Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Sebetulnya, sudah dari tadi aku berhasrat ingin menjejakkan kaki di pantai kecil yang letaknya di pelosok Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta ini.
Seperti umumnya pantai-pantai yang ada di Gunungkidul, pantai ini berpasir putih.
Seperti umumumnya pula pantai-pantai yang ada di Gunungkidul, bebatuan karang tampak mendominasi lanskap pantai.
Wujud pantai kecil ini tak ubahnya seperti teluk yang diapit oleh dua bukit karang besar di sisi barat dan timur.
Alhasil, ombak ganas Samudera Hindia seakan sungkan untuk menyapa bibir pantai.
Apabila dibandingkan dengan pantai-pantai terkenal macamnya Pantai Parangtritis atau Pantai Baron, jujur, aku lebih menikmati suasana syahdu nan sepi di pantai mungil seperti ini.
Buatku sih, nggak masalah nggak ada warung.
Nggak masalah juga nggak ada tempat yang teduh-teduh.
Selama perut masih bisa “dikondisikan”, nggak masalah juga nggak ada tempat buat ngendog. #hehehe
Yang jadi masalah buatku itu, kalau pantainya ramai, banyak orang, dan akibatnya banyak sampah yang berceceran!
Itu baru MASALAH!
Tahu sendirilah bahwa SAMPAH = MASALAH!
Tapi syukurlah pantai kecil ini “relatif” bersih dari sampah.
Eh, aku sebut relatif karena ya apabila dicermati, kita masih bisa menemukan sepotong dua potong plastik terselip di antara timbunan pasir. #hehehe
Duduk di atas batu karang, memejamkan mata, dan mendengarkan suara gemuruh ombak yang silih berganti datang dan pergi, adalah nikmat-Nya yang patut untuk disyukuri.
Sekaligus juga sebagai momen untuk merenungi sebagian kecil dari kisah perjalanan hidup.
Aku masih percaya, ketika manusia merenung, maka ia sesungguhnya berada dalam suatu proses evolusi. Tentu, evolusi ke arah yang diyakini lebih baik.
Menyinggung tentang merenung, sebetulnya aku dari tadi ya heran, apakah gerangan yang dilakukan oleh seorang bapak di bibir pantai ini.
Si bapak ini sudah terlebih dahulu hadir di pantai sebelum aku.
Sedari tadi, aku perhatikan, si bapak berjalan kaki menyusuri bibir pantai. Sesekali ia berhenti. Kemudian, dengan kakinya ia mengorek-orek pasir. Terkadang, kedua tangannya pun ia berdayakan.
Beliau seperti sedang mencari sesuatu.
Apa ya?
Dengan didorong rasa penasaran, aku pun mendekat menghampiri dirinya.
“Mencari apa Pak?” (tentu dengan bahasa Jawa halus #senyum.lebar)
“Cacing laut Mas”
“He!? Cacing laut?”
Seumur-umur, baru kali ini aku tahu kalau di dalam pasir itu ada cacingnya!
Seumur-umur, baru kali ini pula aku tahu dan lihat hewan yang disebut sebagai cacing laut.
Bentuknya sepintas ya mirip cacing tanah sih.
Maklum, namanya juga anak matematika, bukan anak biologi. #hehehe
Cacing laut digunakan sebagai umpan memancing. Selain beliau (yang aku tidak tanya namanya siapa #hehehe), ada seorang bapak lagi yang sedang memancing di bibir pantai.
Karang-karang yang mendominasi bibir pantai sepertinya merupakan tempat tinggal favorit bagi ikan-ikan. Tapi ya karena banyak karang jadinya agak kurang nyaman bila dipakai untuk bermain air.
Mungkin itu juga yang menyebabkan pantai kecil ini tidak terjamah wisatawan.
Mungkin juga karena kalah populer dari obyek menarik di dekatnya.
Apabila Pembaca lumayan sering blusukan pantai di Gunungkidul atau mungkin kenal dengan tempat-tempat hits di Yogyakarta, aku yakin Pembaca bisa menebak di mana gerangan lokasi pantai kecil ini dari foto di bawah.
Ngerti toh? #senyum.lebar
Tetaplah jaga kebersihan.
Jangan buang sampah sembarangan.
Dan ucapkan nama Tuhan ketika hendak memulai sesuatu.
Sekian dulu deh. #hehehe
dan pulau itu bernama asli pulau panjang..
entah kenapa pulau panjang yang jadi pantai timang, xixixi.