HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Arca Ganesha si Penunggu Hutan Dawangsari

Selasa, 22 September 2015, 08:21 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Sejak pukul setengah 6 pagi, aku sudah nongkrong manis di seberang rumahnya Pak Riyadi sambil mengamati Gunung Merapi. Lima belas menit berlalu, pemandangannya masih tetap sama. Awan mendung kelihatan masih asyik bergumul dengan satu-satunya gunung berapi di Yogyakarta itu.

 

Duh, suram sekali pemandangan di hari pertama di bulan April tahun 2015 ini... #sedih

 


Ugh, mendung....

 

Tiga puluh menit kemudian, saat percikan mentari pagi mulai menghalau rumpun kabut, aku putuskan buat pulang. Soalnya, NGANTUK! Bayangkan, berangkat bersepedanya saja sudah sejak pukul 4 pagi. Bener-bener rindu deh sama bantal dan kasur di rumah.

 

Lha nggak kerja?

Ah gampang. Nanti masuk kerja siang sajalah. #hehehe

 


Pulang saja deh. Lima belas km lagi baru sampai rumah.

 

Dari rumah Pak Riyadi aku bersepeda pulang lewat jalan yang tadi aku lalui pas berangkat. Kemudian, sampailah aku di perempatan pos ronda. Tadi pas berangkat aku lewatnya tanjakan SUTET di dekatnya Resor Abhayagiri. Nah, untuk rute pulangnya aku putuskan lewat jalan cor semen yang landai saja. Jalan ini sedikit memutar karena nggak tembus langsung ke Resor Abhayagiri.

 


Ke kanan turunan tajam langsung tembus Abhayagiri.

 

Pas lagi asyik-asyiknya bersepeda turun tanpa perlu mengayuh pedal, sepintas aku melihat sesuatu yang tersamar oleh rimbunnya hutan. Penasaran, aku berhenti dan mengamati lebih jelas. Ada tiang-tiang besi yang sepertinya memagari benda buatku tidak asing.

 


Penasaran dengan sesuatu di dalam hutan.

 

Nggak ada semenit aku jalan kaki dari jalan cor semen sampai ke pagar besi yang aku lihat barusan. Betul dugaanku. Pagar besi itu mengelilingi seonggok batu besar yang biasa disebut arca. Beruntung pintu masuknya nggak digembok. Jadi, nggak perlu ada adegan vulgar lompat pagar deh, hehehe. #hehehe

 


Nggg... pagar dengan papan peringatan?

 

Kesan pertama saat menyaksikan arca ini dari dekat adalah GEDE BANGET! Biasanya arca kan berukuran kecil, makanya banyak diburu kolektor liar buat pajangan di dalam rumah. #emosi

 


Perbandingan Arca Ganesha dengan Trek-Lala. #senyum.lebar

 

Nggak sulit buat menebak bahwa arca ini adalah arca Ganesha, karena:

 

  1. Posisi kakinya.
  2. Perut buncitnya.
  3. Potongan belalainya.

 


Pose kaki khas Ganesha.

 


Belalai yang menutupi perut buncit.

 


Tangan kiri yang tidak berbentuk.

 


Semacam relief berwujud manusia?

 

Ganesha sendiri termasuk dewa yang populer di kalangan rakyat jelata, karena Ganesha itu:

 

  1. Dewa ilmu pengetahuan dan kecerdasan.
  2. Dewa kebijaksanaan.
  3. Dewa pelindung.

 

Oh iya, situs Arca Ganesha ini letaknya di dusun Dawangsari, desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.

 


Sisi depan arca. Kalau nggak salah posisinya menghadap ke barat.

 

Sepengetahuanku, Ganesha adalah salah satu dewa yang kerap hadir di candi-candi Hindu. Biasanya, arca Ganesha berada di sisi bangunan candi yang bertolak-belakang dengan pintu masuk candi. Tapi, kalau menurutku arca Ganesha raksasa ini sepertinya sih bukan bagian dari ornamen candi. Aku nggak melihat ada bekas susunan atau reruntuhan batuan candi di sekitar lokasi. Apa mungkin masih tertimbun tanah ya? Hmmm.

 

Tapi kalau misalnya memang arca Ganesha ini kelak ditempatkan di bangunan candi, ukuran bangunan candi tersebut bakal sebesar apa ya? Lha wong arca Ganesha-nya saja gede banget. Apakah letak bangunan candi itu di tempat arca Ganesha ini berada atau di tempat lain ya?

 

Apa mungkin tempat ini dahulunya semacam “bengkel” pembuatan arca seperti situs Arca Gupala? Apa mungkin arca Ganesha ini dibuat untuk dipuja tanpa ditudungi bangunan candi?

 

Ah, banyak sekali pertanyaan yang muncul di otakku. Sayangnya arca Ganesha ini nggak bisa menjawab. Pun kalau pun ia bisa menjawab, ia bakal menjawab lewat apa? Lha wong kepalanya saja nggak ada kok? Ah, sedih juga kalau mengingat sebagian besar arca yang ditemukan biasanya ya tanpa kepala. #sedih

 


Sisi belakang arca.

 

Selain arca Ganesha yang gede banget, objek menarik lainnya di lokasi ini adalah pemandangannya. Eh, itu semisal pohon-pohon di sisi utara menghilang semua lho, hahaha. #senyum.lebar

 

Dari sana kita bisa melihat Candi Prambanan (Hindu), Candi Sojiwan (Budha), dan Masjid Al-Muttaqun (Islam) terlihat dari kejauhan. Yang kurang tinggal pemandangan gereja dan klenteng saja. #senyum.lebar

 


Masjid Al-Muttaqun.

 


Candi Sojiwan.

 


Candi Prambanan.

 

Sepulangnya dari Situs Arca Ganesha, Gunung Merapi seperti hendak mengucap salam perpisahan. Awan mendung sudah menyingkir dari puncaknya. Pemandangan tiga tempat ibadah berlatar Gunung Merapi pun tersaji dalam satu sapuan mata.

 

Ah, inilah salah satu alasan kenapa aku betah tinggal di Yogyakarta.

 

Semoga kerukunan antar umat beragama tetap terjaga ya! #senyum.lebar

 


Indahnya harmoni pemandangan seperti ini.

 

Pembaca suka dengan pemandangan di atas atau suka dengan arca Ganesha-nya?

NIMBRUNG DI SINI