Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Perjalanan yang lumayan panjang (dan dingiiin #hehehe) dari Kota Jogja menuju kaki Perbukitan Menoreh, akhirnya berujung di Desa Giritengah di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar pukul 6 pagi kurang sedikit.
Dari namanya, Giri artinya bukit mirip-mirip gunung. Tengah ya tengah. Jadi, Giritengah artinya di tengah bukit yang mirip gunung. Tapi kenyataannya ya nggak bener-bener pas di tengah sih. Hanya saja, Desa Giritengah ini memang dipagari oleh Perbukitan Menoreh.
Matahari terlihat sudah bergegas naik. Bukan lagi momen yang ideal untuk mengabadikan kemunculannya dari balik ufuk. Akan tetapi, kabut yang tersisa dan cerahnya langit berawan, agaknya berhasil merayu fotografer mana pun untuk meluangkan sedikit waktu guna mengabadikan pesona pagi berlatar empat gunung dari puncak Bukit Kendil.
Eh, yang disebut sebagai Bukit Kendil adalah suatu tempat di lereng Perbukitan Menoreh, di wilayah Desa Giritengah, di mana pengunjung dapat menyaksikan keindahan bentang alam ciptaan Allah SWT dari ketinggian.
Di sisi timur ada sapaan hangat dari Gunung Merapi dan saudaranya Gunung Merbabu.
Halo. Halo. Halo. Selamat Pagi dari Magelang! #senyum.lebar
Dua gunung sudah disapa. Tinggal sisa dua gunung lagi. Ada di mana ya mereka? Ya di sisi barat lah ya!
Di sudut barat berdiri gagah Gunung Sumbing dan saudaranya Gunung Sindoro. Subhanallah! Pesonanya Gunung Sumbing sungguh menakjubkan! Kalau selama ini aku terpukau oleh kemolekan Gunung Merapi, agaknya warga Magelang terpukau oleh kemolekan Gunung Sumbing.
Duh, kok malah jadi pingin mendaki gunung begini? Hahaha. #senyum.lebar
Puncak bukit dengan pemandangan indah yang disebut Bukit Kendil ini pun memiliki banyak nama. Ada yang menyebutnya sebagai Gunung Kendil, Gunung Gupakan, Bukit Gupakan, Punthuk Kendil, atau Punthuk Gupakan. Sayang, aku nggak tahu apa nama resminya. #hehehe
Lokasi untuk menyaksikan sunrise atau sunset dari Desa Giritengah pun nggak serta-merta dimonopoli oleh Bukit Kendil. Lokasi-lokasi lain seperti Pos Mati, Punthuk Sukmojoyo, dan Punthuk Mongkrong menawarkan pemandangan yang nyaris serupa dengan Bukit Kendil. Tinggal arahkan kendaraan ke lokasi yang diinginkan dan berdoa semoga nggak nyasar di pagi buta, hahaha. #senyum.lebar
Bukit Kendil menyediakan empat spot foto. Tiga di antaranya berwujud rumah pohon dengan akses yang hanya muat dilalui oleh satu orang. Sedangkan satu sisanya berwujud pelataran di mana pengunjung dapat berfoto ramai-ramai berlatarkan Merapi dan Merbabu.
Menurutku, spot pelataran inilah lokasi yang paling cocok untuk memotret pasangan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sayangnya, saat aku ke sini ini, tempat foto eksotis ini “dijajah” lumayan lama oleh teman-teman KKN dari Universitas Diponegoro, Semarang. #hehehe
Tapi, bukan aku namanya kalau kemudian nggak mengakrabkan diri dengan mas-mas dan mbak-mbak enerjik yang penuh semangat ini. Kalau dari penuturan mereka, markas KKN mereka ada di Desa Tanjungsari dengan program kerja utama memberdayakan usaha pengolahan tahu.
Semoga sukses deh KKN-nya! #senyum.lebar
Nah, untuk mencapai Bukit Kendil, pengunjung bisa menempuh jalur dari Candi Borobudur ke arah Hotel Amanjiwo (yang terkenal mahalnya itu #hehehe). Yang jelas, di perempatan yang belok kanan ke arah vihara atau Punthuk Setumbu itu tetap ambil jalan yang lurus.
Masalahnya, kalau mengambil rute yang melewati Punthuk Setumbu seperti yang aku dan Dimas lakukan di hari Kamis pagi itu (22/1/2016) sama saja dengan memutar lebih jauh sekitar 5-6 km.
Yah, pagi-pagi ada adegan nyasar-nyasarnya juga... #hehehe
Retribusi memasuki Bukit Kendil pun sangat terjangkau yakni Rp3.000 per orang dan Rp2.000 untuk parkir kendaraan sepeda motor. Tarif retribusi ini jelas lebih murah dari tarif retribusi Punthuk Setumbu.
Yang harus diperhatikan pengunjung ketika singgah di Bukit Kendil adalah alas kaki. Yang mana hampir bisa dipastikan bakal kotor berlumur tanah merah tebal di musim hujan. Jadi, kalau nggak ingin direpotkan dengan membersihkan alas kaki, mungkin bertelanjang kaki lebih baik. #hehehe
Dan demikianlah. Aku dan Dimas melewatkan waktu sekitar satu jam di Bukit Kendil, sebelum akhirnya kami bertolak menuju Candi Borobudur menjelang pukul 7 pagi.
Tetap jaga kebersihan dan jaga sopan-santun sewaktu Pembaca berkunjung ke Bukit Kendil yah! #senyum.lebar
menggunakan foto mas di Punthuk Kendil satu buah? Mohon kabarnya, terima kasih.
punthuk e hahaha.... soale ra sengojo nemu, bar seko punthuk sukmojoyo -_-
BTW aku pingin banget foto-foto modeling ndik rumah pohon kui. Waaaaaah.. Fans-fansku pasti pada baper.
Jajalen Ndop foto nang kono. Mesti bar kuwi fans-fansmu bereaksi keras. :D
Sekarang di Jogja banyak dibuat gardu-gardu pandang ya .... tapi memang menjadi daya tarik jadi banyak turis yang datang .. gak selfie di sana artinya belum kekinian. :D
Udah resiko sandalnya sih, soalnya keliatan dari tipe tanahnya emang gitu.
Btw, apa kudu nginep kalo mau liat sunrise?
Indonesia memang surganya dunia. :)
http://dwitff.blogspot.co.id/2015/12/pagi-berkabut-di-gunung-kendil-magelang.html
Aku udah ke sini mas, tapii poto di postinganku ga ada yang sekeren inih!
Dari fotone sampeyan, saya langsung keinget pertama kali ke Puncak Sariloyo tetangga Suroloyo 3 tahun lalu, warnanya bener-bener ngangeni! :D
tahu tempat ini, ternyata di bukit menoreh tow. By The way kalau dari Puncak Suroloyo jauh
nggak ya mas itu?