HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Jurug Lengkongsari Semoyo pada Awal Kemarau

Rabu, 3 Desember 2014, 05:12 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Tanggal 1 Juni 2014 adalah hari Minggu. Tepat dua minggu pula sejak hujan deras nggak lagi mengguyur Yogyakarta. Ya wajar sih, Juni kan sudah terhitung awal musim kemarau. Alhasil, pada musim kering seperti ini, misi-misi pencarian curug semestinya harus istirahat dulu.

 

Semestinya lho Pembaca ... semes – ti – nya.... #hehehe

Karena sebetulnya ya.... masih tersisa satu misi yang bikin penasaran, hohoho. #senyum.lebar

 

Nah, mumpung Jogja belum gersang-gersang banget, ini misi sepertinya masih bisa dituntaskan deh. Apalagi kalau menyangkut urusan bersepeda. Selama masih ada tantangan, hajar bleh! #senyum.lebar

 


Target operasi kali ini ada di timur kota Jogja. Nggak jauh-jauh amat kok. #hehehe

 

Target operasi curug yang dimaksud bertempat di Kecamatan Patuk di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Kalau Pembaca lewat di Jl. Raya Jogja – Wonosari dengan tujuan dari Jogja ke Wonosari (atau sebaliknya) pasti bakalan lewat Patuk. Sepenerawanganku, aku menghimpun ada sekitar 3 lokasi air terjun di Patuk. Salah satunya adalah air terjun di Desa Semoyo yang aku peroleh dari berita ini.

 

Makanya itu Pembaca, ayo mangkat sakdurunge asat!

 

(bahasa Jawa: mangkat = berangkat, sakdurunge = sebelum, asat = kering)

 

Berlima Menyerbu Patuk

Hari Minggu pagi, pukul 06.37 WIB, aku, Paklik Turtlix dan Hertanto berangkat bersepeda dari perempatan ringroad Jl. Wonosari. Sekitar setengah jam kemudian sampailah kami di titik dasar Tanjakan Patuk yang beringas itu. Nggak seberapa lama, Pakdhe Timin datang ditemani Yudhis. Rombongan pun ganjil berjumlah lima orang.

 

Eh, lima itu kan ya bilangan ganjil toh? #hehehe

 


Pandawa Lima yang hendak menaklukkan tanjakan Patuk.

 

Setelah njagong agak lama, kami lanjut berangkat dari titik dasar tanjakan pada pukul 07.25 WIB. Sampai di puncak tanjakan sekitar pukul 07.59 WIB. Lamanya bukan karena aktivitas njagong berlanjut di tengah tanjakan. Tapi memang karena banyak berhenti buat foto-foto dan juga karena faktor U yang nggak bisa dibohongi. #hehehe #haisy

 


Dari dulu pingin motret ini masjid. Alhamdulillah, hari itu pas dapet pencahayaan yang bagus.

 

Di puncak Tanjakan Patuk ini ada papan petunjuk ambigu ke arah Desa Wisata Semoyo. Kenapa aku bilang ambigu? Sebabnya yang tertulis di papan itu nama Desa Wisata Jurug Taman Sari.

 

Hadeh! Ini desa wisata dan curugnya kayaknya punya banyak nama deh. Bingung jadinya kan?

 

Apa pun itu, katanya desa wisatanya hanya berjarak 2 km dari puncak Tanjakan Patuk. Termasuk dekat lah ya?

 


Jaraknya sih 2 km, tapi medannya kayak apa ya?

 

Pengunjung yang baru pertama kali kemari (seperti kami berlima ini) dijamin nggak bakal nyasar, karena di sepanjang jalan bakal menjumpai banyak papan petunjuk arah ke Desa Wisata Jurug Taman Sari. Jempol deh buat pihak pengelola! #senyum.lebar

 

Semisal Pembaca masih bingung atau ragu-ragu, ya silakan tanya arah sama warga di sekitar sana. Pasti ya pada tahu kok.

 


... Abaikan wajah hitamnya, perhatikan saja papan hitamnya.

 

Buat kami berlima, yang tergolong berat dan menantang adalah medan jalan yang panjangnya "cuma" 2 km itu. Kontur jalan yang naik-turun memaksa kami untuk kembali ke "kebiasaan lama". Apa boleh buat, jalan pulang ke Jogja kan masih panjaaang Pembaca. #hehehe

 


Weh! Nuntun kok berjamaah!? #ikut.nuntun

 

Desa Wisata Jurug Taman Sari yang Memikat

Pukul 08.36 WIB sampailah kami di gerbang Desa Wisata Jurug Taman Sari. Pas waktu itu warga desa sedang melangsungkan kerja bakti. Mereka semua ramah-ramah lho! Dari mulai simbah-simbah sampai bocah-bocah kecil.

 

Namanya juga desa di Jogja, orangnya kan ramah-ramah, hehehe. #hehehe

 


Potret generasi penerus Desa Semoyo.

 

Salah satu warga Desa Semoyo yang bersua dengan kami adalah Pak Purnomo. Beliau ini menjabat sebagai pengurus Desa Wisata Jurug Taman Sari. Beliau berharap semoga di kemudian hari bakal banyak pengunjung yang berwisata kemari.

 

Untuk pembaca yang penasaran dengan Desa Wisata Jurug Taman Sari bisa kok ngulik informasinya di website juruglengkongsari.com. Canggih juga ya desa wisata punya website? Hehehe. #hehehe

 


Dapet free access bawa masuk sepeda di kawasan curug.

 

Jarak sekitar 200 meter dari gerbang desa ada pos retribusi. Tarifnya tergolong murah. Tiket masuk Rp3.000 per orang, parkir mobil Rp5.000 dan parkir sepeda motor Rp2.000. Lha kalau parkir sepeda?

 

“Monggo dibeto mawon Mas. Menawi sepeda saget dugi air terjun.”

(Bahasa Jawa: Silakan dibawa saja Mas. Kalau sepeda bisa sampai ke air terjun.”

 

Oke deh! Kami pun lantas bersepeda ke air terjun. Tapi, lambat laun kok jalan desanya berganti rupa ya? Semula jalannya berbentuk cor-coran semen, lha kok malah jadi jalan tanah? Pas musim hujan jelas licin dan becek ini. Apa boleh buat, sepeda pun terpaksa dituntun. Apalagi jalannya setapak yang menurun.

 


Semoga sudah diperkokoh sehingga tidak licin.

 

Nggak seberapa lama sampailah kami di sebuah saung. Yang menarik perhatian, di dekat situ ada toilet umum lho! Heee? Komplit juga ya fasilitas Desa Wisata Jurug Taman Sari ini. Enak dong kalau mau ngendog. #senyum.lebar

 

Yang kurang dari Desa Wisata Jurug Taman Sari ini cuma satu, yaitu nggak dilewatin sama angkutan umum! Tapi ini ya bukan salah pengelola juga sih. Semoga saja besok-besok ada trayek angkutan umum yang lewat sini.

 


Nah ini dia! Kapan lagi bisa ngendog di deket air terjun? #eh

 

Jujur, aku senang sama keberadaan desa wisata seperti gini. Warga desa diajak untuk berdaya menggapai kesejahteraan dengan memanfaatkan potensi desa. Supaya juga nggak banyak warga desa yang lari ke kota mencari kesejahteraan. Justru malah supaya orang kota saja yang berbondong-bondong kemari. Sebabnya, lokasi ini pas banget untuk bersantai dari kepenatan kota. Iya toh Pembaca?  

 

Duh! Aku mulai ngelatur karena kelamaan ngadem di saung >.<

 


Saung yang enak buat ngadem.

 

Satu Tempat ada 3 Air Terjun

Karena kecapekan nuntun sepeda lewat jalan tanah, kawan-kawan memutuskan buat memarkir sepeda di dekat saung. Tapi karena aku masih kurang kerjaan, jadinya hanya aku saja yang masih lanjut mengusung sepeda sampai dasar air terjun. Tepat pukul 09.05 WIB kami sampai di dasar air terjun. Total perjalanan = 2,5 jam.

 


Foto bareng dulu dong! #senyum.lebar

 

Air terjun yang menjadi primadona Desa Wisata Jurug Taman Sari bernama Air Terjun Lengkongsari alias Jurug Gedhe. Dasar air terjun ini adalah kedung yang cukup luas. Beberapa bocah tampak asyik bermain di kedung. Katanya mereka hanya di tengah kedung yang lumayan dalam, lainnya dangkal.

 


Ini bocah-bocah nggak takut celaka ya manjat tebing terus main loncat-loncatan...

 

Berhubung awal Juni ini sudah masuk musim kemarau ya... aku maklum lah kalau aliran airnya nggak begitu deras. Apalagi ini kan termasuk wilayah Gunungkidul yang identik dengan kekeringan pas musim kemarau. Tapi, berhubung sudah jauh-jauh kemari, nggak ada salahnya dong buat sekalian melihat beberapa lokasi air terjun lain seperti yang tercantum di tiket masuk.

 


Jangan salah! Di sini nggak hanya ada satu air terjun doang lho!

 

Air terjun kedua yang kami sambangi bernama Air Terjun Grejek-Grejek. Jaraknya hanya terpaut 150 meter dari air terjun Lengkongsari. Untuk ke sana harus menyusuri aliran sungai yang berasal dari Air Terjun Lengkongsari.

 

Air Terjun Grejek-Grejek ini adalah air terjun yang paling tinggi di kawasan ini. Tingginya sekitar 56 meter. Hanya saja, aliran airnya kalah deras dibanding Air Terjun Lengkongsari. Mungkin karena itu dinamai Gejrek-Gejrek karena bunyi gemericik air terjun ini terdengar demikian di telinga.

 


Air Terjun Grejek-Grejek yang airnya sedang surut.

 

Air terjun ketiga yang kami sambangi adalah Air Terjun Banyu Semurup. Air terjun ini dapat dijangkau dengan berjalan kaki sekitar 250 meter dari saung tempat sepeda terparkir. Ada baiknya meninggalkan sepeda di saung dan ke Air Terjun Banyu Semurup dengan berjalan kaki saja. Karena medannya itu lumayan susah dilalui kendaraan.

 

Air Terjun Banyu Semurup adalah air terjun dengan ketinggian terendah yakni 3 meter. Tapi, aliran airnya lebih deras dibandingkan kedua air terjun yang lain. Suasana di sekeliling air terjun juga tampak berbeda karena dikelilingi oleh batuan magma beku. Mirip seperti Curug Banyunibo di Patuk dan Munthuk.

 


Air terjun Banyu Semurup yang kecil tapi deras.

 

Pulang, Pulang, Pulang

Nggak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB. Pas banget pulang dari Desa Wisata Jurug Taman Sari di bawah panasnya terik matahari, hahaha #senyum.lebar. Sebelum pulang, mari mengisi persediaan air dahulu di warung desa. Sebotol air minum kemasan ukuran 600 ml dihargai Rp2.000 dan segelas es dawet juga dihargai Rp2.000.

 


Jajanan murah-meriah untuk ngisi perbekalan.

 

Tepat pukul 11.31 WIB kami pamit pulang sama warga desa. Dari gerbang desa ke puncak Tanjakan Patuk hanya butuh waktu 30 menit. Tapi terasa lama dan sensasinya ruarr biasaa karena panasnya bukan main! Duh, kalau begini jadi mendamba datangnya hujan. #sedih

 

Bilamana musim hujan datang kembali, mungkin aku bakal balik mampir ke desa wisata ini lagi. Toh jaraknya lumayan dekat dari Jogja dan medan jalannya lumayan “bersahabat” #hehehe. Apalagi, kan di Patuk masih banyak air terjun lain.

 


Semoga di musim hujan 2014/2015 ini, segala prasarana dan sarana desa wisata sudah selesai dibangun.

 

Nah, Pembaca apakah penasaran dengan desa wisata yang tersembunyi, ngetop dan mengesankan ini? Boleh lho singgah kemari. Kalau mau bersepeda kemari juga silakan, hahaha. Ditunggu lho kedatangannya! #senyum.lebar

 

Sampai jumpa lagi di musim hujan! Eh, sekarang ini sudah masuk musim hujan ya? Berarti...

NIMBRUNG DI SINI