Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Wew, sudah masuk bulan April. Nggak kerasa ya tahun 2016 sudah berjalan 3 bulan. Kayaknya, tahun baru seperti baru kemarin. #senyum.lebar
Eh. Tapi, kalau aku pikir-pikir. Di tahun 2016 ini aku kok SAMA SEKALI belum nulis artikel yang topiknya air terjun ya?
Duh!
Payah...
Okelah! Daripada aku kebanyakan curhat-curhat nggak jelas. Di artikel ini aku mau cerita tentang pengalaman bersepeda ke Air Terjun Surupethek (ada juga sih yang menyebutnya Grojogan Surupethek). Jadinya, ini artikel air terjun pertama yang muncul di tahun 2016. #senyum.lebar
Meskipun ya, ke sananya sih sudah sejak tahun 2015 silam. #hehehe #telat #banget
Air Terjun Surupethek di Bawahnya Cinomati
Cerita dimulai di hari Sabtu pagi (19/12/2015) yang mendung. Langit kelihatan masih bersedih. Rintik gerimis pun membasahi bumi. Cuaca yang seperti ini nih, yang bikin semangat buat bersepeda jadi luntur. #hehehe
Saat gerimis mulai reda, aku meluncur naik Trek-Lala menuju Padepokan Joglo Pit. Selamat sampai di lokasi sekitar pukul setengah 8 pagi. Padahal sih, janjiannya pukul setengah 7, hahaha #senyum.lebar. Lha wong gerimis og. #alasan #hehehe
Di padepokan, jelas sudah menanti sang empunya joglo, yang siapa lagi kalau bukan Mbah Gundul Endronotonegoro. Yang bikin agak surprise, ndilalah pagi itu juga ada penampakan Kang Sigit. Hooo, ternyata Kang Sigit ini belum lama pulang ke Jogja setelah pergi merantau mendulang pundi-pundi emas. Rupa-rupanya kangen sepedaan juga dirinya. #senyum.lebar

Informasi tentang keberadaan Air Terjun Surupethek ini tahunya ya dari Mbah Gundul. Katanya Mbah Gundul sih, lokasi air terjun ini ada di “bawahnya Cinomati”. Kesimpulannya, untuk ke sana nggak perlu susah payah melibas tanjakan jahanam. Ow yes! yes! yes! Ya lumayan lah ya sebagai “rute pemanasan” perburuan air terjun.
Karena kata kuncinya adalah “Cinomati”, jadi dari Kota Jogja kami meluncur dengan rute arah ke Tanjakan Cinomati. Jelas sudah Mbah Gundul juru pandunya. Selama medannya belum bukan tanjakan jahanam sih oke-oke saja kalau Mbah Gundul yang di depan. #hehehe
Pertigaan ke Cinomati dan ke Air Terjun
Kami sebetulnya punya “rute baku” bersepeda dari Kota Jogja menuju ke Tanjakan Cinomati. Lewatnya itu dari Kota Jogja – Kotagede – Pleret – Segoroyoso – Wonolelo – Cinomati.
Tapi, kali ini kami nggak mengikuti panduan “rute baku”. Sebab, Mbah Gundul memilih rute yang melintasi Kecamatan Piyungan ke arah TPST Piyungan.
Enaknya bersepeda lewat rute Piyungan ini pemandangannya masih didominasi sawah-sawah. Sesekali bahkan kami masih ketemu kabut! Beda dengan pemandangan rute Banguntapan yang sawah-sawahnya sudah banyak dicaplok untuk perumahan plus tempat usaha. Sedih. #sedih
Setelah 1 jam bersepeda santai (kira-kira sekitar 12 km dari padepokan), kami sampai di pertigaan cabang jalan. Kalau ke kiri ke arah Tanjakan Cinomati dan Grojogan Kali Bulan. Sedangkan kalau ke kanan adalah ke Air Terjun Surupethek.
Aku sendiri sebetulnya sudah berkali-kali bersepeda lewat pertigaan ini. Tapi, baru sekarang tahu kalau di pertigaan ini ada selebaran petunjuk arah ke Air Terjun Surupethek.
SILAKAN DIBACA
Sedihnya, dari pertigaan ini menuju Air Terjun Surupethek sama sekali nggak ada petunjuk arah. Alhasil, kami sering berhenti dan bertanya ke warga setempat. Alhamdulillah, warga-warga yang sempat kami tanyai mengerti lokasi Air Terjun Surupethek. Ini nih enaknya kalau warga juga seneng dolan, hehehe. #senyum.lebar
Kalau mau dibuat ancer-ancer (apa ya bahasa Indonesianya?), dari pertigaan di atas itu nanti mengarah ke Kantor Desa Wonolelo (Dusun Purworejo). Kemudian masuk gapura RT 04 Bojong. Nah, di wilayah Bojong ini nanti air terjunnya bakal kelihatan kok dari jalan. Asal mata jeli saja. #hehehe
Selebaran petunjuk ke Air Terjun Surupethek baru tampak di posisi 50 meter menjelang tempat parkir kendaraan pengunjung. Lokasi parkir ini mengambil tempat di salah satu halaman rumah warga.
Entah karena waktu itu hari Sabtu atau gimana, lokasi parkirnya sepi! Hanya kami satu-satunya pengunjung. Ditambah lagi, nggak ada satu pun orang di sekitar sana yang sedang beraktivitas di luar rumah dan bisa dimintai keterangan.
Dugaan kuatnya, dari tempat parkir menuju Air Terjun Surupethek sepertinya harus masuk-masuk hutan. Tapi, cabang jalan hutan mana yang mesti dipilih ya... tebak-tebak buah manggis deh #hehehe.
Padahal, kalau melirik selebaran besar di lokasi parkir, selain Air Terjun Surupethek, di kawasan ini ada lima air terjun lain lho! Wiii... banyak air terjun...
Menerjang Hutan Demi Air Terjun Surupethek
Mula-mula, kami berniat memarkir sepeda di lokasi parkir yang disediakan pengelola. Tapi, Mbah Gundul mengusulkan supaya sepedanya dibawa masuk ke dalam hutan saja. Supaya lebih aman menurutnya. Padahal, kan ya pernah ada kejadian, sepeda diparkir di hutan tapi tetap dimaling. Duh!
Jadilah, kami menerjang hutan dengan bersepeda sampai ke suatu tempat di mana sepeda sepertinya harus diparkir karena medan jalannya semakin tidak sepedawi. Semoga saja parkir di dalam hutan di sini nggak dimaling deh ya. #hehehe
Dari sini, kami lanjut menjelajah hutan dengan berjalan kaki. Medannya ya medan hutan yang khas dengan jalan tanah yang becek dan licin. Di dalam hutan ini hanya ada satu selebaran petunjuk arah menuju Air Terjun Surupethek dengan tulisan “NAIK!!!”.
Bingung? Nggak juga sih. Kami ikuti saja jalan setapak yang sepertinya sering dijejak manusia. Pokoknya, kalau kontur jalannya naik, kami rasa itulah jalan yang benar (tapi tidak lurus) #senyum.lebar.
Kalau ada warga sih enaknya bertanya ke warga. Tapi, di dalam hutan, di pagi hari itu, kami nggak berjumpa dengan seorang warga pun. Mungkin mereka masih terlelap karena hawanya kan adem sehabis gerimis. Cocok buat tidur. Apalagi ini hari Sabtu. #ngantuk
Setelah 10 menit berjalan kaki dari tempat sepeda diparkir, kami berjumpa dengan lokasi yang disinyalir sebagai air terjun. Sayang debit airnya sedikit banget. Apa karena hujan di Desember ini belum terlalu sering dan deras ya?
Eh, kalau membandingkan dengan foto Air Terjun Surupethek yang terpampang di selebaran petunjuk arah, sepertinya ini bukan Air Terjun Surupethek deh.
Di lokasi air terjun ini kami berjumpa dengan sekumpulan bocah yang sedang bermain air. Pas kami tanyai perihal Air Terjun Surupethek yang fotonya seperti di selebaran, mereka nggak ngerti! Waduh! Kurang gaul ini bocah-bocah. #hehehe
Awalnya, aku menduga Air Terjun Surupethek itu terletak di puncak air terjun kecil ini. Tapi Mbah Gundul ragu-ragu sama pemikiranku. Dirinya pun memutuskan untuk observasi kawasan sekitar.
Selang beberapa saat, terdengarlah suara peluit. Mbah Gundul rupanya yang meniup. Dirinya menyuruh aku dan Kang Sigit untuk segera menghampirinya.
Wedalah, ternyata Mbah Gundul menemukan Air Terjun Surupethek yang dimaksud! #senyum.lebar
Ternyata posisi Air Terjun Surupethek hanya berjarak sekitar 100 meter dari air terjun kecil barusan. Sayang, bocah-bocah tadi sudah pada pulang. Coba mereka mau menjelajah sedikit lebih jauh lagi. Kan bakal lebih enak main airnya.
Surupethek yang Mirip Kali Bulan
Dari wujudnya, Air Terjun Surupethek ini hampir mirip dengan Grojogan Kali Bulan. Hanya saja, Grojogan Kali Bulan sepertinya lebih tinggi.
Air Terjun Surupethek ini memiliki banyak teras atau tingkatan. Aku sih nggak menyarankan untuk mendaki hingga ke puncak karena batu-batunya cukup licin. Kalau nanti mencoba terus jatuh dan terluka, yang mau menolong siapa? Lha sepi banget kok lokasinya.
Jelas ya, dari wujudnya Air Terjun Surupethek ini nggak cocok dipakai untuk berenang karena nggak punya kedung yang dalam. Tapi, kalau sekadar untuk berbasah-basahan, ya boleh lah. Asal jangan jadi tempat ngendog sama tempat mesum saja! #hehehe Habisnya, sepi sih.
Di sekitar air terjun nggak ada semak-semak yang cocok digunakan sebagai tempat bersalin pakaian. Satu-satunya tempat yang kondusif untuk membersihkan diri paling ya toilet yang ada di dekat tempat parkir. Jauh juga.
Debit Air Terjun Surupethek ini nggak terlampau deras. Kalaupun deras, kemungkinan hanya ketika semalam di lokasi ini atau di hulu sungai diguyur hujan lebat.
Air Terjun Surupethek juga dimanfaatkan sebagai sumber air oleh warga setempat. Jadi, harap jaga kebersihan air terjun karena kasihan kalau nanti warga mendapat air yang sudah “tercermar”.
Oh iya, yang menarik dari Air Terjun Surupethek ini adalah keberadaan tempat sampah! Jadinya aku nggak perlu menjalankan “ritual” mengumpulkan sampah di kantong kresek deh, hehehe. #hehehe
Air Terjun Surupethek sendiri relatif bersih dari sampah. Meskipun ya... tetap masih ada 1-2-3 ceceran sampah botol plastik ulah dari pengunjung yang nggak bertanggung-jawab. #sedih
Dari sisi fotografi, Air Terjun Surupethek termasuk air terjun yang menurutku cukup fotogenik. Terutama karena di lokasi ada rerimbunan daun yang bisa aku manfaatkan sebagai framing. Apalagi air terjun ini ramah difoto dalam format horizontal (landscape).
Eh, kalau dipikir-pikir, aku kok ya jarang motret dalam format vertikal (portrait) ya? #senyum.lebar
Kekurangan Air Terjun Surupethek dari sisi fotografi, menurutku ya hanya debit airnya saja yang kurang melimpah. Tapi ada untungnya juga karena aku nggak perlu repot-repot beraksi dengan teknik slow-speed berdetik-detik lamanya.
Cukup pasang filter CPL (Circular Polarizer), atur ke ISO-100, bukaan diafragma f/11, dan aku bisa mendapat kecepatan rana sekitar 1/10 detik. Jadinya, nggak perlu pakai bantuan tripod karena kamera tetap bisa aku pegang stabil.
Penggunaan filter CPL aku sarankan untuk mengurangi pantulan air pada dinding-dinding batu. Hasil foto sebelum dan sesudah menggunakan filter CPL bisa Pembaca lihat pada foto di bawah ini.
Kesimpulannya, Air Terjun Surupethek memang bukan air terjun yang ideal untuk bermain air secara maksimal. Akan tetapi, untuk Pembaca yang senang menjelajah ke air terjun “tersembunyi” dan masih “alami”, sepertinya Air Terjun Surupethek layak dijadikan pilihan.
Oh iya, perihal alasan kenapa air terjun ini diberi nama Surupethek aku juga nggak tahu. Surupethek sendiri bukan istilah yang umum dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Jawa. Air Terjun Surupethek letaknya ada di Desa Bojong, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Jadi, setelah dari air terjun ini bersepeda ke mana lagi ya? #senyum.lebar
Salam lestari.
Kalau mau ke Pogog, sebelum balai Desa Wonolelo, ada pertigaan, pas pondok pesantren Binaul Ummah, ambil kiri, naik terus, sampai bertemu dengan taman kanak-kanan. Setelah itu manyusuri jalan cor blok, jalur ini biasanya digunakan oleh motor trail.
Grojokan Pogog ini lumayan tinggi, lebih dari 50 meter, tapi medannya lebih sulit daripada Surupethek.
Jika berkenan, suatu saat bisa saya antar, selain air terjun, di sebelahnya juga terdapat bukit yang memiliki pemandangan yang tidak kalah menarik.
salam.
Di jalan malah sedikit papan petunjuknya, tapi di hutan-nya malah ada ya .. hehehe,
Namanya koq aneh .. Surupethek .. artinya apa ya ?
Salam kenal. Kapan-kapan ajak i aku yo.
Mungkin dari kata Surup dan Ethek (dangkal) ya?
Perjalanan kali ini gak seserem biasanya harus nanjak banget bawa sepeda. Apa kabar lutut kek gitu. XD
Eh, mas. Tapi kok Airnya butek banget ya? Atau airnya kecampur limbah atau... ada guncangan di atas. Sehingga menjadi keruh..
Tapi meskipun ini perjalanan 2015. Tetep serasa baru sih, mas.
Kalau pas puncak musim hujan gimana ya?
Btw, ke Cinomati lewat Piyungan memang syahdu Mas, jadi inget masa survey KKN dulu sering banget ke sana. hahaha. Tanjakan dan sawahnya itu bikin adem.
Cuma denger-denger Piyungan mau jadi kawasan industri. Entah di sebelah mana.
Coba aja pas deras ya. Pasti bagus banget sambil liat bidadari mandi.
Eh ancer-ancer ki Bahasa Indonesianya patokan bukan?...
Weh, kali ini yang mandu Mbah Gundul ya Mas? Pemilik padepokan, hehehe Keren!!!