HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Berputar-putar Kelaparan Keliling Landmark Kota Bengkulu

Selasa, 3 Mei 2016, 08:11 WIB

Masih di Kota Bengkulu. Di hari Kamis (9/4/2015). Di suatu pagi berhawa sejuk dengan misi nyari sarapan yang masih belum ketemu-ketemu.

 

Duh! Aku lapaaar.... #sedih

 

Usai terlena motret-motret pemandangan di Pantai Tapak Paderi, serta mengingat waktu senggang yang kian lama kian menipis, aku akhirnya memutuskan untuk balik ke penginapan. Nanti nyari sarapannya di sepanjang perjalanan pulang ke penginapan saja lah. Kebangetan banget kalau sama sekali nggak ada yang jual sarapan. #hehehe

 


Masih di suatu pagi yang cerah di kota Bengkulu. Eh, bukit di sisi kiri itu Benteng Malborough
.

 

Maka dengan demikian, jadilah aku berjalan kaki menyusuri jalan raya sambil celingak-celinguk mencari angkot kuning yang siapa tahu khilaf lewat sana. Untung di Kota Bengkulu ada angkot. Jadinya kan enak buat pelancong miskin macam aku ini, yang hanya bermodal kaki dan uang receh buat keliling-keliling di dalam kota. #hehehe

 

Eh, ternyata di sepanjang jalan raya itu aku ketemu banyak obyek menarik. Alhasil foto-foto lagi deh, hehehe #hehehe. Semacam marka tanah (landmark) Kota Bengkulu gitu.

 

Landmark Kota Bengkulu ada apa saja sih?

 

Pena dan Bunga Rafflesia yang Jadi Satu

Obyek menarik pertama yang aku temui adalah Tugu Pers Bengkulu yang kalau menurut penglihatan orang Jawa KW macam aku ini wujudnya WAGU alias nggak jelas. Hahaha #senyum.lebar.

 

Aku khawatir saja kalau nanti bakal ada bocah kecil polos nan lugu yang mengajukan pertanyaan seperti ini ke orang tuanya,

 

“Pena itu tumbuhnya dari bunga Rafflesia ya?”

 

Modyar! Ya kali bisa gitu... >.<

 


... Ini yang merancang tugunya siapa ya?

 

Tapi memang itu sepertinya yang membuat Tugu Pers Bengkulu ini unik dan menarik sebagai obyek foto-foto. Kalau tugu ini hanya berbentuk pena atau bunga Rafflesia saja mungkin nggak bakal semenarik perhatian ini....

 

Ah... bunga Rafflesia... kapan aku bisa melihatmu mekar di alam bebas... #mellow

 


Dilihat. Dipegang. Dielus-elus. Ah, semoga suatu saat bisa ketemu bunga Rafflesia yang betulan...

 

Kampung yang Tak Lagi Bernyawa

Nggak jauh dari Tugu Pers Bengkulu itu ada obyek menarik selanjutnya yaitu Kampung Cina yang tersohor dengan rumah-rumah khasnya. Di setiap kota di Indonesia sepertinya selalu bisa ditemui permukiman Cina kan?

 

Kalau menurut catatan Wikipedia sejarah, di zaman dulu kan Bengkulu pernah dijajah oleh East India Company (EIC), yaitu kongsi dagangnya Inggris. Pada masa-masa itu, warga Tionghoa turut diundang menetap di Bengkulu sebagai warga kelas dua. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk berkutat di bidang perdagangan.

 

Pejabatnya bule-bule Inggris.
Pedagangnya warga Tionghoa.
Sedangkan kacung-kacungnya pribumi.

 

Lengkap sudah lah penderitaan penjajahan. #menghelanapas

 


Rumah khas Tionghoa. Tempat tinggal di lantai atas. Tokonya di lantai bawah.

 


Lorong/selasar di lantai bawah itu bagus lho buat foto model.

 


Gerbang masuk ke Kampung Cina. Kalau ke kanan itu pintu masuk Benteng Malborough.

 

Menurut laporannya abang Isna, masa keemasan Kampung Cina sebagai pusat perniagaan memudar di tahun 1990-an. Lokasi ini beberapa kali sempat terbakar. Hari raya Imlek pun nggak serta-merta membuat Kampung Cina menggeliat.

 

Pas aku ke sana itu ya suasananya juga sepi. Nggak terlihat ada aktivitas perdagangan. Apalagi orang yang jual sarapan. #sedih #laper

 

Monumen Orang yang Dibenci

Aku lanjut jalan kaki lagi dari Kampung Cina. Mengikuti trotoar. Lewat di bawahnya gerbang merah. Kemudian, sampailah aku di obyek menarik yang ketiga. Wujudnya berupa suatu bangunan putih besar. Orang-orang menyebutnya sebagai Monumen Thomas Parr.

 

Jadi, siapakah Thomas Parr itu sampai dirinya dibuatkan monumen seperti ini?

 


Warga Bengkulu menyebut tempat ini sebagai Kuburan Bulek (Kuburan Bulat).

 

Kalau dari ceritanya kak Ferti, Thomas Parr itu salah satu residen (semacam pejabat tinggi EIC) yang ditugaskan di Bengkulu pada kurun tahun 1805 – 1807. Masa jabatannya memang hanya 2 tahun, karena di tahun 1807 beliau dibunuh #sadis oleh penduduk setempat yang memberontak terhadap kebijakan yang dibuatnya. Thomas Parr ini memang dikenal sebagai pribadi yang kejam dan angkuh. Baik terhadap kaum pribumi, maupun terhadap orang Inggris sendiri.

 

Konon, dahulu kala Thomas Parr dimakamkan di tempat ini. Tapi, lantas dipindah ke dalam Benteng Malborough karena dikhawatirkan makamnya bakal dirusak oleh para pribumi yang benci setengah mati sama Thomas Parr.

 

Maka dari itu, jadilah orang yang baik semasa Pembaca masih bernyawa. Supaya nanti pas sudah meninggal tak ada dendam yang dibawa ke dalam liang kubur. #pesanmoral

 


Sayangnya masih pagi, masih tutup, jadinya nggak bisa lihat-lihat isinya.

 

Bangunan cagar budaya lain yang ada di dekat Monuman Thomas Parr adalah bangunan kantor pos tua yang sampai saat ini masih difungsikan sebagaimana mestinya. Eh, maksudnya ya tetap jadi kantor pos gitu. #hehehe

 

Sayang, di jagat maya nggak ada penjelasan rinci tentang sejarah bangunan ini. Sepertinya kapan-kapan aku perlu ngobrol sama komunitas Bengkulu Heritage Society deh. Siapa tahu mereka lebih mengerti sejarah tempat-tempat bersejarah yang aku temui ini.

 

Menara yang Terjegal Kasus

Nggak jauh dari Monumen Thomas Parr dan kantor pos, ada lapangan besar yang menjadi tempat favoritnya warga Kota Bengkulu untuk kumpul-kumpul. Apalagi kalau bukan Lapangan Merdeka. #senyum.lebar

 


Pingin naik ke puncak menara, tapi sayangnya nggak bisa. #sedih

 

Di tengah-tengah Lapangan Merdeka ini aku lihat ada bangunan yang nggak kalah unik yaitu menara yang tinggi besar. Kalau menurut situs AntaraBengkulu, menara yang bercorak putih-merah ini adalah menara pemantau tsunami.

 

Kabarnya, di dasar menara ini dibangun terowongan yang tembus ke Benteng Malborough. Terowongan tersebut juga dilengkapi oleh diorama pembangunan Kota Bengkulu.

 

TA – PI SA – YANG – NYA, proyek menara pemantau tsunami ini terbengkalai! Kabarnya sih terindikasi dugaan korupsi. Duh!

 

Pas aku mampir ke sana itu aku sama sekali nggak bisa masuk ke dalam menara. Pintunya dikunci. Berhubung dinding dasarnya transparan, aku iseng-iseng melongok ke dalam. Kotor banget isinya! Wew....

 


Buatku sih nggak begitu menarik. Apa sekadar untuk menghabiskan anggaran ya?

 

Yang tergolong bersih di sekitar menara ini paling hanya relief capaian pengurangan resiko Indonesia. Tapi ya nggak menarik-menarik banget sih. Lebih menarik buatku kalau bisa naik ke puncak menara, atau malah menyusuri terowongan sambil lihat-lihat diorama. Eh, itu pun kalau proyeknya (bisa) rampung lho. #hehehe

 

Sarapan yang Tak Kunjung Ketemu

Sudah jalan kaki jauh-jauh dari Pantai Tapak Paderi, eh sampai Lapangan Merdeka juga nggak ada yang jual sarapan! Doh!

 

Keterlaluan banget ini! Nyari sarapan di Kota Bengkulu kok susah banget! #sebel

 

Derita juga ini lama-lama. Soalnya kota Bengkulu itu mirip sama kota Padang. Yaitu sama-sama nggak ada minimarket-minimarket semacam Indomaret, Alfamart, Circle-K, dsb. Jadi, kalau mau nyari logistik ya mengandalkan warung kelontong terdekat. Itu pun pas pagi kebanyakan masih pada tutup. Nasib... nasib...

 


Santapan warga kota Bengkulu pas nongkrong di Lapangan Merdeka.

 

Akhirnya perjalanan keliling-keliling mencari sarapan ini pun berakhir dengan pengibaran bendera putih tanda menyerah. Aku naik lagi angkot warna kuning. Turun persis di depan penginapan.

 

Eh, ternyata di samping penginapan ada kedai yang menjual sarapan lontong sayur!

Kok nggak dari tadi saja ya sarapan di sini!!?

Payah... #hehehe

 


Jauh-jauh nyari sarapan, eh ketemunya di deket penginapan.

 

Yah, semoga di lain kesempatan bisa mampir ke kota Bengkulu lagi karena aku masih penasaran:

 

YANG JUAL SARAPAN DI KOTA BENGKULU PADA NGUMPUL DI MANA SIH?

 

Mungkin juga aku perlu latihan makan hanya sehari sekali ya Pembaca? #hehehe

NIMBRUNG DI SINI