HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Sampah Sepanjang Selokan

Selasa, 25 Maret 2014, 07:20 WIB

Di suatu pagi yang cerah, seminggu setelah erupsi Gunung Kelud, aku menyempatkan diri untuk bersepeda sekadar mencari sarapan soto yang murah dan meriah. Rutenya tidak terlampau jauh dan aneh-aneh, hanya berkutat sepanjang Selokan Mataram di sekitar wilayah Kota Jogja yang mepet sama kabupaten Sleman.

 


Nyaman untuk bersepeda pagi, asalkan nggak ketemu sampah.

 

Setelah melintasi perempatan selokan di kawasan Babarsari, hiruk pikuk manusia yang sebelumnya aku jumpai di sepanjang selokan mulai mereda. Pemandangan berganti dengan gunungan sampah yang lazim dijumpai di beberapa titik sepanjang Selokan Mataram.

 


Truk pengangkut sampah apa mengambil sampah di sini? Jangan-jangan hanya pemulung saja.

 

Tumpukan sampah ini sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah dijumpai di mana-mana. Aku semakin yakin bahwa hal seperti ini disebabkan oleh kurangnya tempat pembuangan sampah akhir di dekat pemukiman warga. Oke lah, hampir setiap rumah sudah memiliki tempat sampah, yang mana sampah-sampahnya dimasukkan ke dalam kantong plastik. Nah, setelah itu mau disingkirkan ke mana? Itu pertanyaannya.

 


Banyak ancaman yang terasa sebagai gertak sambal saja.

 

Terkadang aku bingung juga. Indonesia ini kayaknya sudah punya banyak sarjana dengan ilmu dan gelar yang tinggi-tinggi. Tapi kok ya ngurus masalah sampah saja tidak bisa? Mungkin banyak yang beralasan urusan sampah ini bukan masalah ilmu, tapi hanya masalah "kebijakan". Sengaja aku beri tanda petik dua karena ujung-ujungnya bakal berakhir di masalah klasik... uang.

 


Nominal denda yang mencapai jutaan rupiah jangan-jangan wujud lain dari "kebijakan" yang aku sebut di atas.

 

Ah, cukup! Pagi ini aku nggak mau pusing memikirkan masalah sampah dan kebijakan pemerintah. Aku cuma mau cari sarapan soto. Soto yang biasa dan bukan soto sampah.
catatan: Soto sampah itu benar-benar ada dan warungnya hanya buka di malam hari.

 


Kamu bisa menghindar, menjauh dari sampah, tapi jangan lupa kalau sampah masih bersembunyi.

 

Mungkin sudah saatnya aku memutar balik sepeda dan pindah rute menjauh dari Selokan Mataram. Semoga kali ini aku tidak kembali ketemu tumpukan sampah di pinggir jalan dan mendadak mikir yang aneh-aneh.

NIMBRUNG DI SINI