Sepeda lipat itu umumnya dipakai kalau rutenya “kota-kota”. Demikian pula aku. Pada hari Minggu (12/3/2017) yang lalu, aku mengajak Selita si sepeda lipat kuning menempuh rute “kota-kota”.
Tapi, pengertian rute “kota-kota” versiku ini bukan rute di dalam kota, melainkan rute dari kota ke kota. Lebih tepatnya, dari Kota Surabaya ke Kota Gresik, hehehe. #hehehe
Masih lebih mending kan daripada bersepeda dari Kota Jogja ke Kota Gresik? #senyum.lebar
Aku ke Kota Gresik dalam rangka berziarah ke makamnya Mas Cumilebay. Eh, agak aneh juga manggil “Mas”. Soalnya biasanya aku manggil dirinya “Om”. Padahal dirinya cuma lebih tua 3 tahun dari aku.
Tapi ya memang usia kami yang kepala 3 ini sudah pantas buat disebut om-om toh? #hehehe
SILAKAN DIBACA
Pas aku browsing-browsing transportasi dari Yogyakarta ke Gresik, semuanya ngasih info harus lewat Surabaya dulu. Pas aku googling jarak dari Surabaya ke Gresik, ternyata jaraknya “hanya” 20-an km!
Aku baru tahu ternyata kalau Gresik itu tetanggaan sama Surabaya. Pikirku, yang bertetangga sama Surabaya itu hanya Sidoarjo thok. Payah tenan geografi Jawa Timurku. #hehehe
Nah, ngerti kalau jarak Surabaya – Gresik “hanya” 20-an km, ide gila pun terbesit di kepala,
“Kayaknya kalau jaraknya cuma segitu itu enak juga dilaju pakai sepeda.”
Boleh dibilang ide gila ini semacam balas dendam. Soalnya, sekitar 2 minggu belakangan kondisi fisikku agak kurang baik. Bawaannya lemas pingin tidur terus. Sesudah kondisiku membaik, eh kok ya malah jadi kangen sama panasnya aspal jalan raya... #hehehe
Jadi ya mumpung aku ada kesempatan, ada rejeki, dan ada sepeda lipat, bolehlah dicoba bersepeda lipat dari Surabaya ke Gresik. #senyum.lebar
Naik Kereta dari Yogyakarta ke Surabaya
Dari Yogyakarta aku mengusung si Selita ke Surabaya naik kereta api. Sekarang kan sudah ada peraturan bahwa sepeda lipat atau sepeda biasa boleh dibawa masuk ke gerbong kereta penumpang asalkan penempatannya nggak menganggu penumpang lain.
Irit ongkos kan daripada Selita masuk kereta barang? #senyum.lebar
Aku memilih naik kereta api bisnis Mutiara Selatan. Berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta pukul setengah 2 pagi. Sampai di Stasiun Gubeng Surabaya sekitar pukul 7 pagi.
Sebetulnya, waktu itu sampai di Surabaya agak telat sedikit dari jadwal. Soalnya pas di Stasiun Tugu sempat melepas gerbong kereta dinas. Tapi buatku sih nggak apa-apa. Soalnya, kan jadi bisa lebih lama tidur di kereta, hahaha. #senyum.lebar
Di Stasiun Gubeng aku keluar lewat pintu timur (pintu masuk baru). Sebetulnya pingin keluar lewat pintu barat (pintu masuk lama). Tapi, karena jalan ke pintu barat terhalang oleh gerbong kereta yang sedang diparkir jadinya nggak jadi. #sedih
Di kawasan parkir mobil, si Selita yang naik kereta dalam wujud “terlipat” itu aku rangkai utuh kembali. Seorang bapak sopir taksi bertanya ke mana tujuanku bersepeda. Aku jawab saja mau ke Gresik. Seperti dugaanku, beliau terkaget-kaget, hehehe. #hehehe
Setelah dirangkai ternyata si Selita ada masalah di remnya. Agak nyangkut dengan velg. Karena situasi di sekitar kawasan parkir mobil nggak kondusif (jadi tontonan orang-orang #hehehe), aku pun keluar dari Stasiun Gubeng dan nyari lokasi yang representatif buat ngutak-atik remnya Selita.
Ketemulah Masjid Al-Qithaar yang kebetulan lagi sepi. Di sana aku pun mbengkel si Selita lumayan lama sampai aku yakin cengkraman kedua remnya benar-benar waras dan pakem. Sekitar pukul 8 pagi kurang sedikit barulah aku benar-benar mengarungi jalanan Kota Surabaya ke arah Gresik.
Tapi ya namanya juga seorang Wijna....
Sesuai tagline di logo blog ini, nggak afdol dong kalau bersepeda di Surabaya tanpa adegan... NYASAR-NYASAR. #hehehe
Nggak tahu kenapa waktu itu aplikasi Google Map di tablet-ku kok sering memble. Jadinya nggak bisa terlalu mengandalkan Google Map untuk menentukan arah jalan.
Tapi kok ya ndilalah acara nyasar-nyasar di Kota Surabaya ini mengantarkan aku ke tempat-tempat ikonik. Macamnya gedung-gedung tua peninggalan Belanda di Jalan Veteran dan Kawasan Kia-Kia di Jalan Kembang Jepun yang sepi kosong melompong karena pas car free day.
Acara nyasar ternyata bisa membawa berkah juga ya? Wekekeke. #senyum.lebar
Cobaan Pertama Bersepeda di Surabaya
Pas sedang asyik-asyiknya ber-seliwar-seliwer di Jalan Kebon Rojo, eh, tahu-tahu Gusti Allah SWT ngasih cobaan.
Aku ngerasa cranck yang sebelah kiri kok goyang-goyang. Pas aku minggir kemudian ngecek, eh, ternyata bautnya kendor! Waduh!
Ini betul-betul kejadian yang di luar prakiraan. Aku nggak bawa kunci pas buat mengencangkan baut cranck.
Karena masalahnya tergolong bahaya tingkat tinggi aku pun segera mencari solusi. Sempat mampir ke bengkel motor. Siapa tahu mereka punya kunci pas yang aku butuhkan. Eh, ternyata mereka juga nggak punya. #sedih
Sempat kepikiran juga buat mengubah haluan ke ke toko sepeda. Pas aku nanya seorang bapak di pinggir jalan tentang lokasi toko sepeda, beliau malah menyarankan aku buat menghampiri tukang tambal ban di seberang jalan.
Eh ya Alhamdulillah si bapak tukang tambal ban punya kunci pas yang aku butuhkan! Alhamdulillah banget lah!
Untuk sementara masalah cranck yang goyang-goyang sudah teratasi. Fiuh....
Sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik
Selesai mengencangkan baut cranck, saatnya kembali ke misi utama yaitu bersepeda ke Gresik!
Sama seperti kalau di Yogyakarta mau ke Kaliurang, ke Parangtritis, ke Godean, ke Solo, ke Magelang, dan sebagainya. Kalau dari Surabaya mau ke Gresik lewatnya ya Jalan Gresik. #senyum.lebar
Sebetulnya dari Surabaya dan Gresik sudah terhubung oleh jalan tol. Tapi kan ya sepeda nggak boleh lewat jalan tol toh? #hehehe
Begitu sampai di Jalan Gresik, aku sempat berhenti agak lama sembari membatin,
“Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Ini jalan raya atau jalan padang pasir!?”
Mendadak aku jadi kangen sama Jalan Raya Yogyakarta – Solo. Jujur, sudah lama aku menganggap Jalan Raya Yogyakarta – Solo itu sebagai jalan raya yang membosankan, yang nggak menarik, yang paling malas buat dilalui lah pokoknya.
Tapi ini kondisi Jalan Raya Surabaya – Gresik ternyata kok LEBIH PARAH dari Jalan Raya Yogyakarta – Solo ya? Di Jalan Raya Yogyakarta – Solo nggak ada itu penampakan “debu gurun pasir” seperti foto di atas itu. #hehehe
Untungnya ya, “debu gurun pasir” di atas itu cuma menghantui kawasan Genting Kalianak thok. Meskipun demikian, sepanjang perjalanan aku tetap kangen sama Jalan Raya Yogyakarta – Solo terutama karena Jalan Raya Surabaya – Gresik itu:
- Saingannya kontainer sama truk besar! Masih mending Sumber Slamet VS Mira lah. #hehehe
- Banyak genangan air! Pas dilewati kendaraan berat, cipratan airnya itu MANTAP! #jadi.korban
- Kontur jalannya nggak rata, bergelombang, banyak lubang-lubang.
- Kanan-kiri pemandangannya gudang pelabuhan! Minim pohon pula.
- Cuma ada satu minimarket Indomaret di km 9!
Kesimpulanku, Jalan Raya Surabaya – Gresik itu kurang bersahabat bagi pesepeda. Bersahabatnya cuma buat truk, bus, sama kontainer. #senyum.lebar
Niatku buat sarapan di sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik pun pupus. Sepanjang pengamatanku, di sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik nggak ada warung makan yang menarik perut. #sedih
Jadi ya terpaksa deh terima nasib. Sejak berangkat bersepeda dari Surabaya aku blas BELUM makan dan minum, hahaha. #senyum.lebar
Eh iya, selama menyusuri Jalan Raya Surabaya – Gresik ini aku juga baru menyadari bahwa ternyata,
SURABAYA ITU LUAS BANGET!
Pokoknya lebih luas dari Kota Jogja lah. Salut buat Bu Risma yang sudah bekerja keras mengurus Surabaya yang sebegitu luasnya. Semoga njenengan tetap sehat ya Bu! #senyum.lebar
Banyak Misi Menanti di Gresik
Setelah menyusuri Jalan Raya Surabaya – Gresik selama nyaris 1 jam, akhirnya sampai juga aku di tugu selamat datang Kota Gresik!
Alhamdulillah! Sukses selamat sejahtera bisa bersepeda sampai Gresik! #senyum.lebar
Tapi ya... kebahagiaan dan kelegaan yang aku rasakan ini hanya sesaat, karena:
- Cranck sepeda mulai goyang-goyang lagi! Bautnya kendor lagi! #gawat
- Pusat Kota Gresik (alun-alun) masih sekitar 6 km jauhnya! Dan 1/4 jalan ke sananya itu NANJAK! #nasib #hehehe
Karena kondisi perut yang kelaparan ditambah cranck sepeda yang goyangannya makin dombret, alhasil aku sempat beberapa kali nuntun sepeda. Terutama pas di tanjakan sampai rumah makan Ikan Bakar Cianjur. #hehehe
Jadi ya dengan mempertimbangkan dua kondisi di atas itu, aku harus menuntaskan dua misi berikut sebelum singgah di kediamannya Mas Cumilebay:
- Mencari bengkel atau toko sepeda untuk kembali mengencangkan baut cranck.
- MAKAN! #hehehe
Setelah numpang mengencangkan baut cranck di toko sepeda Sinar Negara di Jalan Samanhudi, aku random menepi ke warung nasi krawu di dekatnya Indomaret Jalan Kyai Haji Kholil. Aku penasaran sama makanan yang namanya nasi krawu itu.
Ibu penjualnya sepertinya orang Madura. Bahasanya aku nggak mudeng. Tapi ya walau begitu aku sukses juga mengorder seporsi nasi krawu, hahaha. #senyum.lebar
Hooo! Nasi krawu itu ternyata semacam nasi campur. Pelengkapnya serundeng dan jeroan + daging sapi. Rasanya jelas enak lah! Lha wong namanya juga orang kelaparan #hehehe. Aku baru makan nasi krawu ini nyaris pukul 11 siang.
Harga seporsi nasi krawu yang aku makan itu Rp14.000. Minumnya air kemasan gelas plastik Rp1.000.
Mahal ya? Mungkin karena pakai daging sapi?
Setelah makan ya lanjut mengunjungi kediaman Mas Cumilebay. Sebelumnya ya aku ganti pakaian dulu sembari bersih-bersih diri di langgar seberang rumahnya. Lha yo mosok mau bertamu pakaiannya bau keringat? #hehehe
Kebetulan waktu itu pas banget Pak Afin, ayahandanya Mas Cumilebay ada di rumah. Kami pun ngobrol-ngobrol sebentar. Oleh-oleh bakpia aku haturkan. Pak Afin pun ganti menghidangkan nasi krawu.
Sehari ini jadinya dua kali aku makan nasi krawu. #kenyang #hehehe
Kemudian kami pun bertolak ke tempat peristirahatan terakhir Mas Cumilebay di Pemakaman Tlogopojok. Aku tetap menunggangi Selita. Sementara Pak Afin naik sepeda motor. Jarak pemakaman sekitar 2 km dari rumah.
Pemakaman Tlogopojok ternyata luas juga. Tapi, sekelilingnya terkesan kumuh. Aku juga mengurungkan niat buat sering-sering motret karena Pak Afin bilang di sini banyak premannya. Wew....
Tepat dengan berkumandangnya azan zuhur kami pun berpisah. Pak Afin lanjut meluncur ke rumah sakit untuk mendampingi adiknya Mas Cumilebay yang sedang dirawat. Selain untuk Mas Cumilebay, aku juga berdoa semoga keluarga Pak Afin senantiasa berada dalam lindungan Gusti Allah SWT.
Aamiin....
Sekilas Gresik Sebelum Balik ke Surabaya
Siang hari bolong itu tinggalah aku sendiri di Kota Gresik. Bingung mau ke mana.
Jadi, setelah menunaikan salat zuhur aku iseng-iseng aku muter-muter Kota Gresik. Seperti yang Pak Afin bilang, di Gresik ini wisata yang populer cuma wisata makam. Di sini banyak makam ulama-ulama seperti makam Sunan Gresik, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, dsb.
Pak Afin juga bilang di Gresik banyak bangunan peninggalan Belanda yang bagus buat foto-foto. Belok kiri di perempatan toko sepatu BATA di Jalan Samanhudi nanti sudah kelihatan rumah-rumah tuanya.
Aku nggak lama muter-muter di Kota Gresik. Selain karena matahari Gresik yang PUANAS TERIK (pukul setengah 1 siang bok!) aku juga mengkhawatirkan kondisi baut cranck si Selita yang entah kapan bakal kendor lagi.
Pokoknya rasanya lebih aman kalau sudah sampai di Surabaya lagi. Walaupun ya kereta Sancaka tujuan Yogyakarta yang bakal aku naiki baru berangkat pukul setengah 6 sore dari Stasiun Gubeng.
Jadilah pukul setengah 1 siang aku bersepeda balik dari Gresik ke Surabaya di bawah teriknya matahari Jawa Timur. Pokoknya bersepedanya dibawa santai. Banyak berhenti-berhenti is okay. Yang penting selamat dan sehat sampai Surabaya.
Alhamdulillah! Sekitar pukul setengah 2 siang aku sampai lagi di jantung Kota Surabaya. Setelah itu ya kembali lagi... NYASAR-NYASAR di Surabaya, hahaha. #senyum.lebar
Pokoknya di Surabaya nyasar-nyasar terus lah. Biar sekalian supaya hapal jalan, wekekeke. #senyum.lebar #alasan.nggak.mutu
Misi Terakhir di Surabaya
Nah, mumpung masih ada waktu di Surabaya, aku berniat mengeksekusi misi yang sudah lama aku nanti-nanti, yaitu:
MAKAN NASI RAWON
Gyahahaha. #senyum.lebar
Pokoknya, dari tadi sewaktu tiba di Surabaya aku sudah kepingin makan nasi rawon. Tapi, sepanjang perjalanan ke Jalan Gresik di pagi hari tadi, yang bertebaran di pinggir jalan malah bakul bubur ayam sama soto Lamongan. Hadeh....
Karena Google Map lagi-lagi nggak bisa diajak kerja sama, jadinya aku menyasar satu-satunya warung soto rawon yang aku tahu di Surabaya yaitu yang ada di Taman Bungkul. Dalam bayanganku, tinggal lurus terus ke selatan lewat Jalan Urip Sumoharjo dilanjut ke Jalan Darmo nanti juga sampai ke Taman Bungkul.
Eh, tapi ternyata dari Stasiun Gubeng ke Taman Bungkul itu jauh juga ya?
Mana ke Jalan Urip Sumoharjo-nya lewat Jalan Biliton sempat nyasar-nyasar pula, hahaha. #senyum.lebar
Awalnya di Taman Bungkul aku mau menjajal Nasi Rawon Kalkulator yang terkenal itu. Tapi, melihat diriku yang dekil sementara pengunjung warung Nasi Rawon Kalkulator pada wangi, bersih, dan trendi akunya malah jadi minder, hahaha. #senyum.lebar Lagipula sepertinya banyak yang masih antri belum dapat pesanan.
Jadi aku makan nasi rawon di warung makan yang ada di dekat sana saja. Kawasan Taman Bungkul itu kan banyak yang jual makanan. Seporsi nasi rawon harganya Rp15.000. Teh manis panas Rp3.000. Ya lumayanlah kesampaian juga makan nasi rawon, hehehe. #hehehe
Selepas makan nasi rawon aku berencana nyari masjid yang representatif buat mandi. Kasihan dong penumpang kereta di sebelahku nanti menghirup semerbak aroma keringat? #hehehe
Setelah kapok nyasar-nyasar nyari masjid yang oke, akhirnya aku memutuskan untuk balik lagi ke Masjid Al-Qithaar. Itu lho masjid yang tadi pagi aku singgahi sebagai bengkel darurat memperbaiki remnya si Selita. Lokasi masjid ini lumayan dekat juga dari Stasiun Gubeng.
Di Masjid Al-Qithaar aku mandi dan menunaikan salat asar. Jam menunjukkan pukul setengah 5 sore. Langit mendung pekat. Angin pun berhembus kencang.
Nah, begitu aku mau bersiap bersepeda ke Stasiun Gubeng, eh, Gusti Allah SWT menurunkan berkah dari langit. Apalagi kalau bukan HUJAN!
Baru sekali ini aku di Surabaya kena hujan. Jadi ya... karena ini pengalaman langka dalam hidup, maka ya....
NYEPEDA HUJAN-HUJANAN DEH DI SURABAYA
Gyahahaha. #senyum.lebar
Aku sih sudah mempersiapkan jas hujan. Tapi tetap saja akhirnya celanaku basah kuyup, hahaha #senyum.lebar. Alhamdulillah juga bersepeda dari Masjid Al-Qithaar sampai ke pintu lama Stasiun Gubeng aku NGGAK pakai acara nyasar. #prestasi #bangga #senang #senyum.lebar
Nggak banget deh kalau bersepeda hujan-hujanan tetap pakai acara nyasar. #hehehe
Di Stasiun Gubeng aku nunggu kereta ekonomi Sancaka. Berangkat tepat waktu dan sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta agak telat sedikit pada pukul 11 malam. Selama di kereta pantatku gatal-gatal karena celanaku basah kena air hujan, hehehehe. #senyum.lebar
Selesai sudahlah bersepeda lipat Surabaya – Gresik dalam sehari. Alhamdulillah. #senyum.lebar
Kalau ditanya mau nggak bersepeda lagi Surabaya – Gresik, aku bakal jawab NGGAK! Tapi kalau sekedar bersepeda nyasar-nyasar muter-muter Surabaya atau Gresik aku sih oke-oke saja. Aku malah jadi penasaran lanjut bersepeda dari Gresik ke Lamongan. Katanya jaraknya “hanya” 40 km ya?
Eh, sebetulnya masih ada satu hal lagi yang mengganjal dan bikin aku penasaran dari petualanganku pada hari Minggu ini.
Es Cao itu minuman apaan ya?
lebih seperti agar2 ,pake gula cao,gula cao
itu seperti gula aren, d kasi nangka sana jae.
Hemmm segerrrr...😊
lebih seperti agar2 ,pake gula cao,gula cao
itu seperti gula aren, d kasi nangka sana jae.
Hemmm segerrrr...😊
cerita runtut dan
detil dan menarik.
Aku sudah tinggal
disurabaya 15 tahun
lebih masih merasa
kalah wawasannya
dengan yang hanya 1
hari itupun sekedar
lewat saja. Pokoknya
salut
ayahnya Bang Cum uda lama wafat ya?
madura.. 😂😂😂
Gresik juga terkenal sebagai tempat ngopi. jangn dibayangkan ngopi di kafe, banyak warung
kopi dan yang ngopi di situ unik.. pake gelas belimbing atau pake cangkir porselen yang
cantik-cantik~
cara minumnya juga khas, kopi dituang dulu di piring kecil, lalu kopi disruput dari situ..
kalo merokok, cobain kopi lelet.. ampas kopi ditorehkan ke rokok untuk kemudian dibakar~
ðŸ˜ÂÂðŸ˜ÂÂ
Btw, owalah, dugaanku bener berati, dirimu ke makam Kak Cumi. hehehe..
Btw, aku wis tau digonceng motor melewati dalan Suroboyo-Gresik kuwi. Dalane pancen edan. Aku pas kae gak nduwe buff, dadi raiku reget pol kenek bleduk hahaha.
Iyo e, ziarah ceritane Ndop. :D
Nek sesuk lewat kono meneh, wegah aku nek ngepit. Mending ngebis opo mobil.
Masyarakat menyalahkan Pemkab. Pemkab menyalahkan Pemerintah Pusat. Hahaha!
sering jg dijadiin meme sebagai wisata debu
lho mas hehehehe
Hebat juga naik sepeda lewat jalanan cadas Surabaya-Gresik. Di situ kan daerah industri. Truk debunya gile bener...
Eh mas ke makam Om Cumi ya. Aku insyaallah mau ke sana kalau mudik. Boleh minta alamatnya ke e-mailku? helenamantra at live dot com.
Matur nuwun.
Aku juga baru ngeh pas itu kalau jalan raya Surabaya - Gresik itu bagaikan neraka, hahaha. :D
E-Mailnya nyampai nggak ya?