HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Lewat Cinomati ke Curug Banyunibo Sanggrahan

Selasa, 22 April 2014, 03:56 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

 

Di antara sekian banyak tanjakan yang ada di Jogja, Tanjakan Cinomati termasuk salah satu yang melegenda. Sebab, "doyan makan korban"! #hehehe

 

Namun siapa sangka, tak jauh dari tanjakan Cinomati tersembunyi karya Tuhan yang tak kalah menarik dari Hutan Pinus Mangunan. Bisa jadi, potongan surga nyasar ke tempat ini.  

 


satu, dua, tiga, empat, lima... kayaknya di atas masih ada lagi deh...

 

Lokasi persisnya ada di Dusun Sanggrahan 2, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Namanya cukup pasaran: Curug Banyunibo yang artinya Air Terjun Air Jatuh. #ya.iyalah

 

Di sekitar Jogja sendiri, jelas sudah banyak curug yang diberi nama Banyunibo. Tapi, kalau curug Banyunibo di Dusun Sanggrahan 2 ini mungkin hanya sedikit orang yang tahu.

 

Aku pertama kali tahu curug ini dari foto yang diunggah Mas Taka. Biar makin tahu, di hari Minggu pagi (12/1/2014) aku, Mbah Gundul dan Pakdhe Timin bersepeda ke Curug Banyunibo. Tentu saja, lewat Tanjakan Cinomati yang legendaris itu. 

 

Kenyataan Pahit di Tanjakan Cinomati

Cerita dimulai dari dasar Tanjakan Cinomati di dusun Wonolelo pada pukul 08.30 WIB. Nggak seperti biasanya, aku butuh waktu agak lama untuk mengumpulkan semangat. Sebab aku yakin, 4 kilometer ke depan aku bakal menghadapi dua kenyataan pahit. Pertama, tanjakan jahanam dan yang kedua... boyokku nyeri karena salah tidur. Doh! >.<

 


Mbah... tolong mbah... boyokku sakit mbah... #nangis

 

Apa jadinya bersepeda dengan nyeri boyok? Nanjak lagi? Ya jelas sakit lah! Apalagi setiap meliukkan tubuh tiba-tiba... TENG! Boyok jadi nyeri dan berarti aku harus meringis menahan sakit.  

 

Kalau dipikir-pikir, hanya orang “sakit” yang mau bersepeda dengan sakit boyok. Tapi, kalau menyangkut curug, buatku pantang mundur! Lebih lagi aku ini dasarnya (agak) #hehehe">pekok. Toh masih ada Mbah Gundul yang bisa dimintai “bantuan”, semacam ditandem atau dipijat. Walaupun ya... Mbah Gundul pasti gembira melihat aku menjerit-jerit kesakitan pas dipijat.

 


Yang bersepeda nanjak sambil minum ini ya juga termasuk orang "sakit".

 

Butuh waktu sekitar satu jam lebih untuk melibas Tanjakan Cinomati yang kemiringannya jahanam itu dengan nyeri boyok. Waktu tercepatku sekitar 45 menit. Itu pun bukan rekor terbaik, karena pasti ada adegan nuntun sepeda. Ah, Tanjakan Cinomati tidak berubah, masih membuat boyok, mesin kendaraan dan dengkul bermasalah.

 


Beberapa masalah yang disebabkan tanjakan Cinomati,
Kiri-Kanan: Masalah boyok, dengkul, dan mesin.

 

Pas sampai di puncak Tanjakan Cinomati, aku dapat kenyataan pahit. Warung Soto “wisuda” Pak Parmin sudah digusur jadi ladang jagung! Padahal waktu lewat sini di bulan Juni 2013 silam warung sotonya masih ada. Apa boleh buat, mau nggak mau kami melanjutkan bersepeda ditemani perut yang keroncongan.

 


Kenangan di masa lalu (kiri) dan kondisi saat ini (kanan).

 

Tiga Patokan Jalan Menuju Curug

Puncak tanjakan Cinomati itu wujudnya perempatan. Populer disebut perempatan Terong. Ke utara arah Patuk, ke timur arah Banyu Urip atau Playen, dan ke selatan arah Mangunan. Kami bertiga ngambil arah ke Mangunan. Tapi, di percabangan jalan yang pertama kami belok kiri menuju Desa Muntuk.

 


Ambil cabang yang ke kiri, yang ke kanan itu tembus Hutan Pinus Mangunan.

 

Ndilalah, di muka lapangan voli Dusun Banjarharjo ada warung soto. Mampir dulu lah buat isi perut. Tiga mangkuk soto dan tiga gelas teh manis dihagai Rp19.000. Makanan desa murah-murah ya?

 

Setelah kenyang kami pun lanjut bersepeda menuju Dusun Sanggrahan 2. Untuk menuju Dusun Sanggrahan 2 kami mesti lewat Dusun Sanggrahan 1.

 

Dari sini, medannya adalah turunan landai. Warga setempat ngasih tiga patokan arah pada kami. Patokan pertama, sebuah pohon randu besar di tengah jalan. Patokan kedua, pertigaan dekat bengkel motor. Di pertigaan ini kami mengambil arah ke kiri.

 


Pohon randu besar (kiri) dan pertigaan dekat bengkel motor (kanan).

 

Patokan yang terakhir adalah cabang jalan kecil, sebelum bertemu jembatan mungil, yang  dasarnya batu kerikil, akibatnya bikin sepeda labil, dan semoga pembaca baca ini nggak jadi ilfil. Hahaha. Sekali-kali boleh dong aku main akhiran kata #senyum.lebar.

 


Ada caleg baik hati yang mau mengaspal jalan ini nggak ya?

 


Pokoknya kalau ada warga, tanya! Di hutan siapa yang mau ditanya? Pohon?

 

Kurang dari lima menit bersepeda lewat jalan yang tidak bisa dibilang mulus itu, telinga kami menangkap suara gemuruh air terjun. Hore! Sudah dekat! Oleh warga setempat kami disarankan memarkir sepeda di dekat hutan. Wew... kalau ke air terjun pasti deh ada acara masuk hutan.

 

Curug yang Dikelilingi Batu-Batu Besar

Setelah sepeda terparkir aman, kami lanjut jalan kaki masuk hutan. Jarak dari tempat parkir ke air terjun nggak jauh kok, paling ya tiga menit jalan kaki. Tapi harus hati-hati melangkah karena medannya tanah dan batu-batu licin. Sekitar pukul 11.00 WIB sampailah kami di curug Banyunibo Sanggrahan, yeeey! #senyum.lebar

 


Kalau hujan jalannya bakal licin selicin gundulnya simbah... #kualat

 

Dari penampakannya, Curug Banyunibo Sanggarahan ini 11-12 sama Curug Banyunibo Batur, Gunungkidul. Batu-batuan besar jadi penghalang mendekat ke air terjun. Kalau ingin mendekat sangat dekat, bisa kok mendaki air terjun ini seperti di Curug Seribu Batu Cengkehan, Imogiri. Ini air terjun kayaknya surut deh pas musim kemarau.   

 

 

Kami singgah hanya sekitar setengah jam, sebab sudah diusir sama gerimis yang tiba-tiba turun. Walau ternyata gerimisnya hanya numpang lewat, kami memutuskan untuk pulang saja. Jangan lupa, boyokku kan masih nyeri #hehehe.

 

Ealah pas perjalanan pulang, rantai sepeda mbah Gundul putus! Jangan-jangan ini korban tanjakan Cinomati? Ya sudah deh, berhenti dulu buat masang rantai. Lumayan lah boyokku bisa ikut istirahat, hahaha. Sekitar jam 15.00 WIB aku sampai di rumah lagi.

 


Dari segala macam komponen sepeda, masang rantai sepeda itu yang paling susah. Nggak percaya?

 

Masih Ada Curug Banyunibo Lain

Nah, gimana Pembaca? Menarik kan Curug Banyunibo Sanggrahan ini? Pastinya Pembaca jadi tahu tujuan lain dong sehabis singgah di hutan pinus Mangunan?

 

Oh iya, sebenarnya curug yang kami sambangi ini beda dengan curug yang dipotret mas Taka. Jadi, apa di Dusun Sanggrahan ini masih ada curug lain? Ah, coba ntar aku tanya mas Taka deh. Di mana persisnya curug yang ia foto itu. Kabarnya, di Dusun Rejosari di Desa Terong juga ada curug bernama Banyunibo yang sedang dikembangkan jadi objek wisata.

 

Tahun 2014 ini sepertinya petualanganku mencari curug belum berhenti ya Pembaca?

NIMBRUNG DI SINI