Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Segelas teh hangat tersodor ke hadapanku. Sepotong kecil wajik pun kucomot tanpa banyak kaku. Sedangkan di sekitarku orang-orang tampak penuh laku. Duh, aku jadi tak enak sendiri dengan kehadiranku.
Waktu itu hari Sabtu (26/10/2013) sekitar jam sepuluh pagi. Suasana di sekitar masjid Al-Hidayah, Dusun Klampok, Desa Salamrejo, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta penuh ramai oleh para pria yang sedang bekerja bakti. Mereka tengah berbenah untuk menyambut tanggal 10 Muharram 1435 Hijriyah yang jatuh sekitar dua minggu lagi.
Kebetulan, waktu itu aku sedang bersepeda sendirian. Niatnya mencari sendang keramat di Sentolo, Kulon Progo sambil blusukan. Tak disangka, kehadiranku dan jadwal kerja bakti ternyata berbarengan. Jadi Pembaca jangan heran, mengapa aku bisa terdampar di serambi masjid sambil menikmati beragam kudapan.
“Masnya ini wartawan ya? Kalau iya, harus hati-hati nih bicaranya.”, ujar seorang Bapak sembari terkekeh
Merasa ada yang “aneh”, aku urung mengeluarkan DSLR dari dalam tas. Biarlah kali ini tidak memotret. Keduk dulu informasi tentang Sendang Klampok dari warga. Toh, sendangnya tak bakal beranjak dari sini. Adapun foto-foto yang tampak di artikel ini aku jepret di awal bulan Maret 2014.
Ternyata, Sendang Klampok ini direvitalisasi dengan bantuan dana dari Kementrian Pekerjaan Umum senilai hampir 1 milyar rupiah. Pantas saja, lingkungan Sendang Klampok ini tampak cantik dan asri seperti taman kota, ups, maksudnya taman desa. Baru kali ini aku melintasi jalan desa yang dilapisi konblok dengan 3 tempat sampah di pinggir-pinggirnya. Keren sekali desa ini. #senyum.lebar
Lain halnya dengan Sendang Klampok. Buyar sudah bayanganku saat tahu wujudnya. Menurutku sih, lebih cocok disebut sumur. Eh, bukan sumur timba lho, tapi sumur pompa. Sebab, sudah disediakan keran air.
Walau penampakannya mirip sumur, bagi para peziarah Sendang Klampok ini cukup populer. Khususnya mereka-mereka yang menggemari tirakat di malam Sura. Sekitar momen tersebut kerap digelar berbagai acara, baik itu acara religi maupun kebudayaan, seperti yasinan dan jathilan. Untuk mengakomodir kegiatan-kegiatan tersebut, dibangun pula pendopo desa yang diberi nama Bale Langit.
Sebenarnya apa sih yang menarik peziarah mendatangi Sendang Klampok? Menurut Bapak yang bercakap-cakap denganku, Sendang Klampok itu dipercaya sebagai “sendang pengharapan”. Maksudnya, bila ada orang yang menginginkan sesuatu, dia datang ke sendang ini, berdoa pada Yang Maha Kuasa, dan membasuh wajahnya dengan air sendang.
Terdengar aneh memang. Ada hal klenik yang bersanding dengan masjid. Namun beliau lantas meneruskan bahwa terkabul atau tidaknya permohonan itu tergantung pada Allah SWT, bukan pada dhemit penunggu sendang. Orang-orang banyak yang berdoa di sini itu hanya karena mereka senang berada di sini. Ah, mungkin karena sejuk oleh rindangnya pohon jambu klampok (Syzygium samarangense), apalagi kalau sedang berbuah.
Terlepas dari apa yang dikatakan sang Bapak, frasa tirto usodo (tirta husada) yang tertera di gapura masuk dusun memberi arti bahwa air sendang ini juga dipercaya berkhasiat menyembuhkan. Benar atau tidaknya itu juga tergantung oleh Allah SWT kan? Hehehe.
“Ayo Mas, tambah lagi teh dan camilannya.”, tawar sang Bapak
Kali ini tak aku sambut tawaran menarik itu. Kalau tak disudahi, percakapan kami tak bakal berujung buntu. Mau gimana lagi, perjalanan pulang bakal banyak makan waktu.
Buat Pembaca yang ingin kemari, petunjuk arahnya cukup mudah. Dari Kota Jogja ikuti saja Jl. Wates, menyebrang Kali Progo, hingga sampai Sentolo sekitar km 18. Nanti bakal ada pertigaan dengan lampu lalu lintas arah ke Brosot, Bantul dengan Alfamart di dekatnya. Ambil arah ke Brosot. Sekitar 1 km dari lampu lalu lintas itu nanti ada gapura masuk menuju Sendang Klampok.
Jadi, gimana Pembaca? Mau mencoba cari pengharapan kemari? Siapa tahu Pembaca dalam waktu dekat ini mau ujian?
Dulu waktu kecil kalau event 10 Suro sering ke sana. Dari imogiri naik sepeda (pertengahan tahun 1990-an) ...
@Anang yang komen di atas kakaknya Anita bukan ya? Cucunya Mbah Karyo :D ...
Makasih ulasannya bang. Cukup mengobati kerinduan, hehehe.
Weeeh... mantep sekali naik sepeda dari Imogiri ke sini.
kenangan disana,silahkan yg mau
bermain,berfoto2...
Di Desa Karang Wetan ada nJogosuranan ya wingit juga Mas. Salam.
Sama-sama. Ditunggu kunjungan baliknya lagi di blog ini. :D
Kalau hasil pembangunannya nggak bagus, kebangetan, hehe....
Tapi kalau dilihat dari fotonya, memang kelihatan rapi, menarik, dan modern yah....
gaya
kalo kapan2 lewat daerah sana pengen mampir ah. kalo malem horor gak ya
gimanaaa gituuu~
deh
desa terus bawa kamera suka ditanya2 hal yang
serupa hehe :P
daripda ke goa langse di kira nyari pesuhihan saya hadeeehh... mantap mas lanjut dah :)