HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Tentang Masjid Agung Pondok Tinggi di Kota Sungai Penuh

Senin, 30 Januari 2017, 13:03 WIB

Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi.

Kota di tepi perbatasan Jambi, Bengkulu, dan Sumatra Barat.

Kota tempatku singgah dalam sekejap.

 

 

Di Kota Sungai Penuh aku tertidur di bilik warnet. Ngantuk sehabis makan nasi padang. Lagipula hari ini waktuku lumayan senggang.

 

Hari ini hari Jumat (10/4/2015) sore. Hari di mana awan mendung menaungi langit Kota Sungai Penuh. Hari di mana aku akan bertolak ke Kota Jambi selepas Magrib.

 

Ke layar monitor aku kembali menghadap. Mencari-cari tempat menarik untuk melewatkan waktu. Pilihan pun jatuh menyambangi Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

Omong-omong, jarang-jarang lho seorang Wijna wisata religi. Hehehe. #hehehe

 


Tampak luar Masjid Agung Pondok Tinggi dari gerbang masuk.

 

Masjid Agung Pondok Tinggi letaknya di Jl. Soekarno – Hatta. Di Kelurahan Pondok Tinggi. Tepat di jantung Kota Sungai Penuh. Lumayan dekat dari Lapangan Merdeka.

 

Jarak Masjid Agung Pondok Tinggi dari warnet tempatku tidur sekitar 1 km. Aku sendiri ke sananya dengan berjalan kaki. Soalnya di sepanjang jalan aku nggak lihat ada angkot lewat. Lagipula jarak 1 km ditempuh naik angkot buatku boros.

 

Eh, tapi kalau niatnya ingin berbagi pendapatan dengan sopir angkot itu lain soal sih. #hehehe

 

Sejarah Masjid Agung Pondok Tinggi

Di serambi Masjid Agung Pondok Tinggi terpajang poster sejarah informasi. Sempat aku potret dan bisa dilihat lewat tautan di bawah ini.

 

http://s.id/masjidpondoktinggi

 

Selain dari poster sejarah informasi, sumber lain referensi penulisan artikel Masjid Agung Pondok Tinggi ini adalah sebagai berikut.

 

http://bujangmasjid.blogspot.co.id/2012/05/masjid-agung-pondok-tinggi-masjid.html

http://duniamasjid.islamic-center.or.id/1029/masjid-agung-pondok-tinggi-kerinci/

 

 

Pada awalnya masjid ini bernama Masjid Pondok Tinggi. Pada tahun 1953 Pak Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden RI singgah dan terkesan dengan masjid ini. Beliau pun kemudian mengganti nama masjid menjadi Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

Masjid Agung Pondok Tinggi adalah salah satu masjid kuno di nusantara. Dibangun pada tahun 1874 dan selesai pada tahun 1902. Jadi pada tahun 2015 usianya sudah 113 tahun. Bila dihitung dari awal pembangunan ya 141 tahun.

 

 

Masjid Agung Pondok Tinggi adalah saksi bisu penyebaran Islam di Sungai Penuh. Pada saat dibangun jumlah warga nggak lebih dari 90 kepala keluarga. Membangun masjidnya ya dengan cara gotong royong. Tua dan muda. Pria dan wanita. Semua ikut berperan.

 

Makanan dan minuman dibawa secara bergiliran. Alunan rebana sike serta tale asuh ditabuh untuk memberi semangat. Batang-batang pohon dari rimba Pematan Limo Gunjea pun ditarik masuk ke dalam dusun. Tali penariknya dari manau (rotan besar). Perlu waktu berminggu-minggu untuk menarik balok-balok kayu ini.

 


Foto renovasi Masjid Agung Pondok Tinggi di Google Street View. Entah tahun berapa.

 

Setelah itu barulah dimulai pekerjaan, pembentukan, pengepingan untuk tiang, alang, dan lain-lain. Setiap warga bekerja sesuai dengan keahliannya masing-masing. Adapun ada 4 orang yang meracang Masjid Agung Pondok Tinggi, yaitu:

 

  1. H. Ridho dari Rio Mandaro
  2. H. Sudin dari Rio Senggaro
  3. H. Thalib dari Rio Pati
  4. H. Rajo Saleh dari Rio Temenggung

 

Kata “Rio” yang melekat nama para tokoh tersebut kemungkinan serupa dengan gelar “Krio” setingkat kepala kampung yang digunakan oleh masyarakat Kesultanan Palembang.

 

Filosofi Atap Masjid Agung Pondok Tinggi

Masjid Agung Pondok Tinggi berukuran 30 x 30 meter dengan tinggi bangunan setinggi 30,5 meter. Masjid ini dilengkapi dengan 2 pintu masuk. Mihrab masjid berdenah persegi panjang dengan ukuran 3,10 x 2,40 meter.

 

Masjid Agung Pondok Tinggi mengikuti model arsitektur masjid asli nusantara. Ciri khasnya atap limas tumpang tiga yang bagian atasnya dihiasi dengan lambang bulan sabit dan bintang. Dinding dan tiangnya terbuat dari kayu Latae dan kayu Tuai.

 

Bagi warga Pondok Tinggi, bentuk atap Masjid Agung Pondok Tinggi berkaitan erat dengan 3 filosofi hidup yang mereka anut, yaitu bapucak satu (berpucuk satu), berempe jurai (berjurai empat), dan batingkat tigae (bertingkat tiga).

 

 

Eh, yang disebut jurai itu adalah garis sambungan antara atap yang satu dengan bidang atap yang lainnya. #senyum

 


Makam tua di luar Masjid Agung Pondok Tinggi.

 


Keranda mayat dan meja untuk memandikan jenasah di Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

Sedangkan arti dari 3 filosofi hidup tersebut adalah sebagai berikut:

 

  1. Berpucuk satu melambangkan bahwa warga memiliki satu kepala adat dan beriman kepada Tuhan Yang Esa (satu).
  2. Berjurai empat memiliki arti bahwa Pondok Tinggi memiliki 4 jurai. Pada setiap jurai ada satu orang ninik mamak (pemangku adat) dari satu orang imam (ulama). Jadi, di Dusun Pondok Tinggi ada empat orang ninik mamak dan empat orang imam.
  3. Batingkat tiga adalah simbolisasi dari keteguhan masyarakat dalam menjaga 3 pusaka yang telah diwariskan secara turun-temurun, yaitu pusaka tegenai, pusaka ninik mamak, dan pusaka depati.

 

Filosofi Tiang Masjid Agung Pondok Tinggi

Selain filosofi atap masjid ternyata ada juga filosofi tiang masjid. #senyum

 

Masjid Agung Pondok Tinggi ditopang oleh 36 tiang kayu. Tiang-tiang ini terbagi menjadi 3 kelompok:

 

  1. Tian Panjang Sambilea (4 tiang)
  2. Tian Panjang Limao (8 tiang)
  3. Tian Panjang Duea (24 tiang)

 


Suasana di dalam Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

Tian Panjang Sambilea

Tian Panjang Sambilea bisa dibahasa Indonesiakan menjadi Tiang Panjang Sembilan. Sembilan di sini bukan jumlah tiangnya ada sembilan lho! Tapi karena tinggi tiangnya 9 depa (± 15 meter).

 

Tian Panjang Sambilea punya nama lain Tian Tuo (tiang tua) atau Sako Guru. Tiang ini disusun membentuk segi empat dengan jarak 10 – 11 meter yang serupa dengan Kabah di Mekah.

 

Dahulu kala puncak Tian Panjang Sambilea ini ditutup dengan kain berwarna merah putih. Pada dasar tiang ditanam paku emas sebagai penolak bala.

 

Tian Panjang Limao

Jenis tiang yang kedua adalah Tian Panjang Limao. Dibahasa Indonesiakan menjadi Tiang Panjang Lima. Itu karena tinggi tiangnya 5 depa (± 8 meter).

 

Tian Panjang Duea

Jenis tiang ketiga adalah Tian Panjang Duea. Dibahasa Indonesiakan menjadi Tiang Panjang Dua. Itu karena tinggi tiangnya 2 depa (± 3,5 meter).

 

Jumlah Tian Panjang Duea saat ini hanya tinggal 23 dari 24 tiang. Itu karena satu tiang di sebelah barat diambil untuk digunakan sebagai tempat mihrab untuk imam.

 

Pucuk Larangan yang Delapan

Tiang Masjid Agung Pondok Tinggi yang berbentuk segi 8 itu melambangkan 8 hukum adat yang barangsiapa melanggarnya akan mendapat sanksi besar. Hukum adat tersebut adalah:

 

  1. Upeh Acan
    1. Upeh (upas) = membuat manusia mati merana
    2. Acan (racun) = membuat manusia muntah darah dan mati
  2. Sumbang Salah
    1. Sumbang = berdua-duaan pria dengan wanita
    2. Salah = berdua-duaan pria dengan wanita dan melakukan maksiat atau zina
  3. Sia Bakea
    1. Sia (siar) = membakar harta benda orang lain tapi belum sampai hangus
    2. Bakea (bakar) = membakar harta benda orang lain sampai hangus
  4. Tian Buncah
    1. Tian (tikam) = melukai orang lain
    2. Buncah (bunuh) = melukai orang lain sampai mati
  5. Maling Curai
    1. Maling = mengambil harta benda orang lain tanpa izin di siang hari
    2. Curai (curi) = mengambil harta benda orang lain tanpa izin di malam hari
  6. Rebut Rampeah
    1. Rebut = merebut paksa harta benda orang lain tapi belum memperolehnya
    2. Rampeah (rampas) = merebut paksa harta benda orang lain dan memperolehnya
  7. Dago Dagi
    1. Dago = ancaman menantang berkelah tapi belum terjadi
    2. Dagi = ancaman menantang berkelahi dan terjadi
  8. Umbuk Ambai
    1. Umbuk = merayu berbuat hal yang tidak diingini dan belum terjadi
    2. Ambai = merayu sampai terjadi untuk memiliki harta

 

Selain Tian Panjang Sambilea, Tian Panjang Limao, dan Tian Panjang Duea ada juga jenis tiang lain yang disebut sebagai Tian Gantung. Sesuai namanya, tiang-tiang ini menggantung menyangga atap masjid. Panjangnya sekitar 7 meter.

 

Yang menarik dari tiang-tiang di Masjid Agung Pondok Tinggi ini adalah pemasangannya tanpa menggunakan paku, besi, atau logam lainnya! Selain itu dinding-dinding masjid yang terbuat dari kayu juga dipasang dengan apitan sedemikian rupa sehingga tahan goncangan.

 

Sepanjang sejarah, Masjid Agung Pondok Tinggi ini sudah terkena tiga kali goncangan gempa dahsyat seperti gempa Kerinci pada tanggal 7 Oktober 1995. Banyak bangunan di Kota Sungai Penuh yang rusak. Akan tetapi Masjid Agung Pondok Tinggi tidak mengalami kerusakan berarti.   

 

Hal Menarik Lain dari Masjid Agung Pondok Tinggi

Keunikan lain dari Masjid Agung Pondok Tinggi adalah masjid ini memiliki menara di dalam. Di bagian dalam masjid terdapat suatu tempat bagi muazin untuk mengumandangkan azan dari ketinggian.  

 


Bagian luar mihrab imam Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

 

Masjid Agung Pondok Tinggi juga memiliki beduk besar yang berjumlah 2. Beduk yang paling besar berukuran 7,5 meter. Namanya Tabuh Larangan. Beduk ini dibunyikan ketika terjadi peristiwa seperti banjir, gempa, kebakaran, dan lain-lain.

 


Tabuh Larangan yang hanya dibunyikan pada saat-saat tertentu.

 

 

Hal menarik lain dari Masjid Agung Pondok Tinggi adalah berbagai macam ukiran dan hiasan yang memenuhi bangunan. Sebagian besar bermotif tumbuh-tumbuhan. Selain itu ada pula hiasan dari keramik Belanda.

 


Berbagai macam hiasan dan ukiran di Masjid Agung Pondok Tinggi.

 

 

Terus terang aku masih ingin berlama-lama di Masjid Agung Pondok Tinggi. Tapi, rintik gerimis perlahan turun. Aku pun memutuskan untuk segera kembali ke kantor agen travel. Soalnya aku ke sananya kan harus berjalan kaki. #hehehe

 

Semoga suatu saat bisa kembali lagi ke Kota Sungai Penuh dan singgah di Masjid Agung Pondok Tinggi lagi.

 

Semoga Gusti Allah SWT memperkenankan untuk shalat berjamaah di sini.

 

Aamiin....

 

Ayo jalan kaki lagi!

NIMBRUNG DI SINI