HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Dari Surabaya ke Gresik Naik Sepeda Lipat

Jumat, 17 Maret 2017, 07:45 WIB

Sepeda lipat itu umumnya dipakai kalau rutenya “kota-kota”. Demikian pula aku. Pada hari Minggu (12/3/2017) yang lalu, aku mengajak Selita si sepeda lipat kuning menempuh rute “kota-kota”.

 

Tapi, pengertian rute “kota-kota” versiku ini bukan rute di dalam kota, melainkan rute dari kota ke kota. Lebih tepatnya, dari Kota Surabaya ke Kota Gresik, hehehe. #hehehe

 

Masih lebih mending kan daripada bersepeda dari Kota Jogja ke Kota Gresik? #senyum.lebar

 

 

Aku ke Kota Gresik dalam rangka berziarah ke makamnya Mas Cumilebay. Eh, agak aneh juga manggil “Mas”. Soalnya biasanya aku manggil dirinya “Om”. Padahal dirinya cuma lebih tua 3 tahun dari aku.

 

Tapi ya memang usia kami yang kepala 3 ini sudah pantas buat disebut om-om toh? #hehehe

 

 

Pas aku browsing-browsing transportasi dari Yogyakarta ke Gresik, semuanya ngasih info harus lewat Surabaya dulu. Pas aku googling jarak dari Surabaya ke Gresik, ternyata jaraknya “hanya” 20-an km!

 

Aku baru tahu ternyata kalau Gresik itu tetanggaan sama Surabaya. Pikirku, yang bertetangga sama Surabaya itu hanya Sidoarjo thok. Payah tenan geografi Jawa Timurku. #hehehe

 

 

Nah, ngerti kalau jarak Surabaya – Gresik “hanya” 20-an km, ide gila pun terbesit di kepala,

 

“Kayaknya kalau jaraknya cuma segitu itu enak juga dilaju pakai sepeda.”

 

 

Boleh dibilang ide gila ini semacam balas dendam. Soalnya, sekitar 2 minggu belakangan kondisi fisikku agak kurang baik. Bawaannya lemas pingin tidur terus. Sesudah kondisiku membaik, eh kok ya malah jadi kangen sama panasnya aspal jalan raya... #hehehe

 

Jadi ya mumpung aku ada kesempatan, ada rejeki, dan ada sepeda lipat, bolehlah dicoba bersepeda lipat dari Surabaya ke Gresik. #senyum.lebar

 

Naik Kereta dari Yogyakarta ke Surabaya

Dari Yogyakarta aku mengusung si Selita ke Surabaya naik kereta api. Sekarang kan sudah ada peraturan bahwa sepeda lipat atau sepeda biasa boleh dibawa masuk ke gerbong kereta penumpang asalkan penempatannya nggak menganggu penumpang lain.

 

Irit ongkos kan daripada Selita masuk kereta barang? #senyum.lebar

 

 

Aku memilih naik kereta api bisnis Mutiara Selatan. Berangkat dari Stasiun Tugu Yogyakarta pukul setengah 2 pagi. Sampai di Stasiun Gubeng Surabaya sekitar pukul 7 pagi.

 

Sebetulnya, waktu itu sampai di Surabaya agak telat sedikit dari jadwal. Soalnya pas di Stasiun Tugu sempat melepas gerbong kereta dinas. Tapi buatku sih nggak apa-apa. Soalnya, kan jadi bisa lebih lama tidur di kereta, hahaha. #senyum.lebar

 


Ban sepeda si Selita aku lepas supaya lebih ringkas.

 

Di Stasiun Gubeng aku keluar lewat pintu timur (pintu masuk baru). Sebetulnya pingin keluar lewat pintu barat (pintu masuk lama). Tapi, karena jalan ke pintu barat terhalang oleh gerbong kereta yang sedang diparkir jadinya nggak jadi. #sedih

 

Di kawasan parkir mobil, si Selita yang naik kereta dalam wujud “terlipat” itu aku rangkai utuh kembali. Seorang bapak sopir taksi bertanya ke mana tujuanku bersepeda. Aku jawab saja mau ke Gresik. Seperti dugaanku, beliau terkaget-kaget, hehehe. #hehehe

 

Setelah dirangkai ternyata si Selita ada masalah di remnya. Agak nyangkut dengan velg. Karena situasi di sekitar kawasan parkir mobil nggak kondusif (jadi tontonan orang-orang #hehehe), aku pun keluar dari Stasiun Gubeng dan nyari lokasi yang representatif buat ngutak-atik remnya Selita.

 


Bismillah! Siap mengukur jalan dari Surabaya sampai Gresik. #senyum.lebar

 

Ketemulah Masjid Al-Qithaar yang kebetulan lagi sepi. Di sana aku pun mbengkel si Selita lumayan lama sampai aku yakin cengkraman kedua remnya benar-benar waras dan pakem. Sekitar pukul 8 pagi kurang sedikit barulah aku benar-benar mengarungi jalanan Kota Surabaya ke arah Gresik.

 

Tapi ya namanya juga seorang Wijna....

 

Sesuai tagline di logo blog ini, nggak afdol dong kalau bersepeda di Surabaya tanpa adegan... NYASAR-NYASAR. #hehehe

 

 

Nggak tahu kenapa waktu itu aplikasi Google Map di tablet-ku kok sering memble. Jadinya nggak bisa terlalu mengandalkan Google Map untuk menentukan arah jalan.

 

Tapi kok ya ndilalah acara nyasar-nyasar di Kota Surabaya ini mengantarkan aku ke tempat-tempat ikonik. Macamnya gedung-gedung tua peninggalan Belanda di Jalan Veteran dan Kawasan Kia-Kia di Jalan Kembang Jepun yang sepi kosong melompong karena pas car free day.

 

Acara nyasar ternyata bisa membawa berkah juga ya? Wekekeke. #senyum.lebar

 


Gedung tua di Jalan Veteran yang dipakai kantor AA Energy.

 


Serasa bisa bebas guling-guling di Kawasan Kia-Kia! #senyum.lebar

 

Cobaan Pertama Bersepeda di Surabaya

Pas sedang asyik-asyiknya ber-seliwar-seliwer di Jalan Kebon Rojo, eh, tahu-tahu Gusti Allah SWT ngasih cobaan.

 

Aku ngerasa cranck yang sebelah kiri kok goyang-goyang. Pas aku minggir kemudian ngecek, eh, ternyata bautnya kendor! Waduh!

 


Buat pengalaman, besok-besok lagi harus ngecek apakah semua baut sepeda sudah terpasang erat. #sedih

 

Ini betul-betul kejadian yang di luar prakiraan. Aku nggak bawa kunci pas buat mengencangkan baut cranck.

 

Karena masalahnya tergolong bahaya tingkat tinggi aku pun segera mencari solusi. Sempat mampir ke bengkel motor. Siapa tahu mereka punya kunci pas yang aku butuhkan. Eh, ternyata mereka juga nggak punya. #sedih

 

Sempat kepikiran juga buat mengubah haluan ke ke toko sepeda. Pas aku nanya seorang bapak di pinggir jalan tentang lokasi toko sepeda, beliau malah menyarankan aku buat menghampiri tukang tambal ban di seberang jalan.

 

Eh ya Alhamdulillah si bapak tukang tambal ban punya kunci pas yang aku butuhkan! Alhamdulillah banget lah!

 

Untuk sementara masalah cranck yang goyang-goyang sudah teratasi. Fiuh....

 

Sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik

Selesai mengencangkan baut cranck, saatnya kembali ke misi utama yaitu bersepeda ke Gresik!

 

Sama seperti kalau di Yogyakarta mau ke Kaliurang, ke Parangtritis, ke Godean, ke Solo, ke Magelang, dan sebagainya. Kalau dari Surabaya mau ke Gresik lewatnya ya Jalan Gresik. #senyum.lebar

 

Sebetulnya dari Surabaya dan Gresik sudah terhubung oleh jalan tol. Tapi kan ya sepeda nggak boleh lewat jalan tol toh? #hehehe

 

 

Begitu sampai di Jalan Gresik, aku sempat berhenti agak lama sembari membatin,

 

“Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Ini jalan raya atau jalan padang pasir!?”

 


Debunya banyak gilak! Siap-siap menahan napas.

 

Mendadak aku jadi kangen sama Jalan Raya Yogyakarta – Solo. Jujur, sudah lama aku menganggap Jalan Raya Yogyakarta – Solo itu sebagai jalan raya yang membosankan, yang nggak menarik, yang paling malas buat dilalui lah pokoknya.

 

Tapi ini kondisi Jalan Raya Surabaya – Gresik ternyata kok LEBIH PARAH dari Jalan Raya Yogyakarta – Solo ya? Di Jalan Raya Yogyakarta – Solo nggak ada itu penampakan “debu gurun pasir” seperti foto di atas itu. #hehehe

 

 

Untungnya ya, “debu gurun pasir” di atas itu cuma menghantui kawasan Genting Kalianak thok. Meskipun demikian, sepanjang perjalanan aku tetap kangen sama Jalan Raya Yogyakarta – Solo terutama karena Jalan Raya Surabaya – Gresik itu:

 

  1. Saingannya kontainer sama truk besar! Masih mending Sumber Slamet VS Mira lah. #hehehe
  2. Banyak genangan air! Pas dilewati kendaraan berat, cipratan airnya itu MANTAP! #jadi.korban
  3. Kontur jalannya nggak rata, bergelombang, banyak lubang-lubang.
  4. Kanan-kiri pemandangannya gudang pelabuhan! Minim pohon pula.
  5. Cuma ada satu minimarket Indomaret di km 9!

 


Serasa bersepeda persis di pinggir sungai. #hehehe

 


Nasib naik sepeda yang mesti berada di sisi kiri jalan adalah melewati genangan air...

 

Kesimpulanku, Jalan Raya Surabaya – Gresik itu kurang bersahabat bagi pesepeda. Bersahabatnya cuma buat truk, bus, sama kontainer. #senyum.lebar

 

Niatku buat sarapan di sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik pun pupus. Sepanjang pengamatanku, di sepanjang Jalan Raya Surabaya – Gresik nggak ada warung makan yang menarik perut. #sedih

 

Jadi ya terpaksa deh terima nasib. Sejak berangkat bersepeda dari Surabaya aku blas BELUM makan dan minum, hahaha. #senyum.lebar

 


Kampung di pinggir sungai ada perahunya serasa bukan di Surabaya yang identik sebagai kota metropolitan.

 

Eh iya, selama menyusuri Jalan Raya Surabaya – Gresik ini aku juga baru menyadari bahwa ternyata,

 

SURABAYA ITU LUAS BANGET!

 

Pokoknya lebih luas dari Kota Jogja lah. Salut buat Bu Risma yang sudah bekerja keras mengurus Surabaya yang sebegitu luasnya. Semoga njenengan tetap sehat ya Bu! #senyum.lebar

 

Banyak Misi Menanti di Gresik

Setelah menyusuri Jalan Raya Surabaya – Gresik selama nyaris 1 jam, akhirnya sampai juga aku di tugu selamat datang Kota Gresik!

 

Alhamdulillah! Sukses selamat sejahtera bisa bersepeda sampai Gresik! #senyum.lebar

 


Surabaya CORET! Halooo Gresik! #senyum.lebar

 

Tapi ya... kebahagiaan dan kelegaan yang aku rasakan ini hanya sesaat, karena:

 

  1. Cranck sepeda mulai goyang-goyang lagi! Bautnya kendor lagi! #gawat
  2. Pusat Kota Gresik (alun-alun) masih sekitar 6 km jauhnya! Dan 1/4 jalan ke sananya itu NANJAK! #nasib #hehehe

 

 

Karena kondisi perut yang kelaparan ditambah cranck sepeda yang goyangannya makin dombret, alhasil aku sempat beberapa kali nuntun sepeda. Terutama pas di tanjakan sampai rumah makan Ikan Bakar Cianjur. #hehehe

 

Jadi ya dengan mempertimbangkan dua kondisi di atas itu, aku harus menuntaskan dua misi berikut sebelum singgah di kediamannya Mas Cumilebay:

 

  1. Mencari bengkel atau toko sepeda untuk kembali mengencangkan baut cranck.
  2. MAKAN! #hehehe

 


Alun-alun Gresik siang hari itu. Yang nongkrong lebih banyak di pendopo seberang alun-alun.

 

Setelah numpang mengencangkan baut cranck di toko sepeda Sinar Negara di Jalan Samanhudi, aku random menepi ke warung nasi krawu di dekatnya Indomaret Jalan Kyai Haji Kholil. Aku penasaran sama makanan yang namanya nasi krawu itu.

 

Ibu penjualnya sepertinya orang Madura. Bahasanya aku nggak mudeng. Tapi ya walau begitu aku sukses juga mengorder seporsi nasi krawu, hahaha. #senyum.lebar

 

 

Hooo! Nasi krawu itu ternyata semacam nasi campur. Pelengkapnya serundeng dan jeroan + daging sapi. Rasanya jelas enak lah! Lha wong namanya juga orang kelaparan #hehehe. Aku baru makan nasi krawu ini nyaris pukul 11 siang.

 

Harga seporsi nasi krawu yang aku makan itu Rp14.000. Minumnya air kemasan gelas plastik Rp1.000.

 

Mahal ya? Mungkin karena pakai daging sapi?

 


Percayalah ini foto nasi krawu yang sudah setengah aku makan karena kelaparan. #senyum.lebar

 

Setelah makan ya lanjut mengunjungi kediaman Mas Cumilebay. Sebelumnya ya aku ganti pakaian dulu sembari bersih-bersih diri di langgar seberang rumahnya. Lha yo mosok mau bertamu pakaiannya bau keringat? #hehehe

 

Kebetulan waktu itu pas banget Pak Afin, ayahandanya Mas Cumilebay ada di rumah. Kami pun ngobrol-ngobrol sebentar. Oleh-oleh bakpia aku haturkan. Pak Afin pun ganti menghidangkan nasi krawu.

 

Sehari ini jadinya dua kali aku makan nasi krawu. #kenyang #hehehe

 


Pohon tumbang diterpa angin besar di dekat makamnya Mas Cumilebay.

 

Kemudian kami pun bertolak ke tempat peristirahatan terakhir Mas Cumilebay di Pemakaman Tlogopojok. Aku tetap menunggangi Selita. Sementara Pak Afin naik sepeda motor. Jarak pemakaman sekitar 2 km dari rumah.

 

Pemakaman Tlogopojok ternyata luas juga. Tapi, sekelilingnya terkesan kumuh. Aku juga mengurungkan niat buat sering-sering motret karena Pak Afin bilang di sini banyak premannya. Wew....

 

Tepat dengan berkumandangnya azan zuhur kami pun berpisah. Pak Afin lanjut meluncur ke rumah sakit untuk mendampingi adiknya Mas Cumilebay yang sedang dirawat. Selain untuk Mas Cumilebay, aku juga berdoa semoga keluarga Pak Afin senantiasa berada dalam lindungan Gusti Allah SWT.

 

Aamiin....

 

Sekilas Gresik Sebelum Balik ke Surabaya

Siang hari bolong itu tinggalah aku sendiri di Kota Gresik. Bingung mau ke mana.

 

Jadi, setelah menunaikan salat zuhur aku iseng-iseng aku muter-muter Kota Gresik. Seperti yang Pak Afin bilang, di Gresik ini wisata yang populer cuma wisata makam. Di sini banyak makam ulama-ulama seperti makam Sunan Gresik, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, dsb.

 

Pak Afin juga bilang di Gresik banyak bangunan peninggalan Belanda yang bagus buat foto-foto. Belok kiri di perempatan toko sepatu BATA di Jalan Samanhudi nanti sudah kelihatan rumah-rumah tuanya.

 


Rumah tua yang jadi galeri Batik Gajah Mungkur.

 


Nah ini baru namanya KEPALA MACAN! #senyum.lebar

 

Aku nggak lama muter-muter di Kota Gresik. Selain karena matahari Gresik yang PUANAS TERIK (pukul setengah 1 siang bok!) aku juga mengkhawatirkan kondisi baut cranck si Selita yang entah kapan bakal kendor lagi.

 

Pokoknya rasanya lebih aman kalau sudah sampai di Surabaya lagi. Walaupun ya kereta Sancaka tujuan Yogyakarta yang bakal aku naiki baru berangkat pukul setengah 6 sore dari Stasiun Gubeng.

 

Jadilah pukul setengah 1 siang aku bersepeda balik dari Gresik ke Surabaya di bawah teriknya matahari Jawa Timur. Pokoknya bersepedanya dibawa santai. Banyak berhenti-berhenti is okay. Yang penting selamat dan sehat sampai Surabaya.

 

Alhamdulillah! Sekitar pukul setengah 2 siang aku sampai lagi di jantung Kota Surabaya. Setelah itu ya kembali lagi... NYASAR-NYASAR di Surabaya, hahaha. #senyum.lebar

 

Pokoknya di Surabaya nyasar-nyasar terus lah. Biar sekalian supaya hapal jalan, wekekeke. #senyum.lebar #alasan.nggak.mutu

 

Misi Terakhir di Surabaya

Nah, mumpung masih ada waktu di Surabaya, aku berniat mengeksekusi misi yang sudah lama aku nanti-nanti, yaitu:

 

MAKAN NASI RAWON

 

Gyahahaha. #senyum.lebar

 

 

Pokoknya, dari tadi sewaktu tiba di Surabaya aku sudah kepingin makan nasi rawon. Tapi, sepanjang perjalanan ke Jalan Gresik di pagi hari tadi, yang bertebaran di pinggir jalan malah bakul bubur ayam sama soto Lamongan. Hadeh....

 

Karena Google Map lagi-lagi nggak bisa diajak kerja sama, jadinya aku menyasar satu-satunya warung soto rawon yang aku tahu di Surabaya yaitu yang ada di Taman Bungkul. Dalam bayanganku, tinggal lurus terus ke selatan lewat Jalan Urip Sumoharjo dilanjut ke Jalan Darmo nanti juga sampai ke Taman Bungkul.

 

 

Eh, tapi ternyata dari Stasiun Gubeng ke Taman Bungkul itu jauh juga ya?

 

Mana ke Jalan Urip Sumoharjo-nya lewat Jalan Biliton sempat nyasar-nyasar pula, hahaha. #senyum.lebar

 

 

Awalnya di Taman Bungkul aku mau menjajal Nasi Rawon Kalkulator yang terkenal itu. Tapi, melihat diriku yang dekil sementara pengunjung warung Nasi Rawon Kalkulator pada wangi, bersih, dan trendi akunya malah jadi minder, hahaha. #senyum.lebar Lagipula sepertinya banyak yang masih antri belum dapat pesanan.

 

Jadi aku makan nasi rawon di warung makan yang ada di dekat sana saja. Kawasan Taman Bungkul itu kan banyak yang jual makanan. Seporsi nasi rawon harganya Rp15.000. Teh manis panas Rp3.000. Ya lumayanlah kesampaian juga makan nasi rawon, hehehe. #hehehe

 


Alhamdulillah, jauh-jauh ke Surabaya berkesempatan juga makan nasi rawon. #senyum.lebar

 

Selepas makan nasi rawon aku berencana nyari masjid yang representatif buat mandi. Kasihan dong penumpang kereta di sebelahku nanti menghirup semerbak aroma keringat? #hehehe

 

Setelah kapok nyasar-nyasar nyari masjid yang oke, akhirnya aku memutuskan untuk balik lagi ke Masjid Al-Qithaar. Itu lho masjid yang tadi pagi aku singgahi sebagai bengkel darurat memperbaiki remnya si Selita. Lokasi masjid ini lumayan dekat juga dari Stasiun Gubeng.

 

 

Di Masjid Al-Qithaar aku mandi dan menunaikan salat asar. Jam menunjukkan pukul setengah 5 sore. Langit mendung pekat. Angin pun berhembus kencang.

 

Nah, begitu aku mau bersiap bersepeda ke Stasiun Gubeng, eh, Gusti Allah SWT menurunkan berkah dari langit. Apalagi kalau bukan HUJAN!

 

Baru sekali ini aku di Surabaya kena hujan. Jadi ya... karena ini pengalaman langka dalam hidup, maka ya....

 

NYEPEDA HUJAN-HUJANAN DEH DI SURABAYA

 

Gyahahaha. #senyum.lebar

 


Siap-siap si Selita naik kereta lagi. Ban sepeda aku bungkus jas hujan karena basah.

 

Aku sih sudah mempersiapkan jas hujan. Tapi tetap saja akhirnya celanaku basah kuyup, hahaha #senyum.lebar. Alhamdulillah juga bersepeda dari Masjid Al-Qithaar sampai ke pintu lama Stasiun Gubeng aku NGGAK pakai acara nyasar. #prestasi #bangga #senang #senyum.lebar

 

Nggak banget deh kalau bersepeda hujan-hujanan tetap pakai acara nyasar. #hehehe

 

 

Di Stasiun Gubeng aku nunggu kereta ekonomi Sancaka. Berangkat tepat waktu dan sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta agak telat sedikit pada pukul 11 malam. Selama di kereta pantatku gatal-gatal karena celanaku basah kena air hujan, hehehehe. #senyum.lebar

 

Selesai sudahlah bersepeda lipat Surabaya – Gresik dalam sehari. Alhamdulillah. #senyum.lebar

 

 

Kalau ditanya mau nggak bersepeda lagi Surabaya – Gresik, aku bakal jawab NGGAK! Tapi kalau sekedar bersepeda nyasar-nyasar muter-muter Surabaya atau Gresik aku sih oke-oke saja. Aku malah jadi penasaran lanjut bersepeda dari Gresik ke Lamongan. Katanya jaraknya “hanya” 40 km ya?

 

Eh, sebetulnya masih ada satu hal lagi yang mengganjal dan bikin aku penasaran dari petualanganku pada hari Minggu ini.

 

Es Cao itu minuman apaan ya?

NIMBRUNG DI SINI