HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Festival Djadjanan Kekoenoan yang Meleset dari Bayangan

Kamis, 29 Oktober 2015, 05:24 WIB

Pas melihat baliho besar Festival Djadjanan Kekoenoan (dibaca: Festival Jajanan Kekunoan) aku langsung berpikir kalau kayaknya acara ini menarik. Makanya, bermodalkan perut yang lagi keroncongan, di hari Sabtu sore (24/10/2015) aku pun meluncur ke TKP numpang bus TransJogja, biar nggak lupa gimana rasanya naik angkutan umum di Jogja.

 

Festival Djadjanan Kekoenoan ini digelar dari tanggal 22 sampai dengan 26 Oktober 2015. Bertempat di Hall A Jogja Expo Center yang akrab disingkat JEC. Penyelenggaranya adalah XO Production yang mana di bulan September silam baru saja menyelenggarakan acara dengan konsep serupa berjudul Festival Jajanan Kekinian. Jadi, bisa dibilang Festival Djadjanan Kekoenoan ini hanya semacam permak ulang hajat yang baru saja berlalu.

 

 

Sepertinya memang aku salah satu manusia yang termakan jurus marketing. Kalau menilik nama acara ini, aku membayangkan bisa menyantap beraneka-ragam jajanan kuno yang saat ini terhitung lenyap dari peredaran. Tapi sayangnya, sebagian besar gerai jajanan di sini mengusung jajanan-jajanan modern yang sama sekali nggak memicu rasa nostalgia.

 

Ada sih beberapa gerai makanan khas dari daerah-daerah di Indonesia, tapi kurang cocok kalau disebut sebagai jajanan kuno. Kalau jajanan yang disajikan dengan konsep kekunoan, hmmm... kayaknya kurang cocok juga. Jadi mungkin acara ini lebih pantas disebut sebagai festival jajanan atau festival kuliner thok tanpa perlu ada embel-embel kuno.

 

 

Sebelum omonganku ngelantur sampai mana-mana karena ngobrolin hal-hal yang meleset dari bayangan, sebenarnya sih Festival Djadjanan Kekoenoan ini menarik juga terutama untuk para pengunjung yang:

 

  1. Mencari tempat nongkrong bareng teman atau pacar.
  2. Memuaskan perut dengan jajanan-jajanan unik yang ramah kantong.
  3. Berhasrat uji nyali di rumah hantu Lawang Wengi (apa coba hubungannya rumah hantu sama festival jajanan dan kenapa namanya Lawang Wengi = Pintu Malam).

 

 

Kalau aku di sana sih menghibur hati dengan kuliner-kuliner lokal seperti yang aku jepret di bawah ini. Yuk kita dukung kuliner khas dalam negeri! #senyum.lebar

 

 

Oh iya, yang aku nggak duga-duga dan mungkin menjadi bonus plus atas kekecewaan Festival Djadjanan Kekoenoan yang meleset dari bayangan adalah bahwa di sini ada gerai yang menjual seblak basah! Kyaaaa!!! Sayangnya, kata si A’a mereka hanya jualan kalau pas pameran saja. Jadi sedih deh...

 

Oooo... gerangan di mana yang jual seblak berada...

 

 

Tentang kekecewaanku ini, bisa jadi oleh sebab aku terlalu dibayang-bayangi rasa penasaran. Apa gerangan kiranya jajanan kuno atau jajanan khas dari Yogyakarta yang saat ini kian langka dijumpai. Semacam jajanan pas aku masih pantas memakai seragam SD atau mungkin jajanan yang disantap Bapak, Ibu, dan mendiang Eyang sewaktu mereka semua masih belum akil baligh.

 

Kalau boleh jujur, dewasa ini sebagian besar orang kalau mencari jajanan larinya ke minimarket. Adapun gerai-gerai jajanan di pasar-pasar umumnya kurang dilirik. Coba ada gitu ya festival jajanan pasar dari seluruh Indonesia. Pasti menarik dan tentunya menambah wawasan. Apa jangan-jangan, kalau pamor jajanan khas Indonesia bangkit dari kubur bakal bikin produsen-produsen jajanan pabrikan gulung tikar? Hehehe. #hehehe

 

Oleh karena itu, misiku mencari jajanan kuno sepertinya masih akan berlanjut. Entah bakal aku temukan di mana.

 

Apa masih ada (yang bisa bikin) ya?

 

Pembaca pingin menyantap jajanan yang dulu disantap orang tua sewaktu mereka masih kecil nggak?

NIMBRUNG DI SINI