HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Antara Kopi Darat, Nyepeda Bareng, plus Bergaya di Kuburan

Senin, 11 Januari 2016, 06:24 WIB

Jadi kan begini. Sebagaimana kegemaranku ini, kan ada tuh blogger yang hobinya bersepeda atau pesepeda yang hobinya nge-blog (eh, sama saja ya? #hehehe). Nah terus, karena di bulan November 2015 ini curug-curug airnya belum melimpah ruah (apa hubungannya coba?), aku rasa kayaknya sekali-kali aku perlu "keluar gua" untuk menyapa rekan-rekan sejawat yang hobinya mirip hobiku itu.

 

Yah, daripada bersepeda sendirian nggak jelas kayak orang hilang? #hehehe

 


 

Nah, di kesempatan kali ini yang mendapat giliran bersua dengan tukang mblusuk yang doyan nyasar adalah blog Mari Kita Dolan (marikitadolan.wordpress.com) yang dimotori oleh duet warga Bantul, yakni saudara Indra dan saudari Nisfu (yang instagram-nya sempat mengebohkan Gunungkidul itu #hehehe).

 

Ayo buat Pembaca yang penasaran bagaimana sensasinya bersepeda sambil menyibak indahnya panorama kabupaten Bantul yang Projotamansari bisa langsung meluncur ke blog Mari Kita Dolan. #senyum.lebar

 

Kalau katanya mereka sih, Selo dan dolanlah! Salim dan tosss! #senyum.lebar

 


Ehm, desain blog-nya rapi, bersih, minimalis. Nyaman dibacanya. Sudah responsif pula! #review

 

Wokey! Kita balik lagi ke cerita yuk!

 

Jadi, di hari Sabtu pagi (14/11/2015) itu, aku ceritanya nimbrung acara sepedaannya mereka. Katanya Nisfu, rutenya hanya seputar Kandang Menjangan (Panggung Krapyak) – P.G. Madukismo – Gunung Sempu. Masih seputar kabupaten Bantul yang dekat-dekat Kota Jogja lah ya. Ngerti rutenya ramah dengkul seperti itu jadinya aku menunggang sepeda federal tua yang dulu aku tunggangi pas ke Laut Bekah. #senyum.lebar

 

Eh, Pembaca sampai tahun 2015 sudah pernah ke Laut Bekah belum? Penasaran itu jalan ke sananya masih berwujud "jalan penderitaan" atau nggak....

 

Berhubung rombongan mereka berangkat dari wilayah Bantul timur agak ke barat sedikit  (hayoo, di mana coba?) jadinya meeting point kami adalah langsung di Panggung Krapyak. Karena domisiliku dan Panggung Krapyak lumayan dekat, alhasil di pagi hari itu aku duluan yang tiba di meeting point dan menunggu rombongan Bantul tiba sambil baca-baca koran KR. Maklum, aku kan nggak terbiasa nunggu sambil mainan smartphone. #hehehe

 

Berhubung Panggung Krapyak baru direnovasi, gagal deh acara foto-fotonya Nisfu dkk. Eh iya, Nisfu ini kan hobinya bergaya dengan latar pemandangan yang indah-indah. Jadi sebenarnya, acara bersepeda ini ya mengantar Nisfu dan rombongan para ladies untuk berfoto-foto. #hehehe

 


Panggung Krapyak sedang dicat ulang. Sebelumnya wujudnya dekil gitu. Buat foto-foto juga kurang cocik. #eh

 

Gagal bergaya di Panggung Krapyak, kami langsung meluncur dengan sepeda menuju P.G. Madukismo. Niatnya sih mau foto-foto dengan lori pengangkut tebu (memang lori pengangkut tebu indah ya? Tauk deh #hehehe). Tapi sayang, lori-lori tebunya lagi nggak diparkir di pinggir jalan raya. Mau ke P.G. Madukismo juga nggak sembarang orang boleh masuk. Jadi, dua kali gagal deh foto-fotonya! Kasihan...

 

Tapi namanya juga cewek. Jeli banget mereka mencari tempat-tempat menarik buat foto-foto. Berhubung foto-foto dengan latar lori gagal, jadinya mereka foto-foto di jembatan kereta tua deh. Jembatan kereta tua ini letaknya di jalan arah Gunung Sempu, dekat sama padepokannya Djoko Pekik.

 


Pada nggak takut kalau kayu-kayunya keropos apa ya? Ah, anak muda...

 

Aku sih sudah berkali-kali lewat di dekat jembatan kereta tua ini. Tapi seumur-umur, baru kali ini aku sudi melangkahkan kaki di atasnya. Ngeri lah ya! Siapa tahu ada kayu yang keropos dan bisa bikin orang mendadak jatuh terjun bebas ke Kali Bedog.

 

Tapi buat anak-anak muda ini (khususnya para ladies #hehehe), kalau sudah urusan foto-foto sepertinya jadi bikin mereka lupa urusan mati deh, hahaha. #senyum.lebar

 

Ups! Bicara tentang mati, tujuan selanjutnya yakni Gunung Sempu itu juga masih berkaitan dengan yang mati-mati. Sebab, Gunung Sempu ini dikenal akrab sebagai pemakaman etnis Tionghoa alias kuburan China.

 

Lha ngapain bersepeda ke kuburan China? Nyari mati po?
Ya foto-foto lah!

 


Joss! Bersepeda di kompleks kuburan China. Kalau malam lebih joss lagi. #hehehe

 

Jadi ceritanya, di puncak Gunung Sempu itu ada semacam tanah lapang luas gitu yang pemandangannya hutan-hutan. Kedengaran indah buat foto-foto toh? Nah itu objek sasaran Nisfu dan para ladies. #hehehe

 


Nasibnya Indra, harus senantiasa merespons kehendak foto-fotonya ladies. #senyum.lebar

 

Setelah dari Gunung Sempu, pikirku acara bersepeda hari ini selesai sampai di sini.
Eh, ternyata nggak!

 

Pembaca yang sering wira-wiri jalan raya Sembungan aku yakin pernah melihat masjid seperti foto di bawah ini di pinggir jalan raya. Nah ceritanya, Nisfu itu mendadak bersepeda masuk ke halaman masjid gitu. Pikirku, dirinya mau numpang ke kamar kecil atau gimana. Eh, ternyata dirinya mencari tempat foto-foto (lagi). Hadeh!

 


Masjid yang ini lho. Pasti pernah lihat kan? Lumayan dekat kalau dari lapangan desa Sembungan.

 

Aku sendiri mikirnya itu cuma masjid biasa. Tapi ternyata, masjid itu jadi satu sama kompleks pemakaman. Lebih tepatnya kompleks pemakaman pribadi yang bernama Pemakaman MSH yaitu pemakaman keluarga trah Mas Samino Hardjowisastro. Hmmm, siapa ya beliau ini?

 

Namanya juga pemakaman pribadi, jadinya wajar lah kalau sebelum memasuki kompleks pemakaman ada papan peringatan seperti di bawah ini.

 


Apa ini berarti juga termasuk larangan untuk berfoto-foto? #eh

 

Alhasil, rencana awalnya kami hanya mau berfoto-foto di dekat masjid thok. Tapi setelah beramah-tamah dengan salah satu bapak penjaga makam, eh kami malah diperbolehkan memasuki area pemakaman. Wew, penasaran juga sih. Kira-kira isinya ini pemakaman pribadi seperti apa.

 


Antara yes, no, yes, no, yes, no mau foto-foto. Takutnya disemprit pak penjaga makam. #hehehe

 

Supaya nggak menyalahi isi papan peringatan, ya di sana aku sekalian berziarah lah, memanjatkan doa bagi mereka-mereka yang telah mendahului kita. Menurut pemahamanku, yang dibutuhkan oleh mereka-mereka yang telah meninggal adalah doa hanya bisa dipanjatkan oleh mereka yang masih hidup, ya kita-kita ini!

 

Jadi, mari Pembaca kita heningkan cipta sejenak dan berdoa untuk keluarga, kerabat, atau kenalan kita yang sudah dipanggil pulang menghadap-Nya. #berdoa

 


Nggak angker. Bersih. Rapi. Bisa untuk tempat merenung dan introspeksi diri. Tempat piknik juga bisa. #hehehe

 

Kalau begini aku jadi berpikir.

 

 

Ya, salah satu efek lain dari blusukan di kuburan adalah terpikir hal-hal semacam di atas itu, hehehe. #hehehe

 


Tetep! Untuk urusan foto-foto... doh!

 

Oke! Jadi, acara bersepeda bareng tim Mari Kita Dolan selesai sampai di desa wisata Kasongan. Kami lantas berpisah menuju kecamatan tempat tinggal masing-masing.

 

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk tim Mari Kita Dolan atas pengalaman bersepeda yang menyeramkan menyenangkan! Oh iya, jangan terus tertular perilakunya Mbah Gundul yang hobi mencari kuburan yang ada pohon tua besarnya ya! #hehehe

 

Kalau Pembaca mau lihat foto-foto dari tim Mari Kita Dolan, langsung saja meluncur ke alamat blog ini.
https://marikitadolan.wordpress.com/2015/12/06/bersepeda-menyusuri-makam-gunung-sempu-kasihan-bantul/

 

Eh Ndra, aku pinjam foto di artikelmu. #senyum.lebar

 


Foto keluarga! #senyum.lebar Di mana pun tetap ngendog style! #senyum.lebar

 

Benar-benar pengalaman yang seru sekaligus membawa suasana baru. Tapi, entah kenapa di sejumlah tikungan mendadak aku merasa sedikit mellow. Bahwasanya, bersepeda bareng-bareng beberapa tahun silam rasanya seperti baru kemarin berlalu...

 

Ah, mbuh lah! Hidup harus terus maju! #hehehe

 

 

Oh iya, Pembaca kalau mau ngasih komentar jangan yang seperti, “wah, senang ya bisa bersepeda bareng”.

 

Sampeyan apa ya senang foto-foto di kuburan?
Kalau iya, barangkali kita bisa mengagendakan kopi darat di Gunung Kelir? #senyum.lebar
Malam-malam kalau perlu. #hehehe

NIMBRUNG DI SINI