kabupaten yang saling bertetangga.
Jarak Dataran Tinggi Dieng dari Kota Wonosobo tidak terlampau jauh, hanya sekitar 20 km atau kira-kira 1 jam perjalanan. Dari Kota Wonosobo menuju Dataran Tinggi Dieng menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum dengan tujuan Wonosobo – Dieng yang beroperasi mulai dari pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore.
Yang perlu diperhatikan adalah jalan yang menghubungkan Wonosobo dan Dieng didominasi oleh tebing (saat menuju Dieng) dan jurang (saat bertolak ke Wonosobo). Bagi Pembaca yang membawa kendaraan pribadi, harap berhati-hati, terutama dengan kabut yang bisa muncul sewaktu-waktu.
Saat memasuki kawasan Dataran Tinggi Dieng, setiap pengunjung ditarik biaya retribusi Rp2.000 per orang. Kalau cuaca sedang bagus, selama perjalanan mata akan dihibur oleh gugusan bukit hijau yang dipenuhi dengan komoditas khas Dieng yaitu KenDi, alias Kentang Dieng.
Memasuki gerbang utama Dataran Tinggi Dieng kita akan langsung disapa dengan hawa pegunungan yang sejuk dan juga bau belerang. Pembaca tidak perlu bingung untuk berwisata di Dieng. Karena di desa yang hampir di setiap sudutnya terdapat masjid ini memiliki banyak obyek wisata yang unik dan menarik dengan bumbu budaya Jawa.
Salah satu obyek wisata yang kami kunjungi pada liburan kali ini (25/12/2008) adalah Telaga Warna.
Kawah Putih-nya Jawa Tengah
Sesuai namanya, Telaga Warna adalah telaga dengan air berwarna kehijau-biruan karena mengandung belerang. Alhasil, jangan heran kalau air telaga dapat berubah warna tergantung kadar belerang saat itu.
Bila Jawa Barat punya Kawah Putih, maka Jawa Tengah punya Telaga Warna. Keduanya nyaris serupa. Bedanya, di Telaga Warna sering dihinggapi kabut, seperti pada kunjunganku ini. Jadi ya sayang sekali aku nggak bisa mengekspos keindahan Telaga Warna secara maksimal. #sedih
Ah, ya sudahlah mungkin aku kurang beruntung. Tapi ya baru ini pertama kalinya aku memotret di tengah tebalnya kabut. Untuk bisa menikmati keindahan Telaga Warna, setiap pengunjung ditarik biaya retribusi Rp3.000 per orang pada musim biasa dan Rp6.000 pada musim liburan.
Gua Keramat
Andaikan kabut yang menyelubungi Telaga Warna nggak menghilang, aku nggak akan sadar bahwa kawasan Telaga Warna ini sangat luas. Bahkan mungkin lebih luas dari Kawah Putih. Sebabnya, di sini ada dua telaga yang saling terpisahkan oleh suatu bukit.
Bukit ini juga menyimpan obyek yang tidak kalah menarik dari Telaga Warna yaitu gua-gua keramat tempat meditasi. Joss toh? #senyum.lebar
Di kawasan Telaga Warna ini terdapat tiga gua yang masing-masing memiliki nama unik. Ada Gua Semar Pertapaan Mandalasari Begawan Sampurna Jati (panjang amat namanya), Gua Sumur Eyang Kumalasari, dan Gua Jaran Resi Kendaliseto.
Gua Semar dan Gua Sumur dipagari pintu masuknya, jadinya aku tidak bisa masuk. Gua-gua ini sebenarnya merupakan ceruk-ceruk pada suatu bukit batu yang sama. Hanya posisinya saja yang berbeda-beda.
Selain itu, ada juga obyek Batu Tulis Eyang Purbo Waseso. Sepertinya tempat-tempat ini merupakan tempat meditasi orang-orang masa lampau. Dengan suasana Telaga Warna yang sering berkabut, memang tempat ini seakan memiliki aura mistis yang mencekam. #halah
Anak Bajang
Sayang sekali di internet tidak ada literatur yang menceritakan sejarah dari gua-gua di Telaga Warna ini. Namun satu yang pasti, tempat-tempat tersebut masih digunakan dalam perhelatan budaya lokal. Khususnya pada acara ruwatan rambut anak bajang.
Anak bajang sendiri merupakan anak-anak keturunan Dieng yang identik dengan rambut gimbal. Keunikan anak-anak bajang ini tidak lepas dari mitos klasik penduduk Banjarnegara, khususnya masyarakat Dieng. Mereka percaya, anak-anak bajang tersebut bukan anak biasa karena merupakan anak-anak kesayangan roh-roh gaib penunggu Dataran Tinggi Dieng, yang dititipkan penguasa Laut Selatan, Nyai Roro Kidul.
Semoga suatu saat aku bisa kembali lagi ke Telaga Warna, saat kabut tidak tebal seperti ini, dan mengungkap misteri yang menyelimutinya.
tapi sekarang merantau jauh di kalimantan
barat
rugi jika belum mengunjunginya,
namun memang banyak mitos-mitos dari warga setempat, sepert rambut gimbal
untung nggak berkabut..
Kbetulan skripku juga disana lho :)