HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Segelas Teh Hangat di Embung Tonogoro Banjaroya

Minggu, 24 Desember 2017, 05:00 WIB

Dan nikmat Tuhan apa yang hendak kau dustai dari segelas teh hangat?

Dan nikmat Tuhan apa yang hendak kau tolak dari segelas teh hangat?

Dan sungguh, nikmat Tuhan apa yang hendak kau ingkari dari segelas teh hangat?

 

Betul sekali!

 

Racauanku di atas itu hanya tentang...

 

SEGELAS TEH HANGAT

 

#senyum.lebar

 

 

Segelas teh hangat dalam gelas bervolume sekitar 300 ml seperti foto di atas itu dikenai harga Rp2.500. Jikalau disandingkan dengan air mineral dalam kemasan botol plastik bervolume 600 ml seharga Rp3.000, jelaslah lebih “menguntungkan” minum air putih rebus sendiri mineral. #hehehe

 

 

Tapi ini segelas TEH HANGAT!

 

Minuman tradisional yang sedari tadi sudah akut meracuni benak dan pikiranku semenjak menempuh jalan menanjak sepanjang lima kilometer di bawah teriknya matahari Yogyakarta.

 

 

Dan sungguh!

 

Apa yang salah dari segelas TEH HANGAT?

 

Ketika aromanya membius hidung.

Ketika hangatnya memanjakan kerongkongan.

Ketika manisnya menggetarkan lidah. (karena ditambah gula #hehehe)

 

 

Segelas teh hangat benar-benar minuman layaknya nektar! Laksana air kafur! Yang mana, tiada satu orang pun yang sanggup menistakan karunia-Nya yang senikmat ini!

 

Benar begitu bukan!? #senyum.lebar

 

 

“Teh e kurang panas!” seru Mbah Gundul membuyarkan lamunan ke-lebay-anku.

 

Ya.

 

Sekian baris kalimat lebay pada paragraf pembuka di atas bubaaar karena ucapannya Mbah Gundul barusan.

 

Aaaaarrgh! Si Mbah benar-benar ngerusak mood-ku menikmati segelas teh hangat! #sedih

 

 

“Wis, gek ndang kono lungo! Potret kae embung e!” [1] si Mbah Gundul mengusir aku yang belum tersadar sepenuhnya dari fantasi kenikmatan segelas teh hangat.

 

“Gowo sisan teh e!” [2] si Mbah menyeru lagi.

 

[1] Sudah, sana cepat pergi! Foto itu embungnya!

[2] Bawa sekalian tehnya!

 

 

Jadi ya syudah. #hehehe

 

Bersama segelas teh hangat di tangan aku pun pergi meninggalkan Mbah Gundul di parkiran dekat warung-warung. Si Mbah sedang berupaya memperbaiki front derailleur sepedanya supaya mau dipindah ke gir terkecil.

 

Maklum, sehabis dari sini kan jalannya masih nanjak. Jadi, front derailleur perlu bisa dipindah ke gir terkecil supaya gampang nanjak. Tapi, aku sendiri malah mengharapkan supaya Mbah Gundul kesusahan nanjak dan memunculkan menuntun sepeda. #eh #hehehe

 

 

Dari kejauhan aku disambut oleh ikon embung yakni sebuah patung durian besar yang terbelah sebagian sehingga mempertontonkan daging buah yang menguning. Di alas patung durian tercetak tulisan “Durian Menoreh Kuning”.

 

Bersama dengan kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran, Perbukitan Menoreh sudah lama terkenal sebagai kawasan wisata kuliner durian. Dulu pada tahun 2014 silam aku juga pernah bersepeda berburu durian Menoreh bareng Mbah Gundul dan kawan-kawan. #senyum.lebar

 

Di tengah patung durian besar ini terdapat plakat marmer yang menginformasikan peresmian embung pada hari Jumat tanggal 28 Februari 2014 oleh ngarsa dalem Sri Sultan Hamengkubuwana X.

 

 

Dan eng ing eeeeng....

 

Inilah dia pemandangan embung yang amat sangat indah!

 

Subhanallah!

 

 

Eh, eh, eh. Embung yang aku singgung-singgung ini jelas punya nama dong! #senyum.lebar

 

Orang-orang lebih mengenalnya sebagai Embung Banjaroya karena letaknya berada di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

 

Kalau di plakat peresmian yang ada di patung durian itu nama embung ini adalah Waduk Mini Banjaroya.

 

Ada juga orang-orang yang menyebut embung ini dengan nama Embung Tonogoro karena letak persisnya embung ini berada di Dusun Tonogoro.

 

Buat Pembaca yang masih bingung posisi embung ini ada di mana, berikut peta lokasinya. #senyum.lebar

 

 

Menikmati segelas teh hangat di bawah naungan cerahnya langit biru yang bersih dari awan benar-benar suatu kenikmatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Hanya puji dan syukur ke hadirat Gusti Allah SWT yang bisa kuhaturkan.

 

Alhamdulillah.

Alhamdulillah.

Alhamdulillah.

 

 

Selain langit nan indah merona yang membuat momen menikmati teh hangat pada pagi itu lebih terasa sangat sakral dan spesial adalah kehadiran panorama agung Gunung Merapi dan Gunung Merbabu!

 

Haloooo dua gunung yang bikin aku betah tinggal di Yogyakarta! #senyum.lebar

 

Kalau di foto gunungnya kan terlihat kecil ya? Tapi sebenarnya aslinya seakan-akan dua gunung itu seperti lukisan pemandangan berukuran besaaar yang bisa disentuh tangan, hahaha. #senyum.lebar

 

Haiiiih… jadi tergoda untuk menyapa Merapi lebih dekat. Sayang posisiku dan Merapi terpaut jarak sekitar 35 km, huhuhu. #sedih

 

 

Oh iya, iyaa, untuk meresapi adegan minum teh sambil mengagumi indahnya embung + cerahnya langit biru + gunung merapi + gunung merbabu ini bisa dilakukan sambil bernaung di pendopo-pendopo kecil yang tersebar di sekitar embung lhoo!

 

Eh, Kalau mau duduk-duduk di rumput ya boleh juga sih. (asal tahan panas saja #hehehe)

 

Untuk duduk-duduk bersantai di pendopo-pendopo kecil ini pengujung nggak ditarik uang alias gratis-tis-tis! Yang ditarik uang itu kalau mencorat-coret atau merusak pendopo. Oknum-oknum yang seenaknya berbuat semacam itu nanti bakal dikenakan sanksi denda sebesar Rp500.000!

 

Di sekitar pendopo juga banyak tempat sampah. So please banget jangan menyampah sembarangan yah!

 

 

Kalau diamati di sekitar embung minim pohon peneduh. Jadinya terkesan panas.

 

Sebetulnya di sekitar embung ditanami pohon kelengkeng. Tapi, pohonnya masih belum telalu besar.

 

Eh, di dekat patung durian yang besar itu sebenarnya ada satu pohon kelengkeng yang sudah berbuah. Tapi nggak tahu deh buah kelengkengnya boleh dipetik pengunjung atau nggak. #hehehe

 

Yang aku bingung kok malah nggak ditanam banyak pohon durian ya?

 

 

Untuk pengunjung yang gemar berinteraksi dengan ikan-ikan (terutama para bocah #senyum.lebar) tersedia pakan pelet seharga Rp2.000 per bungkus yang bisa disebarkan untuk disantap para ikan. Seru kan melihat ikan-ikan berkerumun rusuh menyantap pelet yang disebar? #senyum.lebar

 

Oh iya, jelas ikan-ikan di embung ini nggak boleh dipancing lhoo ya!

 

 

Nggak terasa karena saking asyiknya motret-motret dan menikmati pemandangan, teh di gelas yang aku ewer-ewer keliling embung ini hanya berkurang sedikit, hahaha. #senyum.lebar

 

Eh iya, apa kabarnya sama Mbah Gundul ya? Lupa aku meninggalkan dia sendiri di parkiran sambil ngutak-atik sepeda. Jangan-jangan akunya malah ditinggal pergi lagi!? Wah, harus segera balik ke parkiran ini!

 

 

“Wis puas!?” [3] tanya Mbah Gundul sambil duduk santai meminum tehnya.

 

Hooo, rupanya sepedanya sudah selesai diutak-atik. Si Mbah sudah siap buat melahap sekian kilometer tanjakan di depan.

 

[3] Sudah puas?

 

 

Jadi ya syudah.

 

Aku habiskan isi gelas tehku lalu cepat-cepat membayar dua gelas teh ke si mas pemilik warung sebelum didahului Mbah Gundul #senyum.lebar. Sebelum kami meninggalkan embung si Mbah menyerahkan suatu benda kepadaku yang sekiranya bisa dipakai untuk mengobarkan semangat bersepeda nanjak.

 

 

NKRI Harga Mati!

Sepeda Selalu di Hati!

 

Hahahaha! #senyum.lebar

 

Perjalanan kami pada hari Rabu (17/5/2017) ini masih panjang. Cukuplah Embung Banjaroya sebagai tempat pelepas lelah sekaligus pengingat akan kenikmatan teh manis hangat dunia yang sesaat. #senyum.lebar

 

Ayo lanjut bersepeda lagi!

NIMBRUNG DI SINI