Nggak tahu kenapa, kayaknya pelepasan ribuan lampion ke udara adalah agenda Dieng Cultural Festival 2014 yang paling dinanti-nanti. Mungkin karena unik sekaligus romantis ya? Hahaha. Yang jelas, kemeriahan pelepasan lampion itu juga diwarnai oleh semarak kembang api yang bersahut-sahutan di gelapnya langit. Kebayang kan gimana sensasinya?
SILAKAN DIBACA
Hari Sabtu sore (30/8/2014), kami berenam baru selesai observasi kompleks Candi Arjuna saat azan magrib berkumandang. Karena masjid di kompleks Candi Arjuna rame banget, Dhe ngajak balik dulu ke homestay buat salat Magrib. Lagipula, goodie bag Dieng Culture Festival 2014 yang isinya lampion dan jagung bakar juga masih di homestay.
Kompleks Candi Arjuna yang tertutup karena mau dipakai untuk ritual ruwatan besok.
Sekitar jam 19.30 WIB, kami berenam balik lagi ke lapangan kompleks Candi Arjuna. Tapi berhubung laper, kami mampir dulu makan bakso yang per porsinya Rp10.000. Maklum, hari ini kan baru makan sekali. Kami juga sempat berkonsolidasi dengan Ibu pemilik kios suvenir, supaya di Dieng ini bala kurawa-nya makin banyak, hahahay.
“Mas Mbak, itu lampionnya sudah mulai terbang lho!”, ujar si Ibu mengingatkan kami.
Wedala... kok sudah pada mulai?
Welah modyar! Kok ya menerbangkan lampionnya nggak nunggu kami selesai makan bakso dulu? #siapa.elu? Apa boleh dikata, kami cepat-cepat melesat menuju lapangan untuk menerbangkan lampion. Di tengah huru-hara itu, yang ada di dekatku hanya Dhe dan Wika. Sedangkan tiga yang lain entah di mana keberadaannya.
Pas sampai di lapangan jelas bingung lah. Ini lampion gimana cara menerbangkannya ya? Terus apa diterbangkan dari satu titik khusus atau gimana? Nunggu beberapa saat... kok sama sekali nggak ada arahan dari panitia. Alhasil, satu-satunya cara adalah dengan mengamati pengunjung lain yang sudah berhasil menerbangkan lampion. Okelah, learning by watching.
Ooo... caranya gitu toh mbak? Ya ya ya... #gagalfokus
Kalau menurutku itu yang harus dilakukan untuk bisa menerbangkan lampion adalah sebagai berikut.
- Siapkan senter dan alat pemantik api.
- Minimal pelakunya dua orang. Satu orang memegang lampion. Satunya lagi menyulut api ke parafin.
- Parafin butuh waktu lama supaya bisa terbakar. Jadi, jaga lampion dari terpaan angin.
- Begitu parafin mulai terbakar segera kembangkan rongga lampion.
- Tunggu sekitar 1 menit sampai lampion benar-benar menggembung sebelum dilepas ke udara.
- Pas melepas lampion jangan dilempar! Bahaya!
- Siap-siap menangkap lampion kalau mendadak jatuh. Kalau kena pengunjung lain kan bahaya.
Oh iya, megangnya hati-hati biar lampionnya nggak kebakar. Itu udah gosong .
Sedangkan untuk memotret pelepasan lampion-lampion ini aku mengatur Nikon D80 ke mode manual (M). Setting yang aku pakai ISO 1.600, f/4, dan 1/20 detik. Selalu itu dan nggak pernah aku ganti-ganti sampai acara selesai. Hasilnya, ya seperti foto-foto di bawah ini nih.
Seperti judul artikel ini. Beberapa saat sebelum pelepasan lampion berakhir, panitia menggelar pesta kembang api. Waooow keren! Top banget deh buat panitia untuk momen yang satu ini! Semua pengunjung terlihat happy semua.
Spektakuler! We want more!!! Kyaaa!
Dua kawan yang juga happy sambil kedinginan itu.
Selesai dengan pelepasan lampion dan pesta kembang api, saatnya agenda berlanjut ke acara bakar-bakar jagung dan nonton pagelaran Jazzatasawan. Lagi-lagi kami juga sempat kebingungan karena nggak tahu apa yang mesti dilakukan kalau tidak meniru pengunjung lain, hahaha.
Birapun jagungnya nggak dikasih bumbu, karena laper ya sikat bleh!
Sedikit saran dariku buat panitia supaya di Dieng Culture Festival berikutnya bisa lebih banyak memberi arahan kepada pengunjung. Pakai pengeras suara juga boleh. Ini supaya di lokasi acara pengunjung nggak pada bingung dan juga untuk mengendalikan kondisi di lapangan. Sebab, umumnya orang Indonesia itu agak susah tertib kalau sudah berkerumun. Hehehe.
Cuma njepret sekali, habis itu pulang. Dingin bok!
Kami cuma melongok Jazzatasawan barang sebentar, karena mikirnya besok Minggu harus sudah bangun sepagi supaya bisa lihat sunrise dari bukit Sikunir. Sekitar jam 23.00 WIB kami sampai di homestay dan ternyata Irfan, Sam, dan Unda sudah meringkuk di balik selimutnya masing-masing. Wealah...
Pembaca apa pernah melihat acara pelepasan lampion ya? Gimana menurut pembaca kalau acara pelepasan lampion ini diperbanyak? Eh, tapi lampion-lampion yang terbang itu bakal jatuh di mana ya? Jadi sampah dong?
NIMBRUNG DI SINI
tapi jadi mikir ratusan lampion yg sudah terbang itu mendarat di mana ya? apa nyampah begitu saja?
saya yg bingung itu ntarnya gimana ya itu lampion yg terbang, jatuhnya dimana? dan apa tidak takut nantinya jatuh ke atap rumah orang dan menyebabkan kebakaran?
DCF dari plastik kah?
wuah blognya kece badai, fotonya juga bagus-bagus.
btw aku dari dulu emang mupeng ke Dieng Culture Festival karena liat foto-fotonya yang bagus. Tapi sampai sekarang hanya mupeng saja. aahhh lampionnya bagus banget
buat bikin api di lampion direndem dulu di minyak lemak itu semalaman, cm aku lupa
dulu dikasih bahan campuran lain apa enggak, aku inget banget dl soalnya yang dapet
jatah ke pasar buat nyari lemak sapi -_-\"
kalau lampion lokal masyarakat sana biasa pakai lemak sapi untuk bahan bakar jadi inget
dulu bikin lampion buat tanda perpisahan dari warga ke anak2 KKN huehehe
kayaknya seru tuh mas mantap tahun depan moga kesampean dah ^-^
Keren banget goodie bag nya dapet lampion. Belom pernah tau perayaan yang goodie
bagnya segitu heboh dan ada pelepasan bareng. Lebih eksklusif daripada sekadar
menerbangkan balon ya :D
Tapi memang kayaknya asyik banget acaranya ya. Bener-bener party. Apalagi kalau bisa dilewatkan bareng kekasih. Ahaaaay.....
Ya nggak mesti sama kekasih juga sih (kasihan yg jomblo :p). Pokoknya ada temennya aja. Kan klo dingin ada yg bisa dipeluk... #eh?
seru juga menerbangkannya .. tapi kayknya mesti hati2 ya ... jadi kepengen nyoba ..
hehe..mirip ketika Perayaan Tri Suci Waisak ya.. :D
blog ini mas, salam kenal. Keren2 fotonya