Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Langit masih gelap. Jalanan masih sepi. Sementara kumandang azan subuh baru tuntas beberapa detik yang lalu.
Dengan mengendarai sepeda motor pinjaman, Major Tom memutar balik dan kembali menyusuri jalan aspal yang menanjak di perbukitan Dlingo. Ya maklum, soalnya aku yang setia duduk dibonceng ini mengantuk sehingga salah memberi tahu cabang jalan yang semestinya diambil, hehehe. #hehehe #efek.bangun.pukul.3.pagi
SILAKAN DIBACA
Kami pun tiba kembali di muka pertigaan kecil yang mengarah ke Kebun Buah Mangunan. Pagi buta itu hanya satu-dua orang yang melintas di sana. Agaknya pamor spot-spot kekinian di perbukitan Dlingo pada hari Selasa (25/4/2017) ini lumayan redup.
Belum pula tiba di lokasi tujuan, laju sepeda motor mendadak terhenti. Suasana masih gelap. Sekeliling kami didominasi pohon tinggi dan semak lebat. Tidak tampak ada seorangpun di sana. Untung saja mesin sepeda motor masih menyala.
Sambil mencermati citra yang kian jelas diterangi oleh sorot lampu sepeda motor, Major Tom berkata kepadaku.
“Mas, nanti pulangnya mampir sini ya!”
Kata “sini” yang dimaksud oleh Major Tom adalah Jurang Tembelan. Salah satu spot kekinian di perbukitan Dlingo yang tersohor dengan panggung selfie menyerupai haluan kapal.
Jurang Tembelan berada di Dusun Kanigoro, Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Karena itu tempat ini memiliki nama lengkap Jurang Tembelan Kanigoro. #senyum.lebar
Jurang Tembelan hanya berjarak beberapa puluh meter seusai melewati gapura Kebun Buah Mangunan. Jadi, untuk menuju ke Jurang Tembelan bisa dengan mengikuti arahan papan-papan petunjuk menuju Kebun Buah Mangunan yang kini telah banyak bertebaran di sepanjang jalan. #senyum.lebar
Sesuai permintaan dari Major Tom, kami pun mampir ke Jurang Tembelan setelah menuntaskan misi utama di Bukit Pangguk Kediwung. Jam menunjukkan pukul tujuh pagi kurang lima belas menit. Area parkir yang tampak sepi di pagi buta tadi kini berubah ramai. Jumlah mobil tak kalah banyak dengan jumlah sepeda motor. Dengan membayar tarif parkir sebesar Rp2.000 aku pun menemani Major Tom mengusir rasa penasarannya terhadap tempat ini.
Dan kenapa pula ya namanya Jurang Tembelan?
Apa di jurang ini banyak tembel-tembelannya? #hehehe
Deretan warung-warung sederhana menyambut setiap pengunjung yang melangkahkan kaki dari area parkir kendaraan. Melihat adanya potensi memilih salah satu di antaranya sebagai tempat mengisi perut, aku sempat berkeinginan mampir. Akan tetapi, sampai kami selesai menjamah Jurang Tembelan tidak ada satupun dari warung-warung tersebut yang sempat aku singgahi, hahaha. #senyum.lebar
Sebagaimana pula yang bisa disangka, pada pagi hari itu Jurang Tembelan diramaikan oleh pengunjung yang kebanyakan adalah anak-anak muda. Selain panggung haluan kapal, di tempat ini juga terdapat sejumlah panggung foto lain seperti rumah pohon ataupun sayap kupu-kupu. Akan tetapi, yang paling tenar ya tetap panggung haluan kapal itu. #hehehe
Mengikuti jejak para pengunjung lain, dengan bersemangat Major Tom ikut mengantri berfoto di panggung haluan kapal. Kerumunan pengantri yang sebagian besar adalah kaum hawa tak membuatnya minder. Ah, mungkin itu yang membuatnya tak surut semangat. Bahkan diserobotpun ia persilakan dengan besar hati. #senyum.lebar
Untuk berfoto di panggung haluan kapal ini pengunjung tidak ditarik biaya sepeser pun. Pun tidak ada petugas yang mengawasi gerak-gerik pengunjung serta seberapa lama pengunjung boleh berposa-pose di atas panggung kayu ini.
Aku sendiri kurang berminat berfoto-foto dengan dekorasi artifisial semacam ini. Sembari menunggu giliran Major Tom beraksi di depan kamera, aku celingak-celinguk mengamati suasana sekitar. Siapa tahu ada titik menarik untuk mengabadikan pesona lanskap lembah Kali Oya.
Sayang aktivitasku terhenti oleh pengunjung-pengunjung yang memohon bantuan. Mungkin karena pada waktu itu aku mengalungkan dua DLSR sekaligus sehingga terkesan sebagai fotografer handal. Padahal, foto-fotoku bagus kalau sudah dipermak di Lightroom atau Photoshop. #hehehe
Salah satu pengunjung yang memohon bantuan adalah seorang hot mom ibu muda yang mengaku berasal Jakarta. Dirinya memasrahiku tugas memotret sosoknya menggunakan DSLR dengan lensa telefoto 55-250 mm. Sungguh tugas yang menantang karena latar pemandangan pasti terekam sempit. Untung di awal beliau berfatwa “tinggal jepret saja Mas!”. Alhasil, hasilnya mau bagus atau jelek ya bukan urusanku. #hehehe
Salah dua pengunjung lain adalah sekumpulan Ibu-Ibu yang berasal dari Malaysia. Hohoo rupanya turis mancanegara pun juga mengenal Jurang Tembelan! Untung kali ini ibu-ibu negeri jiran itu hanya memohon pertolongan memotret dengan telepon pintar. Tapi, entah kenapa sewaktu menghitung “1, 2, 3” aku melafalkannya dengan logat Melayu #hehehe. Ah, jadi teringat blusukan-ku di Pulau Lingga jadinya.
Setelah Major Tom puas aku jeprat-jepret, aku ajak dirinya menyisir sekitar Jurang Tembelan. Eh, ketemulah satu tempat di pinggir tebing di balik rimbunnya semak yang tak terjamah pengunjung.
Di spot ini kami menikmati panorama lembah Kali Oya dari ketinggian dengan lebih lega dan alami. Dibanding panggung-panggung foto di atas, jujur aku lebih suka menikmati pemandangan dari tempat ini. Ini tempat yang harus dijaga sekali kealamian dan kelestariannya.
Aku jadi bertanya-tanya, apakah pemandangan lembah Kali Oya ini tidak berubah sejak berpuluh-puluh tahun silam? Atau mungkin malah sejak beratus-ratus tahun silam? Ataukah pada zaman dahulu pemandangan yang tersaji lebih alami dengan lebatnya pepohonan?
Sayang memang pada pagi hari itu langit agak kurang cerah, air Kali Oya tampak keruh kecokelatan, dan tak ada sapaan khas lautan kabut. Akan tetapi, inilah Yogyakarta dengan sejuta pesonanya yang mengundang berbagai macam manusia dari berbagai belahan bumi untuk singgah kemari. #senyum
Mengagumi indahnya ciptaan Tuhan. Mensyukuri bahwa tempat ini hanya berjarak sekitar 23 km dari rumah dengan waktu tempuh kurang dari 40 menit berkendara mesin.
Pukul setengah delapan pagi kami meninggalkan lokasi. Perjalanan kami pada pagi hari ini masih menyisakan satu tujuan. Apakah gerangan? #senyum.lebar
heuheuheu
Eh,, mana nih foto Hot Mom nya?? Hahaha..
Salam
-Traveler Paruh Waktu
😂😂😂😂
blognya seru , nggak bosen baca berkali-kali