Umumnya, kebutuhan hidup manusia semakin bertambah setiap saat. Perkembangan zaman adalah salah satu faktornya. Alat-alat mutakhir yang dulu belum eksis, kini mewabah hingga ke pelosok negeri.
Telepon misalnya. Kalau nggak salah ingat, sekitar awal tahun 1990-an jaringan telepon rumah baru masuk Kota Jogja.
Akan tetapi, nyaris tiga puluh tahun kemudian, pamor telepon rumah tergantikan dengan telepon genggam. Itu pun sekarang telepon genggam nggak lagi populer sebagai piranti bercakap lisan.
Dewasa ini, adalah hal yang sangat lumrah bilamana setiap orang memiliki telepon genggam. Dari orang dewasa hingga anak-anak. Sepertinya, hampir nggak ada orang modern yang belum pernah bersentuhan dengan piranti komunikasi tersebut.
Walaupun demikian, tentu ada beberapa syarat agar telepon genggam dapat difungsikan. Pertama, ada sumber daya. Kedua, ada sinyal seluler.
Perkara sumber daya, dewasa ini jaringan listrik dari PLN sudah menjangkau banyak wilayah di pelosok negeri. Belum lagi jika menghitung pembangkit listrik mandiri.
Nah, untuk sinyal seluler ini yang agak susah. Di pelosok daerah, masih banyak wilayah yang belum terjangkau sinyal seluler. Salah satu contohnya adalah Dusun Tegalsari yang masuk wilayah Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.
SILAKAN DIBACA
Minggu (9/12/2018) yang lalu, pas melewati jalan raya di wilayah Dusun Tegalsari, pandanganku tertuju kepada empat spanduk yang membentang di tepi jalan. Awalnya, yang sekilas terbaca dengan jelas hanya satu spanduk yang kondisinya bagus.
Aku menyangka spanduk itu hanya berisi himbauan agar berhati-hati dalam berkendara. Tapi, kok ujung-ujungnya malah “curhat” susah sinyal ya?
DANGER
Mohon kurangi kecepatan kendaraan anda
Jika terjadi kecelakaan kami tidak bisa menghubungi keluarga, rumah sakit, dikarenakan kampung ini MISKIN SINYAL
Ketiga spanduk yang lain rupanya sama-sama berisikan “curhat” susah sinyal. Bedanya, “curhat” di ketiga spanduk ini diungkapkan dalam bahasa Jawa dengan cat bertuliskan tangan.
Lucu-lucu juga “curhat”-nya.
POYO TEGEL WERUH PENERUS BANGSA KOLOT MERGO ORA ONO SINYAL
Terjemahan:
Apa ya tega mengetahui penerus bangsa (jadi) kolot karena nggak ada sinyal.
SUSAH SINYAL JOMBLO PUN TAK MAU
SEPURANE DEK RA TAK CHAT MERGO SINYAL
Terjemahan:
Mohon maaf Dik, (kamu) nggak aku chat karena (susah) sinyal.
Jika dipikir-pikir, dewasa ini telepon genggam adalah alat komunikasi utama. Bahkan mungkin jika mempertimbangkan kecanggihan lain yang dimiliki sebuah telepon pintar, alat ini ibarat pakaian yang senantiasa melekat nyaris 24 jam × 7 hari pada kehidupan seseorang.
Iya toh? Kan umumnya orang-orang sangat jarang sekali mematikan telepon genggam toh? Bahkan saat tidur pun telepon genggam masih menyala toh?
Yah, rasa-rasanya sekarang ini telepon genggam hampir mirip listrik. Nggak bisa dimanfaatkan dalam beberapa menit saja akan membuat hidup terasa kurang nyaman. Iya kan?
Sayangnya, urusan sinyal seluler itu bukan termasuk urusan vitalnya pemerintah. Yang menguasai hajat hidup sinyal seluler itu kan para perusahaan telekomunikasi, macamnya Telkomsel, Indosat, XL, dsb.
Perusahan-perusahaan telekomunikasi itu jelas memiliki sejumlah pertimbangan ketika akan menghadirkan stasiun pemancar sinyal seluler di suatu daerah. Termasuk alasan mengapa Dusun Tegalsari belum terjangkau sinyal seluler.
Semoga saja, seiring dengan kemajuan zaman, sinyal seluler bisa dinikmati oleh warga Dusun Tegalsari dalam waktu dekat. Dengan demikian di Dusun Tegalsari jadi ada warga yang menjual pulsa. Lumayan lah bisa membantu pelancong yang mendadak kehabisan pulsa di tengah perjalanan membelah perbukitan Menoreh.
Selanjutnya, setelah "curhat" sinyal seluler, mungkin “curhat” kalau lokasi mesin ATM lumayan jauh?
NIMBRUNG DI SINI
dikawasan menoreh sudah berdiri tower
seluler kok, tapi ya, walau ada tower tapi
kalo dusunnya terhalang bukit lain ya ttp aja
gk ada sinyal. Gak mungkin juga operator
bangun tower di tiap puncak bukit, kan
biayanya mahal apalagi di daerah desa
pengguna sedikit. Ya beli penguat sinyal itu
cara paling simpel.