HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Bermalam di Muara Takus Bermodal Basmallah dan Bakpia

Senin, 20 Maret 2017, 11:22 WIB

Perjalanan blusukan di Riau pada akhir April 2016 silam adalah suatu perjalanan yang aku lakukan tanpa perencanaan matang. Demikian pula untuk urusan penginapan. #senyum.lebar

 

Boleh dibilang aku terkesan menggampangkan. Uang di ATM toh cukup buat bermalam di hotel berbintang. Separah-parahnya isi dompet, bermalam di SPBU atau masjid juga nggak jadi soal. #hehehe

 

Namanya juga tukang keluyuran bermental gembel, wekekeke. #senyum.lebar

 

 

Walaupun demikian, aku sudah menyiapkan 2 hal yang seenggaknya bisa menjadi bekalku di dalam kondisi yang serba tidak pasti ini yaitu:

 

  1. Basmallah
  2. Bakpia #senyum.lebar

 

Basmallah itu penting buatku. Terutama sebagai seorang muslim Jawa yang memegang prinsip,

 

Wis dilakoni wae. Sing penting bismillah sek.

Sudah dijalani saja. Yang penting bismillah dulu.

 

Aku meyakini basmallah merupakan suatu bentuk permohonan izin dan juga kepasrahan seorang hamba kepada kehendak Gusti Allah SWT. #senyum #mendadak.alim

 

Aku yakin, apabila mengawali setiap perbuatan dengan menyebut basmallah, InsyaAllah hasil akhirnya akan baik. Jikalau hasil akhirnya kurang baik ya... seenggaknya hasilnya nggak buruk-buruk amat lah. #senyum

 

Dan di tengah kondisi genting bin kepepet yang nggak bisa diprediksi itu manusia umumnya jadi ingat dan dekat sama Tuhan toh? Hehehe. #hehehe 

 

 

Nah kalau bakpia?

 

KENAPA HARUS BAKPIA?

 

Eh, kenapa ya? #hehehe

 

 

Pertama, bakpia adalah identitas Yogyakarta. Berhubung KTP-ku masih terbitan Jakarta, jadi aku percaya bahwa bakpia adalah satu-satunya alat bukti yang sangat ampuh untuk meyakinkan warga Riau bahwa aku melancong dari Yogyakarta. #senyum.lebar

 

Kedua, berhubung aku bukan perokok, jadi aku berniat memfungsikan bakpia sebagai pengganti rokok agar suasana dan obrolan dengan warga setempat menjadi lebih gayeng nan akrab. Walaupun ya harga sekotak bakpia isi 24 itu lebih mahal dibanding sebungkus rokok isi 16 sih. #hehehe

 

Ketiga, karena bakpia itu makanan! Semisal aku tersasar di suatu tempat antah berantah yang terpencil dari warung, bakpianya kan bisa aku sikat pas kelaparan! Hahahaha. #senyum.lebar

 

Cerdas toh aku? #senyum.lebar

 

Dari Yogyakarta ke Desa Muara Takus

Berbekal basmallah yang dipancangkan di dalam hati serta 2 kotak bakpia yang dikemas di dalam tas carrier aku pun memulai perjalanan dari Yogyakarta menuju Riau.

 

Untuk  pergi ke Riau ya jelas butuh tiket transportasi dong! Waktu itu aku memilih naik pesawat Citilink rute Yogyakarta – Jakarta – Pekanbaru pada hari Senin (25/4/2016). Harga tiketnya Rp528.000. #menguras.rekening

 

Eh, tiba-tiba pada Senin pagi aku dapat kabar kalau penerbangan Citilink rute Yogyakarta – Jakarta dibatalkan! Waduh!!! Rencana blusukan di Riau yang kususun setengah matang jadi balik mentah lagi deh. #sedih #sedih

 

 

Alhamdulillah, setelah aku berdiskusi via telepon dengan segelintir mbak-mbak customer service-nya Citilink, aku dapat ganti penerbangan pada hari Selasa (26/4/2016).

 

Nggak ada tambahan biaya. Nggak dapat uang kembalian juga #ngarep. Rute pesawatnya langsung Yogyakarta – Pekanbaru tanpa transit di Jakarta. Enak tenan! #senyum.lebar

 

Oh iyo, informasi mengenai transportasi dari Yogyakarta ke Pekanbaru ke Desa Muara Takus bisa Pembaca simak pada artikel di bawah ini.

 

 

Sesuai rencana awal, sesampainya di Pekanbaru aku bakal langsung cap-cus ke Candi Muara Takus. Perkara tempat menginap nanti sajalah aku pikirkan semisal di tengah perjalanan sudah masuk waktu Magrib. #hehehe

 

Alhamdulillah, di sepanjang perjalanan dari Yogyakarta menuju Desa Muara Takus aku berjumpa dengan orang-orang yang sudi berbagi informasi tentang angkutan umum yang mesti aku naiki.

 

  1. Di dalam pesawat, dua abang-abang yang duduk di sebelahku memberi tahu angkutan umum superben dari Pasar Panam ke Muara Takus.
  2. Selepas menunaikan salat zuhur di Masjid Al-Ikhlas Pekanbaru, aku bertemu seorang bapak yang memberi tahu angkutan umum Kota Pekanbaru yang lewat Pasar Panam.
  3. Di Terminal Bangkinang, bapak petugas terminal menyarankan aku untuk mengejar superben tujuan ke Desa Muara Takus dengan naik angkot ke Pasar Kuok.

 

Berkat pertolongan Gusti Allah SWT dan juga informasi dari orang-orang di atas, sampailah aku dengan selamat di Desa Muara Takus sekitar pukul 7 malam. Karena sudah lepas Magrib jadi ya aku memutuskan untuk menginap di Desa Muara Takus.

 

Tapi... menginap di mana ya?

 

Malam Hari itu di Desa Muara Takus

Desa Muara Takus itu letaknya ada di pinggir jalan. Tapi bukan jalan raya yang ukurannya besar lho! Saat siang truk-truk sering hilir mudik lewat jalan ini.

 

Suasana Desa Muara Takus saat aku tiba itu lumayan gelap. Minim penerangan jalan. Adapun rumah-rumah jalan di sepanjang jalan cukup jarang. Suasananya sepi mirip di kuburan. Yah, namanya juga di desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota. #hehehe

 

 

Duduk di sebelahku di dalam superben adalah seorang bapak paruh baya. Beliau ini warga Desa Gunung Bungsu (desa tetangga Muara Takus). Di sepanjang perjalanan kami sempat mengobrol. Beliau kaget ketika tahu aku berniat ke Desa Muara Takus tanpa punya tempat menginap.

 

Lha ya gimana ya Pak? Namanya juga perjalanan tanpa rencana matang, hehehe. #hehehe

 

 

Kebetulan, beliau kenal baik dengan mantan Kepala Desa (Kades) Muara Takus. Karena belum ada tempat menginap, beliau menyarankan aku untuk bermalam di kediaman Pak mantan Kades itu.

 

Superben pun memasuki wilayah Desa Muara Takus. Bapak yang duduk di sebelahku lantas meminta pak sopir untuk berhenti di depan warung milik Pak mantan Kades. Letak warungnya persis di pinggir jalan. Aku kemudian turun di sana. Nggak lupa membayar ongkos superben sebesar Rp25.000.

 

 

Aku perhatikan warungnya sepi. Pintu warung dalam kondisi tertutup. Akan tetapi lampu di dalamnya menyala.

 

Tanpa pikir panjang aku menghampiri warung dan mengetuk pintunya. Tak lupa disertai dengan ucapan salam. Sayangnya, setelah beberapa ketukan dan ucapan salam, aku sama sekali nggak mendapatkan respons dari dalam warung. Wew....

 

Aku kemudian celingak-celinguk mengamati suasana di sepanjang jalan desa. Di kejauhan aku lihat ada seorang bapak yang sedang duduk-duduk di teras rumah. Aku lantas menghampiri rumah tersebut dan berbincang dengan si bapak. Aku mengutarakan maksud untuk menumpang menginap di kediaman Pak mantan Kades Muara Takus.

 

Oleh si bapak aku kemudian diantar ke suatu warung kelontong. Lokasinya nggak begitu jauh dari semacam pasar. Di warung kelontong tersebut aku diperkenalkan dengan sang pemilik yang bernama Pak Agus. Eh, sebetulnya usianya masih muda, jadi dipanggil Bang juga pantas sih. #hehehe

 

 

Bapak yang mengantar aku itu pun kembali pulang ke rumahnya. Meninggalkan aku berdua dengan Pak Agus. Rupanya Pak Agus ini tangan kanannya Pak Sekretaris Desa (Sekdes) Muara Takus. Kata Pak Agus, nanti kalau mau menginap di rumahnya Pak Sekdes saja. Soalnya sering juga ada tamu yang menginap di sana.

 

Kami berdua pun lantas duduk menunggu waktu yang tepat #lho? untuk beranjak ke rumah Pak Sekdes. Kata Pak Agus, Pak Sekdesnya sedang ikut pengajian. Hooo....

 

Setelah sekian puluh menit menunggu sambil ngobrol-ngobrol kami pun akhirnya beranjak ke rumah Pak Sekdes. Aku membonceng Pak Agus yang mengendarai sepeda motor. Di tengah perjalanan Pak Agus menunjuk salah satu rumah yang terlihat gelap pekat tanpa ada penerangan sedikit pun.

 

“Itu rumah Kepala Desa Muara Takus. Tapi sekarang rumahnya kosong. Dia sedang kena kasus.”, ujarnya

 

Heee!? Kok jadinya aku malah tahu masalah yang sedang menimpa Desa Muara Takus begini?

 

Di Dalam Rumah Pak Sekdes Muara Takus

Nggak seberapa lama kami pun tiba di rumah Pak Sekdes. Ukuran rumahnya lumayan besar. Di sana Pak Agus mengajak aku masuk melalui pintu samping. Istri Pak Sekdes datang menyambut. Kata beliau, Pak Sekdes masih belum pulang dari pengajian. Alhasil aku dan Pak Agus pun menunggu kedatangan Pak Sekdes di ruang tamu.

 

Saat yang menegangkan akhirnya tiba juga. Pak Sekdes pulang ke rumahnya. Aku pun berkenalan. Nama beliau adalah Pak Bakrie. Selain Pak Bakrie, malam itu hadir pula beberapa sesepuh desa.

 

Situasinya jadi makin tegang kan? Seperti mau ada audiensi dengan perangkat desa. Hahaha. #senyum.lebar

 

 

Menggunakan jurus diplomasi warga desa yang dahulu aku pelajari saat Kuliah Kerja Nyata (KKN), aku pun mengutarakan maksud dan tujuan singgah di Desa Muara Takus. Nggak lupa meminta izin menumpang bermalam di rumah Pak Bakrie. Alhamdulillah beliau mengizinkan. Tanpa ada biaya. Tanpa ada syarat-syarat apa pun. #senyum.lebar

 

Untuk kamarnya beliau mempersilakan aku tidur  di kamar anaknya yang masih SD. Kamarnya itu terhubung dengan ruang tamu. Beliau juga mengizinkan aku untuk memakai kamar mandi (yes! bisa ngendog! #senyum.lebar).

 

Nggak hanya itu saja. Karena tahu aku mau berkunjung ke Candi Muara Takus, malam itu beliau juga memanggil juru pelihara Candi Muara Takus untuk datang ke rumah. Bapak juru pelihara Candi Muara Takus ini bernama Pak Izul. Bersama beliaulah aku keesokan hari bakal menjelajah Candi Muara Takus.

 

 

Seiring dengan dihidangkannya teh manis panas oleh Bu Sekdes, aku pun turut menyuguhkan satu kotak bakpia yang tersimpan penyok di dalam tas carrier #doh. Alhamdulillah mereka suka. Obrolan pun mencair. Aku jadi dapat banyak cerita tentang Desa Muara Takus. Nanti lah di artikel selanjutnya aku bakal cerita perkara ini. #senyum

 

Pada malam hari itu aku nggak makan malam. Setelah Pak Sekdes mengizinkan aku untuk memakai kamar mandi aku langsung ngeluyur buat mandi + ngendog #hehehe. Setelah menunaikan salat Magrib dijamak salat Isya aku tepar tak berdaya. Baru pada pagi harinya aku sarapan pakai nasi goreng telur yang disuguhkan Bu Sekdes. Nyam! #senyum.lebar

 

Pelajaran Menginap di Desa Muara Takus

Pengalaman numpang menginap di  rumah warga desa ini adalah hal yang baru pertama kali ini aku praktekkan dengan hanya bermodal basmallah dan bakpia, hahaha. #senyum.lebar

 

Terus terang daripada menginap di penginapan aku lebih senang menginap dengan cara yang seperti ini. Aku jadi tahu bagaimana kehidupan warga desa sekaligus mendapatkan bermacam cerita yang sulit aku peroleh bilamana menginap di hotel.

 

 

Dari pengalaman menginap ini, aku semakin percaya bahwa ke mana pun kita keluyuran atau blusukan ke tempat-tempat yang tidak kita kenal sebelumnya, bila kita melandasinya dengan niat yang baik, perilaku yang baik, serta tak lupa mengingat Tuhan, InsyaAllah jalan kita akan dimudahkan-Nya. #senyum

 

Ya, seperti yang aku bilang di paragraf atas itu,

 

Wis dilakoni wae. Sing penting bismillah sek. #senyum.lebar

 

 

Dan cerita menginap gratis di Riau ini masih berlanjut pada malam kedua. Tapi bukan di rumah warga Desa Muara Takus. Bukan di rumah kenalan. Bukan juga di SPBU atau masjid. Tapi di....

NIMBRUNG DI SINI