Maw Mblusuk?

HALO PEMBACA!

Selamat nyasar di blog Maw Mblusuk? !

Di blog ini Pembaca bisa menemukan lokasi-lokasi unik seputar aktivitas blusukan-ku ke sana-sini. Eh, kalau ada kritik, saran, atau pesan bilang-bilang aku yah! Nuwun!

Cari Artikel

LANGGANAN YUK!

Dengan berlangganan, Anda akan senantiasa mendapatkan update artikel terbaru blog ini.


Bisa berlangganan melalui e-mail.

oleh FeedBurner

Atau melalui RSS Feed berikut.
feeds.feedburner.com/mblusuk
Rabu, 17 Juni 2009, 06:25 WIB

Ini tulisan yang agak nggilani untuk diceritakan. Tapi ya sesuai dengan apa yang aku tulis sebagai judul artikel ini, salah satu cara hidup irit di Jogja ya dengan makan soto.

 

Soto adalah makanan yang hampir bisa kita temui di seluruh penjuru Indonesia. Siapa sih orang yang tidak kenal dengan semangkuk nasi disiram kuah kaldu ber-topping cacahan kubis dan suwiran daging (bisa ayam, bisa sapi, bisa juga yang lain)? 

 

Di Jogja, warung soto hampir selalu ada di mana-mana. Ini bisa menjadi bukti bahwa soto adalah makanan yang akrab di lidah warga Jogja. Apakah itu warga asli ataupun warga pendatang, hampir bisa dipastikan semua cocok dengan makanan soto. Umumnya ya soto ayam ya.

 

Sama serupa gudeg, soto termasuk makanan ekonomis. Semangkuk soto umumnya dihargai Rp5.000 per mangkuk. Harga itu tidak jauh berbeda dengan harga nasi gudeg dengan lauk sepotong tahu atau tempe. Umumnya pula, dengan harga soto yang seperti itu, orang yang menyantapnya bakal kenyang. Setidaknya, bisa menahan gejolak perut untuk beberapa jam ke depan.

 

Nah, lalu, bagaimanakah caranya hidup irit di Jogja dengan makan soto?

Apakah harus makan tiga kali sehari dengan soto? 

 

Panci besar berisi kuah soto panas di warung soto jogja
Kuah soto sebegitu banyaknya bisa untuk makan berapa kali ya?

 

Ya, pada intinya kalau mau hidup irit di Jogja kita harus makan soto setiap hari. Tapi... kita tidak makan soto di warung soto, melainkan beli soto untuk dibawa pulang.

 

Yang perlu kita siapkan sebelum beranjak ke warung soto untuk membeli soto yang dibawa pulang adalah

 

  1. Rantang (boleh rantang besi yang mahal atau rantang plastik yang murah), dan
  2. Menguasai bahasa Jawa krama inggil untuk percakapan jual-beli pada umumnya. 

 

Biasanya, penjual di warung soto itu adalah orang Jawa yang sudah agak tua (ada juga sih yang masih mas-mas atau ibu-ibu ). Mereka setidaknya akan merasa dihormati apabila kita bercakap-cakap dengan bahasa Jawa krama inggil. Setidaknya seperti,

 

"Pak/Bu/Mas/Mbak, kula tumbas soto setunggal porsi."

"Pinten Pak/Bu/Mas/Mbak?"

"Matur nuwun Pak/Bu/Mas/Mbak."

 

Biasanya, kalau kita membawa wadah makanan sendiri, pak/bu/mas/mbak warung soto akan memberi porsi kuah yang lebih banyak dibandingkan jika kita membeli dengan porsi mangkuk (makan di tempat). Nggak jarang, ada juga penjual soto yang memenuhi wadah makanan dengan kuah soto sampai mencep-mencep.

 

Misalkan porsi kuahnya dirasa kurang banyak, kita tinggal bilang saja

 

"Pak/Bu/Mas/Mbak, kula nyuwun kuahnipun ditambahi nggih. Matur nuwun."

 

Selesai deh. Silakan bawa pulang soto serantang itu untuk disantap di rumah. Biasanya di rumah sudah ada nasi. Kalau belum ada nasi, beli sebungkus nasi putih saja di warung. Biasanya sebungkus nasi putih warung seharga Rp3.000 itu cukup untuk aku makan 2 kali dalam sehari.

 

Kalau aku, biasanya soto satu rantang itu cukup untuk 4 hingga 5 kali makan. Artinya, kalau beli soto pas pagi hari dan sehari hanya makan 2 kali, maka satu rantang soto itu bisa untuk 3 hari! Irit banget kan? Supaya awet tahan lama, sotonya disimpan di kulkas dan dihangatkan di kompor.  

 

Maka dari itu, tidak perlu khawatir kelaparan di Jogja. Dengan metode ini, selembar uang Rp10.000 adalah modal hidup irit seminggu makan soto.


NIMBRUNG DI SINI

UPS! Anda harus mengaktifkan Javascript untuk bisa mengirim komentar!