Bulan Ramadan 1438 H sebentar lagi berlalu. Walau demikian, ternyata Ramadan masih menyisakan malam yang lumayan berkesan.
Ya, sesuai judul artikel ini, masih ada hubungannya sama salat tarawih sih. #senyum.lebar
SILAKAN DIBACA
Jadi ceritanya, pada Senin malam (19/6/2017) yang lalu aku mampir nilik Paris yang baru saja ditinggal mudik istri-anaknya. Lha, daripada dia malam-malam nelangsa kesepian, ya mending aku ikut ngerusuhi tempat tinggalnya saja toh? #hehehe
Singkat cerita, sekitar pukul enam sore lewat beberapa belas menit aku tiba dengan nyasar-nyasar #as.always #hehehe di rumah kontrakannya Paris. Terus ya dilanjut ngobrol-ngobrol ngalor-ngidul-ngetan-ngulon sampai terdengar azan isya dikumandangkan.
Paris yang ngakunya belum pernah salat tarawih berjamaah pada Ramadan tahun ini akhirnya terbujuk rayuku buat salat di masjid. Kami pun berjalan kaki menuju Masjid Al-Hidayah yang terletak di Kampung Babadan, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Kemudian tibalah pada saat di mana pak imam (namanya Pak Heri atau Pak Hari gitu) membawakan ceramah singkat sebelum salat tarawih dimulai.
Pak imam mengawali ceramahnya dengan cerita seorang pemuda yang terlihat menyedihkan. Kurus kering, pakaian compang-camping, dan berkali-kali mengeluh bahwa ia miskin.
Kemudian, pada suatu ketika bertemulah si pemuda ini dengan seorang pria tua. Mendengar kesedihan si pemuda, pria tua ini kemudian bertanya,
“Gimana kalau satu jarimu saya potong, terus kamu saya kasih Rp50 juta. Mau?”
Mendengar permintaan yang aneh macam itu si pemuda pun menolak tanpa pikir panjang,
“Wah ya jangan dong! Nggak mau saya!”
Mendengar jawaban itu si pria tua tersenyum dan berkata,
“Itu tandanya kamu kaya!”
Si pemuda kebingungan,
“Lha bagaimana bisa saya kaya hanya karena nggak mau dipotong jari? Lha wong saya saja uang di dompet nggak punya kok!”
Si pria tua pun kembali bertanya,
“Ya sudah! Sekarang semua jari di tangan kananmu saya potong terus saya kasih kamu Rp200 juta buat ngisi dompetmu sampai penuh! Mau nggak?”
“Ya nggak lah! Saya nggak mau dipotong jari meskipun dikasih uang jutaan rupiah!” jawab si Pemuda emosi
Lagi-lagi, si pria tua hanya tersenyum sambil mewangsuli dengan jawaban yang sama,
“Itu tandanya kamu kaya! Lha dikasih ratusan juta saja nggak mau.”
Pak imam kemudian bilang bahwa dalam hidup ini kadang kita itu menyepelekan nikmat sehat wal afiat yang sudah diberikan oleh Gusti Allah SWT kepada kita.
Coba perhatikan, sehari-hari kita bernapas kan menghirup oksigen toh? Dari kita masih bayi sampai dewasa sekarang sudah berapa liter oksigen yang kita hirup?
Dan oksigen itu kan ya mahal. Tabung oksigen yang biasa dipakai di rumah sakit itu saja harganya jutaan rupiah dan paling hanya beberapa jam sudah habis. Ya toh?
Pak imam mengutip arti surat An-Nahl ayat ke-18 yang berbunyi,
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Itulah yang menyebabkan kita sebenarnya adalah orang yang kaya. Pak imam pun melanjutkan ucapannya,
“Harta itu memang salah satu faktor seseorang disebut kaya. Akan tetapi, harta bukanlah satu-satunya faktor kaya. Kesehatan adalah salah satu faktor lain. Lha kalau punya banyak uang tapi sakit-sakitan ya buat apa? Buat apa punya uang ratusan juta tapi jari tangan hilang dan nggak akan kembali?”
Selain sehat secara jasmani, sehat ya juga secara rohani. Kan ada itu yang sehat secara jasmani tapi rohaninya nggak sehat seperti (maaf) para orang-orang nggak terurus yang sering keliaran di jalan-jalan itu.
Bersyukur kepada Gusti Allah SWT adalah cara untuk menghargai nikmat kesehatan yang Ia berikan kepada kita. Bersyukur atas kesehatan jasmani dengan menjaga dan merawat badan kita. Bersyukur atas kesehatan rohani dengan cara beribadah kepada-Nya.
Dan ibadah itu nggak hanya sebatas salat, zikir, zakat, dan sebagainya. Bekerja tekun untuk menghidupi diri sendiri, keluarga, anak dan istri, itu juga termasuk salah satu bentuk ibadah. Salah satu bentuk syukur bahwa kita diberikan nikmat kesehatan sehingga mampu melakukan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.
Jujur, ceramah tarawih pada malam hari itu adalah satu dari tiga ceramah tarawih yang sangat berkesan buatku pada Ramadan 1438 H ini. Bahkan sampai rakaat kedua salat tarawih aku masih terbayang-bayang isi ceramah di atas itu. Sampai menitikkan air mata pula, hahaha. #senyum.lebar
Kenapa ya?
Ya mungkin karena aku sering kurang bersyukur dalam hidup ini. Aku sering membalas percakapan yang “itu-itu” dengan jawaban serupa,
“Heh! Yang kaya itu orangtuaku yo! Anaknya sih miskin! Coba bandingkan sama mereka yang kerja di ibu kota itu. Meskipun nyicil tapi mereka sudah punya rumah, kendaraan, dan bisa jalan-jalan ke luar negeri!”
Dan ya, semoga setelah ini aku bisa menjadi pribadi yang lebih bersyukur. #senyum
Dan doa kupanjatkan bagi pak imam yang telah memberikan ceramah yang menggugah hati pada malam ke-25 Ramadan.
merasa kaya raya skarang kan? :)