HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Akhirnya Sampai Juga di Air Terjun Pendung Kerinci

Kamis, 8 Oktober 2015, 07:27 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Menyerah katanya hanya untuk para pecundang. Tapi, pada Jum'at (10/4/2015) silam aku mengibarkan bendera putih. Rasa-rasanya, aku sudah gagal menemukan keberadaan Air Terjun Pendung di pelosok hutan perbukitan Kerinci.

 

Yah, mungkin memang belum rezekinya untuk aku singgah di Air Terjun Pendung.

Mungkin rezekiku di Jambi ada di air terjun lain.

Ah, ya sudah lah.

 

It's time to move on yo brothers and sisters!

 

 

Masuk Hutan Sekali Lagi!

Waktu menunjukkan pukul setengah 10 pagi. Di tengah jalan, ndilalah Gusti Allah SWT berbaik hati mengirim bantuan yang nggak aku sangka-sangka. Di antara rimbunnya semak dan pohon aku melihat sepasang warga!

 

Manusia betulan bro and sis! Bukan dhemit!

 

Alhamdulillah! Lega banget ketemu kawan di dalam hutan. Tanpa pikir panjang, aku langsung menghampiri mereka.

 

Pasangan paruh baya tersebut memperkenalkan diri sebagai kakek dan nenek Azra. Mereka ini adalah petani kayu manis. Ladang kayu manis mereka terletak di dalam hutan yang aku masuki ini.

 

Eh, yang benar itu ladang kayu manis, kebun kayu manis, atau hutan kayu manis ya? #hehehe

 


Kakek dan Nenek Azra, penyelamat di hari itu.

 

Anyway, aku sendiri memperkenalkan diri sebagai cowok asal Jakarta (berdasarkan KTP #hehehe) yang kebetulan punya waktu senggang dan menyempatkan diri (jauh-jauh) datang ke pucuk barat Jambi (hanya) demi melihat air terjun. Silakan bayangkan sendiri, seperti apa reaksi mereka... #hehehe

 

Sebagai warga setempat, jelas mereka mengerti sekali keberadaan Air Terjun Pendung. Kebetulan juga, lokasi Air Terjun Pendung itu searah dengan ladang kayu manis mereka.

 

Waw! Pucuk dicinta, ulam pun tiba! Aku balik masuk ke hutan lagi bersama kakek dan nenek Azra. Semoga saja kali ini aku bisa menemukan Air Terjun Pendung. #senyum.lebar

 


Alhamdulillah. Sekarang ada teman masuk hutan.

 

Sepanjang perjalanan kami sempat berhenti beberapa kali. Kakek Azra mencari batang pohon yang pas untuk dibuat cagak. Sebagai anak tua muda berbudi luhur, rajin menabung (untuk jalan-jalan #hehehe), serta suka menolong #hoeks aku ikut membantu mengangkut batang pohon.

 

Doh! Batang pohonnya berat juga ternyata!

 

Tapi, nggak apa-apa lah membawa batang pohon berat-berat kalau ujung-ujungnya bisa ketemu sama Air Terjun Pendung ...  #hehehe

 


Mencari kayu yang pas untuk dibuat cagak.

 

Singkat cerita, tibalah kami di suatu ruas jalan hutan yang sekitar 100 meter lagi bakal bertemu percabangan. Itu lho, percabangan yang membuat bingung itu. Percabangan yang harus memilih antara memanjat tebing atau menyeberang sungai.

 

“Tadi sudah lewat sini dik?” tanya kakek Azra.

 

“Sudah Pak. Tadi lurus terus rasanya ketemu jalan buntu,” jawabku.

 

Aku memanggil beliau “Pak”, karena aku merasa mereka belum terlalu tua untuk dipanggil kakek dan nenek, hehehe. #hehehe

 

“Ya ini lewatnya sini dik,” kata kakek Azra sambil menepi ke pinggir sungai.

 

HAH!? Kok bisa ada cabang jalan setapak kecil!? Kok tadi aku sama sekali nggak lihat!

 

Tapi, sepertinya ini bukan jalur yang biasa dijamah manusia deh. Lha wong nggak ada jejak sampah plastik yang berceceran.

 

“Lho jalannya kan masih lurus Pak? Kok lewat sini?” tanyaku bingung.

 

“Iya dik, lebih dekat. Kalau jalan yang lurus itu sudah jalan lama. Nggak banyak lagi orang yang lewat sana.”

 

Sebetulnya aku pun penasaran. Jika dari percabangan jalan yang membingungkan itu (antara memanjat tebing atau menyeberang sungai), Air Terjun Pendung-nya ke arah mana sebenarnya?

 

Tapi, sekarang ya sudah lah. Aku manut panduannya kakek Azra saja. Toh, kan beliau yang menguasai daerah sini. #hehehe

 


Mana aku tahu kalau ada jalan setapak yang tersembunyi semacam ini!?

 

Kami bertiga melanjutkan perjalanan menembus hutan. Kakek Azra berada di posisi terdepan untuk membuka jalan. Aku berada di posisi tengah sambil menyeret batang pohon (lama-lama berat juga #hehehe). Sementara di posisi paling belakang ya nenek Azra.

 

By the way, aku kagum dengan nenek Azra. Beliau kuat berjalan jauh menembus medan hutan seperti ini sambil memikul tas besar.


Ah, apa ini ya yang membuat beda orang kota dengan orang desa? Entahlah...

 

“Batang pohonnya di taruh di sini saja dik. Yuk saya antar ke air terjunnya,” ajak kakek Azra di suatu tempat di hutan yang tadi nggak aku lewati.

 

“Lho? Nggak ke ladang kayu manisnya dulu Pak?”

 

Sebenarnya aku ya penasaran juga ingin melihat seperti apa ladang kayu manis yang menjadi komoditi andalannya Kabupaten Kerinci. Lha maklum, aku kan orang kota, belum pernah sama sekali melihat yang namanya pohon kayu manis. #hehehe

 

“Nggak. Masih jauh. Masih nanjak lagi. Dari sini nanti kita turun ke air terjun,” tegas kakek Azra.

 


Dipotret persis sebelum kepleset.

 

Aku dan kakek Azra pun berpisah dengan nenek Azra. Kakek Azra lalu mengajak untuk menuruni tebing. Walaupun sudah dipandu beliau, tetap saja medan saat menuruni tebing ini rawan membuat orang mati celaka! Tanahnya licin dan pinggirnya jurang. Komplit sudah.

 

Karena sudah terbiasa, kakek Azra menuruni tebing dengan sangat cepat. Seakan-akan beliau sudah mengerti tanah mana yang harus dipijak. Aku sendiri sih bergerak seperti putri Solo. Pelan-pelan banget. #hehehe

 

Aku ya sempat mencoba bergerak cepat mengimbangi langkah kakek Azra. Tapi, yang ada aku malah kepleset! Beh!

 

Seandainya badanku nggak tertahan oleh tripod yang tersangkut di batang pohon, mungkin aku sudah meluncur bebas ke dasar lembah setinggi 3 meteran. #hehehe

 

Maka dari itu, daripada cepat tapi celaka, mending bergerak pelan saja lah. #waspada

 


Kalau dilanggar, silakan ditanggung sendiri resikonya.

 

Setelah menuruni tebing yang ngeri-ngeri sedap, akhirnya kami tiba di pinggir sungai. Kakek Azra pamit nggak bisa menemani karena beliau harus pergi ke ladang (kasihan juga nenek Azra ditinggal sendirian di dalam hutan).

 

Sebelum berpisah, kakek Azra bilang bahwa jarak Air Terjun Pendung sudah dekat banget. Tinggal mengikuti asal aliran sungainya saja. Hmmm, oke deh! #senyum.lebar

 

Perjuangan Setengah Telanjang

Setelah ditinggal kakek Azra, aku pun mengamati kondisi di sekitar. Ada banyak sampah dan juga bekas api unggun. Hmmm, sepertinya aku sudah berada di lokasi yang tepat.

 

Jadi, di mana itu ya air terjun Pendung?

 

HOOO! Ternyata memang ada air terjunnya! Suaranya nggak begitu bergemuruh. Pantas saja sepanjang perjalananku yang nyasar-nyasar itu aku nggak mendengar adanya suara air terjun.

 


Alhamdulillah! Ketemu juga sama Air Terjun Pendung! #senyum.lebar

 

Posisiku dan air terjun terpisahkan oleh suatu “gang” sungai. Arus airnya lumayan deras, mirip-mirip seperti Curug Klanceng Putih Purworejo.

 

Oleh sebab itu, awalnya aku hanya berniat memotret dari "gang". Tapi, kok ternyata hasil fotonya agak kurang sip ya? Sepertinya harus lebih mendekat ke air terjunnya deh.

 

Jadilah dengan demikian aku melakukan aksi paling nekat sekaligus memalukan. Aku lepas celana dan menyusuri sungai yang arusnya deras itu. Dalam hati aku berdoa dan cemas, semoga saja nggak ada orang lain yang ke sini dan melihat aku keliaran setengah telanjang. #hehehe #maluuu

 

Lha, kenapa harus ada ritual lepas celana? Itu karena aku yakin 100% celanaku pasti bakal basah seandainya tetap dipakai. Aku juga nggak menyiapkan celana ganti karena ya nggak menyangka medannya bakal menyusuri "gang" sungai seperti ini.

 

Eh, tapi sebetulnya kelakuanku ini kan hanya demi memuaskan hasrat motret saja ya? Hahaha. #senyum.lebar

 


Semoga saja nggak ada orang yang ke sini...

 

Medan sungai yang arusnya deras ini juga 100% berbahaya untuk kamera. Kalau salah memijak bisa-bisa terpleset, tercebur, dan membuat kamera basah dan rusak. Duh! Aku jadi mendamba ada sherpa yang berkenan membawakan peralatan motret. #hehehe

 

Tapi jujur, lokasi ini enak banget untuk bermain air! Tapi, bagi yang membawa perlengkapan memotret itu yang harus agak was-was. #hehehe

 


Batu-batunya licin. Arus sungainya besar. Rawan kepleset.

 

Di jarak 20 meter-an dari air terjun aku mulai memotret lagi. Kali ini hasil fotonya sudah lebih memuaskan.

 

Tapi, aku ya kurang puas juga. Soalnya, ternyata dalam jarak 20 meter-an itu angin yang bertiup turut membawa serta deburan air terjun. Alhasil lensa kamera basah! Doh!

 

Motret jauh salah. Motret dekat salah juga. Maunya apa sih!? #hehehe

 

Apa mending nggak usah motret saja ya? Hahaha. #senyum.lebar

 


Hasil foto Air Terjun Pendung setelah perjuangan 1/2 telanjang.

 

Pukul setengah 11 siang aku memutuskan pulang dari Air Terjun Pendung. Kali ini, untuk jalan pulangnya aku mencoba menyusuri sungai. Bukan hanya karena penasaran, tapi karena aku nggak mau lagi melewati jalan blusukan tebing yang barusan aku lalui bersama kakek Azra. #senyum.lebar

 

Pokoknya, lewat tebing = KAPOK + OGAH!

 

Tobat ... Tobat ...

 

Eh ternyata aku sampai di percabang jalan yang membingungkan itu! Jadi, setelah menyebrang sungai untuk yang ketiga kalinya, aku harus tetap menyusuri pinggir sungai dan menyebrang sungai lagi untuk yang keempat kalinya. Nggak perlu menembus semak-semak.

 

Memang nggak ketahuan kalau ini jalan menuju air terjun, karena wujud jalannya bukan jalan setapak. Sepertinya juga, memang betul jalan ini sudah lama nggak dilewati orang karena di sepanjang jalan nggak ada sampah.

 


Sebetulnya ada jalan yang lebih manusiawi, tapi tersamarkan. Ah, namanya juga di hutan.

 

Akhirnya, sekitar pukul 11 siang lebih sedikit aku tiba lagi di  kawasan ladang-ladang. Kebetulan banget lewat seorang abang yang mengendarai motor. Dia sepertinya baru pulang dari ladang.

 

Karena berpapasan dengan manusia bersepeda motor ya aku menumpang saja toh sampai masuk Desa Pendung Mudik. Selanjutnya, ke pinggir jalan raya dan menumpang angkot balik ke Kota Sungai Penuh.

 

Selesai deh blusukan-nya! Daripada Air Terjun Pendung, kalau mau mencari air terjun yang lebih manusiawi dan terkenal di Kerinci bisa mencoba singgah ke Air Terjun Telun Berasap. Tapi aku waktu itu nggak ke sana karena keterbatasan waktu dan juga sudah terlalu mainstream, hehehe. #hehehe

 

Oh iya, Ini hari Jum’at! Jadinya salat Jum’at dulu ya! #ingat.tuhan

NIMBRUNG DI SINI