HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Bertualang Keliling Kayangan

Rabu, 3 September 2014, 05:50 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Di zaman sekarang, kalau mau pergi ke Kayangan caranya gampang! Nggak perlu ilmu gaib. Pun nggak butuh alat canggih. Lha wong dengan sepeda saja bisa kok. Keren kan? #senyum.lebar

 

Kenapa bisa gitu? Sebab, Kayangan yang satu ini bukan negerinya dewa-dewi, melainkan nama salah satu sungai yang melintasi Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta.

 


Sungai Kayangan dan Gunung Huaguo. #senyum.lebar

 


Peta lokasi sungai Kayangan dari kota Jogja.

 

Ciri khas dari sungai Kayangan ini adalah adanya tebing tinggi besar yang mirip sama gunung Huaguo di ceritanya Sun Go Kong. Oh iya, sungai Kayangan ini letaknya kan di barat kota Jogja. Jadi, perjalanan kemari ini mirip-mirip lah sama perjalanan ke baratnya Sun Go Kong. Bedanya, yang pergi ke Kayangan pada hari Sabtu (26/4/2014) itu hanya tiga orang: Paklik Turtlix, Paris, dan aku.

 

Eh, kan di cerita perjalanan ke baratnya Sun Go Kong itu tokohnya ada empat orang toh? Kebetulan, Mbah Gundul pas nggak ikutan. Berarti perjalanan kali ini minus tokoh biksu suci. Kan mereka berdua sama-sama gundulnya, huahahaha. #senyum.lebar #kualat

 


Teman perjalanan kali ini. Minus biksu gundul #hehehe

 

 

Awal Petualangan: Menyibak Tanjakan Menuju Kayangan

Perjalanan ke barat menuju Kayangan dimulai dari Tugu Pal Putih Jogja. Tempat yang selalu ramai oleh ekspresi turis narsis dari malam hingga menjelang pagi. Pukul 06.30 WIB kami bertiga berangkat bersepeda menuju Kulon Progo. Tentu saja, lewatnya Jl. Godean yang panjangnya 19 km. #pemanasan

 

Sekitar pukul 07.20 WIB, sampailah kami di kabupaten Kulon Progo. Persisnya di Kecamatan Nanggulan, di sebuah perempatan bernama Perempatan Kenteng. Di perempatan ini kami mengambil arah  ke barat menuju Goa Kiskendo.

 


Perempatan Kenteng. Awal perjalanan ke barat.

 

Sepanjang perjalanan mata kami dimanjakan oleh hamparan sawah hijau bak permadani. Yups! Nanggulan memang terkenal dengan hamparan sawah seluas mata memandang.

 

Beruntunglah Yogyakarta masih punya Nanggulan. Itu artinya, warga Jogja nggak perlu khawatir kekurangan beras untuk dimasak jadi nasi soto. Nyam! #jadi.laper

 


Kalau di depan sudah terlihat bukit berarti medan jalannya adalah ...

 

Tapi tunggu dulu! Indah di mata belum tentu nyaman di dengkul! #hehehe

 

Sebenarnya sih, dari foto sudah bisa ditebak. Jalan yang membelah hamparan sawah itu wujudnya... TAN - JA - KAN. Walau bukan tergolong tanjakan jahanam, tapi menanjak di bawah terik matahari benar-benar menguras kesabaran.

 

Huh hah huh hah... SEMANGAT!

 


Tanjakan dengan pemandangan sawah menghijau.

 

Ada “ritual” yang aku lakukan pas sampai di tepi Sungai Kayangan. Apalagi kalau bukan menjamas sepeda dengan air sungai. Mumpung sepedaku ini sudah lama belum dicuci #dasar.males #hehehe. Siapa tahu juga jadi enteng pas diajak menanjak, hahaha. #senyum.lebar

 

Di lokasi ini kerap diadakan upacara adat Saparan Rabu Pungkasan pada bulan Sapar (satu bulan setelah Ramadhan). Singkatnya, ini...tempat...mistis. Paham? #hehehe

 


Semoga jadi kuat diajak nanjak. #eh?

 

Selepas menjamas sepeda, Paklik Turlix mengajak untuk bergegas. Batinku, paling ya nyebrang Sungai Kayangan, terus blusukan keliling kampung. Tapi ternyata nggak! Paklik ngajak kami naik dan keliling Kayangan. Weee?

 

Aku membatin lagi, memangnya ada jalan? Paklik bilangnya ada. Dari GPS Garmin miliknya ditambah cek silang Google Map, Bing Map, serta Nokia Map, ada jalan mengitari sungai Kayangan. Yang ternyata penampakan jalannya itu seperti ini.

 


Errr...nggak salah pilih jalan kan Paklik?

 

Aku maklum punya kawan-kawan bersepeda macam mereka ini. Paklik Turtlix dan Mbah Gundul sebenarnya ya 11-12 kalau milih rute blusukan. Kalau si Mbah memanfaatkan bisikan gaib insting, Paklik lebih maju dengan memanfaatkan teknologi.

 

Walaupun gitu, mereka berdua masih lebih mending daripada aku, yang kalau nyari rute blusukan ujung-ujungnya pasti... nyasar. #hehehe

 

Cukup intermezzonya. Mari kita kembali ke jalan yang tidak lurus!

 

Tengah Petualangan: Keindahan Tersembunyi di Kayangan

Usai menuntun sepeda sembari menyibak semak, akhirnya kami ketemu jalan aspal desa. Kami yakin, inilah jalan yang dimaksud GPS Garmin dan segala map-map canggih itu. Tapi toh perjalanan tidak serta-merta jadi mulus. Selain jalannya yang tidak halus, jumlah tanjakannya rawan bikin kami cepat kurus.

 

Duh!

 


Apa pun bentuk jalannya, kemiringannya tetap seragam...

 

Di tengah penderitaan dengkul, datanglah kabar gembira dari Paklik Turtlix. Menurut GPS, titik “pemberhentian resmi” pertama sudah dekat. Titik ini menandakan kami sudah setengah jalan mengelilingi Kayangan. Titik ini berupa jembatan. Semoga saja bukan jembatan “ajaib”.

 


Jembatannya sih nggak spesial. Tapi lihat dulu dong apa yang ada di dekatnya.

 

Jembatan yang dimaksud letaknya di Dusun Kalingiwo, Desa Pendoworejo, di Kecamatan Girimulyo. Sekilas, jembatan kecil yang melintasi sungai ini nggak spesial. Begitu pula dengan jembatan tua di dekatnya. Tapi, lokasi ini cukup spesial buat warga sekitar. Mereka sering mancing di tempat ini.

 


Yang kebetulan lagi doyan mancing seperti bang Dedy mungkin bisa nyobain lokasi ini.

 

Karena penasaran, iseng-iseng kami pun menyisir sungai di bawah jembatan. Eh! Ternyata ada tempat spesial yang cocok banget untuk “foto keluarga”. Subhanallah indah banget! Nggak nyangka di atas Kayangan ada tempat macam ini. Yang alami seperti ini jelas adanya di Kulon Progo! #promosi

 


Kalau katanya mbak Aqied ini namanya skillfie. (Eh, itu kakinya Paris lho #hehehe)

 


Ini nih spot eksotik buat foto keluarga. Semacam kontur sungai yang berundak.

 


Penampakan utuh bagian sungai yang eksotik itu. Nama sungainya apa ya ini?

 

Akhir Petualangan: Mencari Jalan Turun Kayangan

Jarum jam bergeser pelan ke angka 10.00 WIB. Mentari kian bergulir ke puncak ubun-ubun. Sebelum panas kian menyengat, kami memutuskan untuk segera hengkang. Karena ada prinsip “Pantang Pulang Lewat Jalan yang Sama”, alhasil kami ikuti saja jalan selepas jembatan spesial itu. Entah berujung di mana. Semoga saja ada jalan untuk turun dari Kayangan.

 


Mari kita lanjut bersepeda nyari jalan pulang.

 

Di awal perjalanan pulang, kami diiringi oleh penduduk negeri Kayangan. Eh, lebih tepatnya sih rombongan petugas dari Puskesmas Girimulyo. Mereka ini mau melakukan penyuluhan. Karena jalannya searah, jadi ya barengan deh.

 


Ceritanya mengawal rombongan petugas puskesmas Girimulyo.

 

Setelah berpisah dengan mereka, suasana serasa berpindah ke negeri antah-berantah. Jalan batu berganti jadi jalan tanah. Lebatnya hutan kian lama kian bertambah. Adapun tanjakan seakan tak berkurang jumlah. Ah, pokoknya susah!

 


Semak belukarnya kok makin lama makin lebat ya?

 

Eh! Nggak boleh mengeluh! Sebab, warga setempat saja nggak menunjukkan raut jenuh.

 

Aku heran, kok ya masih ada orang yang sudi bermukim dikelilingi hutan lebat ya? Kendaraan bermotor jelas susah lewat. Kalau malam suasananya gelap pekat. Rumah tetangga pun tidak dekat. Apa pilihan hidup mereka patut dibilang hebat? Hmmm...

 


... Errr... sepertinya mereka yang tinggal di Kayangan ini termasuk orang-orang istimewa.

 

Di tengah rimbunnya hutan, kami sempat istirahat beberapa kali. Dari kejauhan kami menangkap pemandangan yang tidak asing. Itu hamparan sawah yang kami lewati menuju sungai Kayangan! Berarti sekarang, kami ini berada tepat di atas tebing Kayangan! Waow! Coba deh pembaca bandingkan foto di bawah ini dengan foto di awal artikel.

 


Hooooo! Sampai di puncak Kayangan! #senyum.lebar

 

Sampai sejauh ini pun kami belum menemukan jalan turun dari Kayangan. GPS Garmin pun hanya menyebutkan jarak sekian meter tanpa menyebut jalan yang mana. Sinyal hape jelas susah didapat. Sekeliling masih hutan, tak ada orang untuk ditanya. Duh, masak kami nggak akan bisa membumi lagi?

 


Satu-satunya yang jadi petunjuk cuma GPS punya Paklik. Doh!

 

Ndilalah, kami berjumpa dengan sebuah rumah dan syukur pemiliknya ada di tempat. Kami pun diberi arahan, kalau terus menanjak bakal sampai di Desa Purwosari. Sedangkan, kalau memilih cabang jalan kecil bakal kembali menuju perempatan Kenteng. Jelas kami memilih pilihan yang terakhir. Tapi ada satu pengecualian, jalannya itu rusak dan wujudnya turunan tajam. Waduh!

 


"Udah kapok belum Mas kemari naik sepeda?", tanya Ibu penghuni rumah

 

Ah, jalan rusak tak jadi soal. Bila terpaksa sepeda pun bisa dituntun. Hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai di Dusun Gunturan di wilayah Desa Pendoworejo. Jam menunjukkan pukul 11.00 WIB.

 


Semak lebat lebih mendingan daripada jalan rusak macam ini. Doh!

 

Untuk yang kedua kalinya kami berhenti di sebuah jembatan kecil, sebab aku “mengendus” bau curug. Benar saja, sepertinya memang ada curug di bawah jembatan ini. Hanya saja debit airnya kecil karena akhir April ini sudah jarang turun hujan.

 


Musim kemarau benar-benar sudah datang.

 


Itu di sisi sebelah kanan jembatan juga ada semacam air terjun lho. Tapi airnya kering.

 

Jembatan ketiga sekaligus jembatan terakhir yang membekas di ingatan adalah jembatan besar yang melintasi anak cabang Kali Progo. Dari atas jembatan, kami lihat seorang Bapak sedang menghanyutkan batang-batang bambu. Ini supaya mudah memindahkan bambu tanpa mesti diangkut tangan. Cerdik ya?

 


Jembatan ketiga yang ukurannya lebih besar dari dua jembatan lain yang kami jumpai.

 


Teknik mengangkut batangan bambu memanfaatkan aliran sungai. Cerdik juga ya?

 

Sekitar pukul 12.00 WIB kami tiba kembali di Perempatan Kenteng. Misi keliling Kayangan sukses terlaksana! Terima kasih untuk Pembaca yang sudah mengikuti cerita panjangku ini sampai sini. #senyum.lebar

 


Rute petualangan kami mengelilingi Kayangan.
Diolah dari hasil GPS nya Paklik Turtlix.

 

Nah, kira-kira apa yang bisa pembaca tangkap dari cerita kami keliling Kayangan? Semoga tidak membosankan ya, hahaha. #senyum.lebar

 

Oh iya, kalau foto-fotonya kurang jelas, klik aja fotonya untuk melihat versi besarnya. Ok? Sip!

NIMBRUNG DI SINI