HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Pesona Tersembunyi Air Terjun (Kembar) Lamuran

Jumat, 5 Juni 2015, 08:20 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Selain Air Terjun Way Lalaan yang menjadi primadona, ternyata Kabupaten Tanggamus, Lampung masih menyimpan segudang air terjun lain. Cuma saja ya itu, letaknya yang tersebar di pelosok-pelosok lereng Gunung Tanggamus bikin akses ke sananya cukup sulit dan lumayan me-nan-tang. #senyum.lebar

 

Nah, di hari Jum’at pagi (6/3/2015) yang agak mendung itu aku memberanikan diri singgah di salah satu air terjun “tersembunyi” di lereng Gunung Tanggamus. Namanya Air Terjun Lamuran karena letaknya ada di Dusun Lamuran, Pekon Teratas, Kecamatan Kota Agung (pusat), Kabupaten Tanggamus, Lampung.

 

 

Air Terjun Lamuran berjarak sekitar 8 km dari Kota Agung (ibu kota Kabupaten Tanggamus). Kota Agung sendiri berjarak 100 km dari Bandar Lampung. Pelancong yang nggak membawa kendaraan pribadi (kayak aku ini) pun nggak perlu risau karena armada ojek Kota Agung siap mengantar ke Dusun Lamuran dengan tarif Rp15.000 sekali jalan.

 

Di Pasar Kota Agung, aku menyewa jasa ojeknya Pak Johan untuk mengantarkan aku ke Dusun Lamuran. Anehnya, Pak Johan sebagai warga asli Kota Agung sendiri nggak tahu kalau di dusun Lamuran itu ada air terjun. Beliau ngertinya air terjun di dekat Kota Agung ya Way Lalaan.

 

Waduh, gimana ini? Kok warga lokal sendiri kalah gaul sama pendatang?

Apa warga Kota Agung kurang hobi blusukan ke air terjun ya? #hehehe

 

 

Tapi setelah diperhatikan, ya wajar kalau nggak semua warga Kota Agung tahu kalau di Dusun Lamuran ada air terjun. Lha wong di Dusun Lamuran saja nggak ada petunjuk keberadaan air terjun kok.

 

Untungnya warga Dusun Lamuran yang kami tanyai, mulai dari bocah SD sampai lansia, mengerti keberadaan air terjun Lamuran. Mereka menjawab nyaris seragam.

 

“Masih jauh! Ikuti saja jalannya!”

Hmmm... oke lah kalau begitu!

 

 

Perlahan-lahan, jalan yang kami mulai berubah wujud. Awalnya jalan aspal yang muat dilalui dua mobil. Lantas berubah jadi jalan rusak yang dilalui motor saja sulit. Eh, ujung-ujungnya malah jadi jalan buntu. Duh!?

 

 

Pak Johan pun berinisiatif berhenti dan mengetuk pintu rumah warga. Seorang bapak yang baik hati lantas memberi pencerahan kepada kami yang kebingungan.

 

“Sepeda motornya diparkir di sini aja. Ke air terjunnya nanti jalan kaki ngikuti jalan semen itu kira-kira 200 meter.”

 

 

Medan petualangan pun berganti rupa masuk hutan. Eh, bukan hutan dink, tapi kebun kakao alias kebun pohon cokelat. Selain pohon kakao juga ada pohon duku lho! Kebetulan pas waktu itu sedang musim duku. Kabarnya harga duku di tingkat petani di sini itu Rp5.000 per kg. Murah ya?

 

 

Aku kaget pas Pak Johan berniat ikut melihat air terjun Lamuran. Duh! Penasaran banget sih ini bapak? Aku ya jadi was-was. Soalnya jalan semen di kebun kakao ini licin banget karena semalam habis hujan. Tahu sendiri kan Pak Johan sudah agak sepuh. Eh, malah di tengah jalan beliau cerita kalau dirinya sudah pernah kena stroke. WADUH! Semoga di jalan nggak ada peristiwa luar biasa deh... >.<

 

 

Pas lagi jalan di dalam hutan itu kami berpapasan sama warga yang naik motor (canggih juga motor bisa lewat sini). Katanya, air terjunnya sudah dekat. Pokoknya nanti bakal ketemu sama jembatan. Sehabis itu dari jembatan belok ke kanan.

 

 

Benar juga, di tengah perjalanan kami bertemu jembatan bambu. Dari sini kan katanya belok kanan. Eh, tapi ternyata di arah kanan itu sama sekali nggak ada jalan setapak. Soalnya kanan-kiri itu penuh sama pohon kakao. Lha terus jalan ke mana ini?

 

Pas aku melihat-lihat kondisi sekitar, aku lihat di tanah ada batu dengan tanda panah. Pikirku, tanda panah itu pasti mengarah ke Air Terjun Lamuran.

 

 

Kami pun keluar dari jalan setapak dan ganti arah sesuai tanda panah. Eh ternyata malah mentok sungai. Karena nggak ada pilihan jalan lain, aku sarankan ke Pak Johan buat nyebrang sungai saja. Pas lagi nyebrang sungai itulah Pak Johan berseru.

 

“Itu air terjunnya sudah kelihatan!”

 

 

Air terjun pertama lumayan besar. Airnya pun lumayan deras. Di dasarnya ada semacam lubuk yang sepertinya bisa dipakai untuk berenang. Tapi kayaknya bahaya juga berenang di sana karena airnya deras.

 

Walaupun air terjun ini yang paling besar dan paling indah, tapi untuk memotretnya lumayan sulit. Karena persis di dekat air terjun ada batu besar yang “menganggu” pemandangan. Coba saja batunya bisa digeser dikit atau mungkin dihilangkan pakai Photoshop, hahaha #senyum.lebar

 

 

Air terjun yang kedua lebih kecil dari air terjun yang pertama. Airnya juga nggak deras. Di dasarnya nggak ada lubuk yang bisa dipakai untuk berenang. Tapi menurutku, air terjun kedua ini lumayan bersahabat untuk mandi atau main air. Sayang, jalan ke sananya mesti nembus-nembus semak gitu.

 

 

Akhir kata, untuk pelancong yang doyan blusukan, silakan mencoba singgah di Air Terjun Kembar Lamuran. Semoga semakin banyak warga yang mengetahui air terjun ini dan syukur-syukur akses jalan menuju ke sananya diperbaiki, hehehe #hehehe.

 

 

Oh iya, satu lagi. JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN!!!

 

 

Misi di Lampung selesai! Saatnya balik ke ibu kota! #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI