Surabaya, untuk yang ketiga kalinya aku datang kembali ke ibu kota Jawa Timur. Aku ada di Surabaya hanya selama dua hari, yaitu Jum’at (2/5/2008) dan Sabtu (3/5/2008). Sebenarnya, kepergianku ke Surabaya terhitung nekat juga. Sebab, hari Jum’at ternyata bukan hari libur (harpitnas ), meski hari Kamisnya (1/5/2008) libur nasional.
Hanya segelintir orang yang kukabari mengenai kepergianku ke Surabaya. Toh aku hanya pergi sebentar. Terus mengapa perginya hanya sebentar? Ya, karena urusanku di Surabaya hanya sebentar. Urusannya apa? Bertualang!
Ikon Lokal Surabaya
Sudah jelas, DSLR Nikon D80, lensa AF-S DX 18-135mm, dan flash SB-600 (baru beli) tidak pernah absen dalam setiap petualanganku. Walau sebetulnya aku nggak mengagendakan hunting foto selama di Surabaya, tetapi aku sudah merinci beberapa tempat yang mesti difoto selama singgah di kota pahlawan tersebut.
Salah satunya adalah foto yang menjadi pembuka artikel ini. Aku baru tahu kalau patung hiu dan buaya itu letaknya tepat di pintu masuk Kebun Binatang Surabaya. Objek foto yang lain adalah Monumen Kapal Selam (Monkasel), yang lokasinya tepat di samping mall Plaza Surabaya.
Patung hiu dan buaya yang ikonik itu.
Selama dua hari di Surabaya kondisi cuaca terpantau cerah. Seakan-akan langitpun merajuk untuk turut difoto. Aku juga sempat ditawari untuk hunting foto di Jl. Gula, yakni semacam kota tua-nya Surabaya. Serta Kiya-Kiya yang merupakan salah satu lokasi Pecinan di Surabaya. Sayangnya, karena singkatnya waktu kunjunganku, aku tidak bisa menyempatkan diri singgah di sana.
Sayang nggak sempat masuk ke dalam karena ditutup.
Kuliner Khas Surabaya
Lain padang lain belalang, lain kota lain makannya. Tidak lupa, aku menyempatkan diri bertualang kuliner di Surabaya. Aku menyambangi warung makan yang menu andalannya adalah sup iga sapi. Tetapi aku nggak memilih menu itu, melainkan menu “Rawon Basoka” yang ternyata rasanya tidak seprovokatif namanya.
Penampilan rawon basoka yang tidak semenggemparkan namanya.
Oh ya, walau tidak termasuk makanan berat, es krim Zangrandi patut untuk dicoba! Es Krim Zangrandi adalah es krim lokal tertua di Surabaya yang sudah diproduksi sejak tahun 1930. Aku mencoba es krim tersebut di salah satu gerai yang berlokasi di Plaza Surabaya.
Es krim Zangrandi yang menjadi ikon kuliner nostalgik Surabaya.
Menurut mbak penjaga gerai, rasa andalan es krim Zangrandi adalah rasa vanilla. Dengan harga es krim Rp9.000 (terhitung mahal untuk ukuran es krim corong), kita sudah bisa menikmati rasa nostalgik es krim legendaris Surabaya tersebut. Walau rasa dan tampilannya “old school” tapi tidak kalah dari rasa es krim modern.
Kereta Api ke Surabaya
Bertualang di Surabaya diawali dengan menginap di penginapan yang tidak terletak di jantung kota. Kemudian, dengan menggunakan alat transportasi umum semisal becak, bis, angkot, dan taksi, kami berjalan-jalan di seputar Surabaya deh! Untuk menuju Surabaya dari Jogja, aku naik kereta api eksekutif Turangga yang berangkat jam 2 pagi dari Jogja.
Senja di Stasiun Gubeng.
Sebaliknya, kereta Turangga dari Surabaya menuju Jogja berangkat jam 6 sore. Melewatkan waktu menunggu kereta di Stasiun Gubeng, aku menyempatkan diri untuk memotret suasana stasiun di kala senja. Omong-omong soal stasiun, ada baiknya untuk berhati-hati dalam memotret karena bisa mengundang perhatian orang jahat dan juga bisa nyaris disambar kereta. Terima kasih buat petugas Polsuska (Polisi Khusus Kereta Api) yang sudah mengingatkanku.
Kalau dari kotanya Pembaca berapa km?
Selain itu selama 2 hari di Surabaya, aku juga kerap menjumpai perlintasan kereta api di tengah pemukiman warga yang tidak dijaga. Pantas saja setiap hari selalu ada kasus orang yang ditabrak kereta api. Bagaimana ini pemerintah?
Tentang Dua Hari di Surabaya
Dua hari Surabaya? Jelas, capek banget!
Selain kegiatanku yang padat, dua hari ternyata tidak cukup untuk melampiaskan seluruh keinginan di kota terpanas (selain Semarang ) di pulau Jawa itu. Surabaya adalah kota yang menyenangkan untuk dikunjungi. Meskipun di siang hari terasa terik dan panas, akan tetapi Surabaya memiliki keanekaragaman budaya dan kuliner yang tidak kalah dari Jogja.
Yah, kalau Pembaca belum bisa pergi ke Singapura, datang saja ke Surabaya yang jumlah warga keturunannya tidak kalah dari Singapura. Satu hal yang kusesalkan dari kunjunganku kemari adalah tidak adanya suvenir khas Surabaya. Tidak ada pernak-pernik yang menampilkan objek patung hiu dan buaya, monumen kapal selam, dll. Padahal, benda-benda semacam itu akan mengingatkan kita untuk kembali berkunjung ke Surabaya.
Rek…ayo rek...mlaku-mlaku nang Tunjungan...
NIMBRUNG DI SINI
Cuma karena dipinggir jalan, suasana kolonialnya kurang berasa hehe
btw top deh, enak..
Ke Tunjungan Liat Arca Joko Dolog yang udah termashyur itu, letaknya di belakang Kator Pos Simpang.........
Di belakang bandara Juanda juga ada Candi lho, jaraknya deket, ga sejauh ke Candi Sari, hanya beberpa ratus meter lho !!
Wah, salut kamu bisa betah di surabaya. Wong aku sing arek jatim ae males ke sana... hehehe
(Ini bukan dendam aremania v.s bonek. Kqkqkq)^-^v
itu semua hasil jepretanmu kah?
bagus2...