HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Nyepeda Sendirian ke Pantai Ngunggah

Rabu, 8 Oktober 2014, 10:06 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Aku nggak percaya! Sama sekali NGGAK PERCAYA sama omongannya ibu-ibu di dekat Puskesmas Purwosari, Gunungkidul itu! Kata mereka, pantai yang paling dekat dari sana ya hanya Pantai Parangtritis dan Laut Bekah.

 

Heh!? Laut Bekah!?

 

Sorry ya ibu-ibu! Cukup sekali saja saya merasakan "nikmat"-nya itu “jalan penderitaan” ke Laut Bekah. Selama itu jalan belum diaspal, cih... jangan harap saya sudi ke sana lagi! Grrr... #emosi#trauma

 


Mosok ke sana lagi!? Aaargh!...

 

Misiku masih sama, yaitu "mencari pantai di sebelahnya Parangtritis". Sebab, aku percaya kalau di timur Pantai Parangtritis masih ada pantai yang bukan Pantai Parangendog.

 

Eh, kalau nggak ketemu pantai, ya ketemu tebing juga nggak apa-apa sih. Asal ya jangan tebing Laut Bekah aja, karena jalan menuju ke sananya itu... ah, nggak usah dibahas lah. #hehehe #bacalah.artikel.laut.bekah

 

 

“Masnya nggak apa-apa kan? Kok jauh-jauh bersepeda ke pantai segala?” tanya seorang Ibu dengan tatapan yang penuh curiga.

 

Waduh...! Jangan-jangan si Ibu mikir yang aneh-aneh lagi? Saya ini masih sayang sama nyawa kok Bu! Cuma ya itu... agak pekok dan kurang kerjaan aja. #hehehe   

 

Oke deh! Fix! Cari narasumber lain!

 


Balik menyusuri Jl. Raya Pantai Selatan Jawa untuk nyari narasumber lain...

 

Dapet Informasi ke Pantai Ngunggah

Dari Puskesmas Giripurwo itu aku balik lagi bersepeda melintasi Jl. Raya Pantai Selatan Jawa ke arah Desa Girisekar. Sekitar 1 km bersepeda, aku nyoba nanya ke warga lagi. Seorang bapak pengunjung warung Soto Mbok Geblek aku pilih sebagai korban. Tanya jawab pun balik terulang.

 

“Kalau lewat jalan ini ke selatan, masuk dusun, bisa sih Mas sampai Pantai Ngrumpon.”

“Jauh Pak kalau dari sini?” aku penasaran sama jaraknya.

“Ya sekitar 10 kilometer lah Mas, tapi jalannya itu... hmm...,” sang Bapak mendadak diam.

 

Batinku, pasti ada yang nggak beres nih sama jalan desanya. Mampus aku kalau lebih parah dari Laut Bekah...

 

“Atau nggak ke Pantai Ngunggah Mas? Jalannya udah bagus. Dilewati sepeda enak lah. Njenengan juga bisa turun sampai ke pantainya,” tawar sang Bapak.

“Wah, Pantai Ngunggah itu di mana itu Pak? Jauh dari sini?” aku pun tertarik.

“Nggak, ikutin jalan raya ini aja. Nanti ketemu SD Pejaten, terus belok kanan masuk dusun Pejaten. Habis itu ya ikutin aja jalan dusunnya. Nanti sampai Pantai Ngunggah.”

 

Tanya jawab selesai! Anda betul-betul warga Gunungkidul yang kompeten Pak! Nah, saatnya bersepeda menuju pantai! Yiiihaaa!

 

Intermezzo: Bersepeda Sendirian Sejak Pagi Buta

Hari Minggu pagi (8/6/2014), pukul 10 kurang sedikit, aku masih setia bersepeda sendirian menyusuri Jl. Raya Pantai Selatan Jawa menuju SD Pejaten. Awal Juni sudah terhitung awal musim kemarau. Tujuan air terjun berganti jadi pantai. Yah, anggap saja ini pantai pertama yang bakal kusinggahi di musim kemarau 2014/2015.

 

Sebenarnya sih niat bersepeda ke pantai-pantai di timurnya Parangtritis sudah terbesit sejak lama. Hanya saja aku tuh masih ragu-ragu. Berangkat sendiri atau bawa pasukan ya? Akhirnya ya aku putuskan bersepeda sendirian saja. Biar sensasinya makin mirip orang selo yang kurang kerjaan, hehehe. #hehehe

 

Tapi nggak juga sih! Dalam pikiranku itu, perjalanan semacam ini menuntut dua prasyarat yang “lumayan” berat. Pertama, harus bisa bersepeda lewat Tanjakan Siluk tanpa nuntun untuk menghemat waktu. Kalau ini, Mbah Gundul sih jelas bisa. Nah, syarat kedua yang kayaknya lumayan susah buat teman-teman. Yaitu, harus mau berangkat bersepeda di pagi buta. Di jam-jam segitu, kayaknya mereka masih asyik berkelana di dunia mimpi deh.

 


Jogja di jam 5 pagi itu masih sepi. Ini Jl. Malioboro kalau siang kan rame banget.

 

Ya sudah deh. Berangkatlah aku sendirian. Jam 5 pagi dari rumah pas langit Jogja masih gelap-gelapnya.

 

Masuk Dusun Pejaten ke Pantai Ngunggah

Sekitar 10 menit bersepeda, sampailah aku di SD Pejaten. Dekat juga ternyata. Aku baru tahu, di Jogja juga ada daerah namanya Pejaten. Aku pikir hanya ada di Jakarta Selatan aja. Maklum, aslinya kan aku ini anak Jakarta tapi terus nyasar ke Jogja, hehehe. #hehehe

 


Bangunan hijau di kiri itu SD Pejaten. Sedangkan jalan setapak kecil itu menuju dusun Pejaten.

 

Dari sini, katanya tinggal mengikuti jalan dusun. Jalannya itu ya memang enak dan mulus. Cor-coran semen dua lajur, khas jalan dusun pada umumnya. Apalagi kontur jalannya agak turunan. Katanya warga, dari jalan raya ke Pantai Ngunggah ada sekitar 7 km. Termasuk deket lah.

 


Jalan dusun menuju pantai. Konturnya turunan landai.

 

Interaksi dengan warga...
  1. Sapa warga kalau berpapasan, jangan lupa senyum. Kita ini kan bangsa yang ramah, hehehe.
  2. Kalau disuruh mampir ya berhenti sebentar dan berbasa-basi.
  3. Kalau ada warga yang bertanya, berhenti sebentar dan bercakap-cakap.

 

Saat laut mulai terlihat dari kejauhan, medan jalannya tiba-tiba berubah total. Jalan semen yang mulus berganti jadi jalan tanah berbatu. Bukan masalah besar sih, karena sedikit lagi kan sudah sampai pantai. Sabar saja deh.

 


Jalan semen berganti jadi jalan tanah saat laut mulai terlihat jelas.

 

Akhirnya, pukul 10.18 WIB aku sampai di pinggir tebing Samudera Hindia. Kalau ditotal, waktu tempuh dari jalan raya ke mari ini sekitar 25 menit bersepeda. Di sini ada tempat parkir kendaraan berwujud gubuk sederhana. Tenang saja, belum ada yang memungut biaya parkir. Lha wong tempatnya terpencil begini. #hehehe

 


Wah, ada motor juga. Yang punya di mana ya?

 

Udah nih sampai di pinggir tebing aja? Ya nggak lah! Namanya Pantai Ngunggah ya mesti ada pasirnya dong!

 

Di dekat gubuk, aku mengendus jejak manusia dari jalan setapak yang tertutup semak. Oh iya, Pembaca perlu tahu kalau jalan setapak ini bener-bener jalan setapak yang masih “liar”. Salah pilih jalan ya nyasar! Tapi berkat ilmu penerawangan level 1 dari Mbah Gundul, aku sedikit ngerti lah jalan mana yang mesti dipijak.

 


Menembus semak untuk menuruni tebing. Capeknya ya... silakan Pembaca bayangkan sendiri. #hehehe

 

Sekitar 15 menit jalan kaki sampai deh di pantai Ngunggah! WOOOH! Bener-bener pantai pasir putih yang perawan! Pantai Ngunggah ini letaknya di Dusun Pejaten, Desa Giriwungu, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.

 


Cilukbakekok! Pantai Ngunggah!

 


Peta ke Pantai Ngunggah.

 

Peta Lokasi

Garis Lintang, Garis Bujur: -8.0629689, 110.4036713
Peta di Wikimapia

 

Pantai Ngunggah, Pak Dono, dan Rumput Laut

Begitu menjejakkan kaki di putihnya pasir Pantai Ngunggah, kita bakal disambut oleh sekumpulan batu-batu putih yang buanyak banget. Ukurannya besar-besar. Lumayan cocok buat nimpuk maling atau suporter fanatik capres penyebar black campaign #hehehe.

 


Kalau kena ini lumayan bikin kepala benjol.

 

Pantai Ngunggah sendiri letaknya diapit oleh dua tebing besar. Menurut dugaanku, di zaman mammoth masih kejar-kejaran, ini pantai jadi muara suatu sungai purba. Eh, Pembaca tau mammoth kan?

 


Pantai Ngunggah yang mungil dan berbatu.

 


Tebing di sisi timur.

 


Tebing di sisi barat.

 

Eh ternyata aku nggak sendirian di Pantai Ngunggah. Ada seorang bapak beserta putri kecilnya yang sedang mencari rumput laut. Ada banyak rumput laut yang tumbuh di Pantai Ngunggah ini. Di beberapa ceruk juga terlihat banyak ikan-ikan kecil.

 


Bapak dan anak sedang mencari rumput laut.

 

Bercakap-cakaplah aku dengan si Bapak. Namanya Pak Dono, asalnya dari Desa Giriharjo, Panggang. Jadi, Pak Dono ini bukan warga asli Dusun Pejaten.

 

Niatnya beliau kemari sih cuma mau ngarit alias mencari rumput untuk pakan ternaknya. Berhubung sang gadis kecil minta dicarikan rumput laut, mereka pun turun ke pantai. Sepeda motor yang ada di tempat parkir itu ternyata kendaraannya Pak Dono.

 

Lumayan juga, pagi itu Pak Dono bisa dapat banyak banget rumput laut. Katanya Pak Dono, kalau sudah dikeringkan harga rumput laut bisa mencapai Rp25.000 per kilogram! Waow!

 

Maklum, rumput laut kan komoditas yang laris dicari. Tapi rumput laut yang mereka kumpulkan ini ya untuk konsumsi pribadi aja. Lumayan kan daripada harus beli? Oh iya, rumput lautnya bisa langsung dimakan lho Pembaca! Yang penting, serabut hijau yang menutupi dibersihkan dulu.

 


Pak Dono sedang mengemasi rumput laut.

 

Pak Dono agak kesulitan mengemas rumput laut untuk dibawa pulang. Aku ingat, kan aku bawa beberapa kantong plastik. Aku tawarkan itu kantong plastikku. Eh, sebagai imbalannya Pak Dono ngasih separuh dari rumput lautnya. Ternyata ada gunanya juga ya bersepeda bawa kantong plastik. Makasih ya Pak Dono, hehehe.

 

Pak Dono juga cerita. Lahan seluas 2 hektar di sekitar Pantai Ngunggah ini sudah dibeli oleh investor dari Bali seharga 2 milyar rupiah. Apa mungkin ya mau dibangun resor di sini? Tapi ya nanti Pantai Ngunggah jadi tertutup dong? Nggak bisa bebas dikunjungi oleh orang-orang umum macamnya aku dan Pak Dono ini. Doh, semoga aja nggak ya!

 


Semoga Pantai Ngunggah tetap menjadi surga kecil di Gunungkidul.

 

Perjuangan Bersepeda Pulang dari Pantai Ngunggah

Hampir 1 jam aku di pantai. Pukul 11.16 WIB aku memutuskan balik ke parkiran. Sampai di parkiran lagi pukul 11.27 WIB. Jam segitu itu, matahari pas sedang panas-panasnya. Sudah jadi nasib kalau bersepeda jauh pulangnya pasti panas kayak gini. Daripada makin tambah panas, aku milih berangkat pulangnya sekarang aja.

 

Ndilalah, baru bersepeda beberapa meter di jalan semen, tiba-tiba aku dengar bunyi yang lumayan keras.

 

...WESSSSSS...

 

Eh? Apa pantatku bocor terus kentutnya keluar semua ya Pembaca?

 

DOH! Ternyata, ban belakang sepeda yang bocor! Waduh, kok bisa-bisanya ban bocor di pelosok negeri antah berantah gini?

 


Hadeh...ada acara ban bocor segala pula.

 

Eits, nggak boleh panik! Mbah Gundul selalu bilang, tenangno pikirmu!, yang artinya segala kesulitan bisa diselesaikan asal pikiran kita tenang. Ya kan Pembaca? #senyum

 

Bukan hasil didikan Padepokan Sekar Jagad namanya kalau nggak menguasyai ilmu maintenance sepeda level 2. Di dalam tasku selalu siap siaga ban dalam, perkakas membuka ban, dan pompa portabel. Cukup sepuluh menit, ban sepeda belakang sudah kembali terpasang. Perjalanan siap dilanjutkan!

 


Mereka aja panas-panas jalan kaki, masak yang naik sepeda ngeluh? Ayo semangat!

 

Tapi, berhubung cuaca di siang bolong panasnya bukan maiiin (–30%) ditambah lagi kontur jalannya nanjak (–15%), alhasil staminaku cuma tersisa 100% – 30% – 15% = 55%. Jadinya aku nggak bisa setiap saat pamer kekuatan sama simbah-simbah yang kebetulan papasan. Andai masih pagi, bakal aku libas itu tanjakan. Lha wong perasaanku cuma bikin geli dengkul kok. #hehehe

 

Sampai di Dusun Pejaten lagi pukul 12.45 WIB. Ada sekitar 70 menit lebih karena insiden ban bocor dan cuaca yang panas banget. Begitu sampai di Dusun Pejaten, aku mampir ke warung buat beli minum dan sekalian menunaikan ibadah salat Zuhur di masjid dusun. Sekitar jam 13.14 WIB aku sudah sampai lagi di Jl. Raya Pantai Selatan Jawa.

 


Suasana di dusun Pejaten tercinta. Eh, apa ada Pembaca yang mau KKN di sini?

 

Nah, gimana nih rute pulangnya? Berhubung sebagai mantan PEKOK Ranger aku menganut prinsip, jalan pulang harus beda dengan jalan pergi, alhasil rute pulang yang aku pilih adalah menyusuri Jl. Raya Pantai Selatan Jawa sampai ke ujungnya, yaitu Pantai Parangtritis. Yay! Pas perginya itu kan lewat Tanjakan Siluk.

 

Kalau dari patok jalan sih, 13 km lagi sudah Parangtritis. Rute ini sudah pernah aku lewati pas dulu pulang bersepeda dari Laut Bekah. Kontur jalannya sih naik-turun mirip rollercoaster. Tapi ya itu, berhubung matahari sedang panas-panasnya, beberapa kali aku nggembel di pinggir jalan buat ngadem. Ya duduk-duduk aja gitu di rumput pinggir jalan.

 


Jogja 48 km dan Parangtritis 10 km? Jauh juga ya blusukan-ku...

 

Oh iya, hampir lupa! Hari Minggu ini kan bertepatan sama ulang tahunnya Bapak! Pas berhenti ngadem itu aku menyempatkan untuk nelpon Bapak, ngucapin selamat ulang tahun.

 

Sepanjang perjalanan ke Parangtritis, aku dihinggapi perasaan galau-gundah-gulana. Sudah bersepeda sekian kilometer tapi kok belum ketemu sama SD Negeri Nanas ya? Sebab seingatku, kontur jalan selepas SD Negeri Nanas itu turunan terus. Ealah... ternyata letak SD Negeri Nanas itu di Jl. Raya Pantai Selatan Jawa km 3. Harus diingat-ingat ini.

 


Tebing batu menjelang SD Negeri Nanas.

 

Lega sudah pas sampai di SD Negeri Nanas. Jam menunjukkan pukul 14.41 WIB atau sudah 1 jam 27 menit semenjak aku bersepeda sejauh 10 km dari dusun Pejaten. Dari sini, tinggal melibas turunan panjang menuju Pantai Parangtritis. Sampai di Pantai Parangtritis sekitar pukul 3 sore. Hari ini sekali kayuh dua pantai terlewati, hehehe. #hehehe

 

Dari Pantai Parangtritis menuju rumah ya lewat Jl. Parangtritis lah yang panjangnya 27 km. Berhubung tenaga sudah nyaris habis, aku bersepeda santai saja. Sekitar pukul 17.30 WIB baru sampai rumah lagi.

 


Alhamdulillah. Mendarat dengan selamat di Pantai Parangtritis.

 

Eh... ini berarti sudah lebih dari 12 jam aku bersepeda ya? Termasuk PEKOK dong? Ya nggak lah! Kalau PEKOK itu sampai rumah malam dan yang ini kan menjelang magrib. #hehehe #alasan

 

Penutup Petualangan ke Pantai Ngunggah

Berikut rincian pengeluaran bersepeda hari ini.

 

Makan pagi, nasi padang hati-ampela + teh panas Warung Padang Giriharjo Rp11.000
Air mineral 600 ml + 2 bungkus biskuit Minimarket Giriharjo Rp4.000
Air mineral 1,5 liter Warung dusun Pejaten Rp4.500
Sebungkus es dawet Warung dusun Pejaten Rp1.000
Makan sore, nasi soto + es teh + teh panas Jl. Parangtritis km 23 Rp10.000
Jus jambu Jl. Parangtritis km 3 Rp6.000
Total pengeluaran   Rp36.500

 

Pembaca baru tahu kan ada Pantai Ngunggah? Jangan-jangan yang bersepeda kemari... baru aku?

 

Ah, yang penting tahun 2014 ini sudah pernah sowan bersepeda ke pantai laut selatan. Pembaca, kapan terakhir kali bersepeda ke pantai? Eh iya, petualangan seperti ini jangan ditiru KECUALI kalau Pembaca termasuk orang kurang kerjaan lho. #hehehe

 

Sampai ketemu lagi di cerita petualangan bersepeda berikutnya ya! #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI