Jadi kan begini. Sebagaimana kegemaranku ini, kan ada tuh blogger yang hobinya bersepeda atau pesepeda yang hobinya nge-blog (eh, sama saja ya? #hehehe). Nah terus, karena di bulan November 2015 ini curug-curug airnya belum melimpah ruah (apa hubungannya coba?), aku rasa kayaknya sekali-kali aku perlu "keluar gua" untuk menyapa rekan-rekan sejawat yang hobinya mirip hobiku itu.
Yah, daripada bersepeda sendirian nggak jelas kayak orang hilang? #hehehe
Nah, di kesempatan kali ini yang mendapat giliran bersua dengan tukang mblusuk yang doyan nyasar adalah blog Mari Kita Dolan (marikitadolan.wordpress.com) yang dimotori oleh duet warga Bantul, yakni saudara Indra dan saudari Nisfu (yang instagram-nya sempat mengebohkan Gunungkidul itu #hehehe).
Ayo buat Pembaca yang penasaran bagaimana sensasinya bersepeda sambil menyibak indahnya panorama kabupaten Bantul yang Projotamansari bisa langsung meluncur ke blog Mari Kita Dolan. #senyum.lebar
Kalau katanya mereka sih, Selo dan dolanlah! Salim dan tosss! #senyum.lebar
Wokey! Kita balik lagi ke cerita yuk!
Jadi, di hari Sabtu pagi (14/11/2015) itu, aku ceritanya nimbrung acara sepedaannya mereka. Katanya Nisfu, rutenya hanya seputar Kandang Menjangan (Panggung Krapyak) – P.G. Madukismo – Gunung Sempu. Masih seputar kabupaten Bantul yang dekat-dekat Kota Jogja lah ya. Ngerti rutenya ramah dengkul seperti itu jadinya aku menunggang sepeda federal tua yang dulu aku tunggangi pas ke Laut Bekah. #senyum.lebar
Eh, Pembaca sampai tahun 2015 sudah pernah ke Laut Bekah belum? Penasaran itu jalan ke sananya masih berwujud "jalan penderitaan" atau nggak....
SILAKAN DIBACA
Berhubung rombongan mereka berangkat dari wilayah Bantul timur agak ke barat sedikit (hayoo, di mana coba?) jadinya meeting point kami adalah langsung di Panggung Krapyak. Karena domisiliku dan Panggung Krapyak lumayan dekat, alhasil di pagi hari itu aku duluan yang tiba di meeting point dan menunggu rombongan Bantul tiba sambil baca-baca koran KR. Maklum, aku kan nggak terbiasa nunggu sambil mainan smartphone. #hehehe
Berhubung Panggung Krapyak baru direnovasi, gagal deh acara foto-fotonya Nisfu dkk. Eh iya, Nisfu ini kan hobinya bergaya dengan latar pemandangan yang indah-indah. Jadi sebenarnya, acara bersepeda ini ya mengantar Nisfu dan rombongan para ladies untuk berfoto-foto. #hehehe
Gagal bergaya di Panggung Krapyak, kami langsung meluncur dengan sepeda menuju P.G. Madukismo. Niatnya sih mau foto-foto dengan lori pengangkut tebu (memang lori pengangkut tebu indah ya? Tauk deh #hehehe). Tapi sayang, lori-lori tebunya lagi nggak diparkir di pinggir jalan raya. Mau ke P.G. Madukismo juga nggak sembarang orang boleh masuk. Jadi, dua kali gagal deh foto-fotonya! Kasihan...
Tapi namanya juga cewek. Jeli banget mereka mencari tempat-tempat menarik buat foto-foto. Berhubung foto-foto dengan latar lori gagal, jadinya mereka foto-foto di jembatan kereta tua deh. Jembatan kereta tua ini letaknya di jalan arah Gunung Sempu, dekat sama padepokannya Djoko Pekik.
Aku sih sudah berkali-kali lewat di dekat jembatan kereta tua ini. Tapi seumur-umur, baru kali ini aku sudi melangkahkan kaki di atasnya. Ngeri lah ya! Siapa tahu ada kayu yang keropos dan bisa bikin orang mendadak jatuh terjun bebas ke Kali Bedog.
Tapi buat anak-anak muda ini (khususnya para ladies #hehehe), kalau sudah urusan foto-foto sepertinya jadi bikin mereka lupa urusan mati deh, hahaha. #senyum.lebar
Ups! Bicara tentang mati, tujuan selanjutnya yakni Gunung Sempu itu juga masih berkaitan dengan yang mati-mati. Sebab, Gunung Sempu ini dikenal akrab sebagai pemakaman etnis Tionghoa alias kuburan China.
Lha ngapain bersepeda ke kuburan China? Nyari mati po?
Ya foto-foto lah!
Jadi ceritanya, di puncak Gunung Sempu itu ada semacam tanah lapang luas gitu yang pemandangannya hutan-hutan. Kedengaran indah buat foto-foto toh? Nah itu objek sasaran Nisfu dan para ladies. #hehehe
Setelah dari Gunung Sempu, pikirku acara bersepeda hari ini selesai sampai di sini.
Eh, ternyata nggak!
Pembaca yang sering wira-wiri jalan raya Sembungan aku yakin pernah melihat masjid seperti foto di bawah ini di pinggir jalan raya. Nah ceritanya, Nisfu itu mendadak bersepeda masuk ke halaman masjid gitu. Pikirku, dirinya mau numpang ke kamar kecil atau gimana. Eh, ternyata dirinya mencari tempat foto-foto (lagi). Hadeh!
Aku sendiri mikirnya itu cuma masjid biasa. Tapi ternyata, masjid itu jadi satu sama kompleks pemakaman. Lebih tepatnya kompleks pemakaman pribadi yang bernama Pemakaman MSH yaitu pemakaman keluarga trah Mas Samino Hardjowisastro. Hmmm, siapa ya beliau ini?
Namanya juga pemakaman pribadi, jadinya wajar lah kalau sebelum memasuki kompleks pemakaman ada papan peringatan seperti di bawah ini.
Alhasil, rencana awalnya kami hanya mau berfoto-foto di dekat masjid thok. Tapi setelah beramah-tamah dengan salah satu bapak penjaga makam, eh kami malah diperbolehkan memasuki area pemakaman. Wew, penasaran juga sih. Kira-kira isinya ini pemakaman pribadi seperti apa.
Supaya nggak menyalahi isi papan peringatan, ya di sana aku sekalian berziarah lah, memanjatkan doa bagi mereka-mereka yang telah mendahului kita. Menurut pemahamanku, yang dibutuhkan oleh mereka-mereka yang telah meninggal adalah doa hanya bisa dipanjatkan oleh mereka yang masih hidup, ya kita-kita ini!
Jadi, mari Pembaca kita heningkan cipta sejenak dan berdoa untuk keluarga, kerabat, atau kenalan kita yang sudah dipanggil pulang menghadap-Nya. #berdoa
Kalau begini aku jadi berpikir.
- Apakah kita yang masih hidup ini juga sering mengingat mereka-mereka yang sudah pergi mendahului kita?
- Apakah lantas kita sering memanjatkan doa untuk mereka?
- Apakah kita sendiri sering teringat bahwasanya kelak kita akan seperti mereka, yakni meninggalkan dunia fana ini untuk selama-lamanya?
- Sudahkah kita menyiapkan bekal untuk di akhirat kelak?
Ya, salah satu efek lain dari blusukan di kuburan adalah terpikir hal-hal semacam di atas itu, hehehe. #hehehe
Oke! Jadi, acara bersepeda bareng tim Mari Kita Dolan selesai sampai di desa wisata Kasongan. Kami lantas berpisah menuju kecamatan tempat tinggal masing-masing.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk tim Mari Kita Dolan atas pengalaman bersepeda yang menyeramkan menyenangkan! Oh iya, jangan terus tertular perilakunya Mbah Gundul yang hobi mencari kuburan yang ada pohon tua besarnya ya! #hehehe
Kalau Pembaca mau lihat foto-foto dari tim Mari Kita Dolan, langsung saja meluncur ke alamat blog ini.
https://marikitadolan.wordpress.com/2015/12/06/bersepeda-menyusuri-makam-gunung-sempu-kasihan-bantul/
Eh Ndra, aku pinjam foto di artikelmu. #senyum.lebar
Benar-benar pengalaman yang seru sekaligus membawa suasana baru. Tapi, entah kenapa di sejumlah tikungan mendadak aku merasa sedikit mellow. Bahwasanya, bersepeda bareng-bareng beberapa tahun silam rasanya seperti baru kemarin berlalu...
Ah, mbuh lah! Hidup harus terus maju! #hehehe
Oh iya, Pembaca kalau mau ngasih komentar jangan yang seperti, “wah, senang ya bisa bersepeda bareng”.
Sampeyan apa ya senang foto-foto di kuburan?
Kalau iya, barangkali kita bisa mengagendakan kopi darat di Gunung Kelir? #senyum.lebar
Malam-malam kalau perlu. #hehehe
Ketinggalan terus sama temen, apalagi di tanjakan, jadi kasian deh sama mereka bentar-bentar berenti nungguin gw. Jadinya mending nyepeda sendiri aja. Tapi, kalo nyepeda sendirian ke kuburan, hmmm...
Anti mainstream tuh. Padahal udah ada warning larangan tidak boleh masuk area kuburan kecuali untuk ziarah. Hahaha.
Harap dimaklum ya Mas kalau ladies mah emang foto is a must! hehhehe Piss..
Kayaknya mesti bawa koreographer .. supaya foto-fotonya makin josss.
x_x
BTW
ngak sempat foto-fotoan memang terkadang menyisakan perih :D
berhenti untuk foto, jalan lagi, berhenti lagi, foto lagi, gitu aja terus sampe pulang hihihi.
Temen2 cowokku juga suka gemes sendiri akhirnya kapok diajakin jalan karena cuma
jadi tukang foto :D
matur nuwun mas wij wes dipromosike juga blog e..ditunggu destinasi ngepit bareng
selanjutnya.
Selo dan dolanlah! Salim dan tosss!
ladiesnya foto2, mas wijna ngapain mas?