Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Pada awal bulan kesebelas tahun dua ribu tiga belas yang lalu, Mbah Gundul mengajak aku bersepeda ke jembatan gantung. Setahuku, jembatan gantung itu adanya di Bantul. Tapi Mbah Gundul bilang jembatan gantungnya itu di Sleman, di seputaran lereng Gunung Merapi, melintasi Kali Boyong.
Kali Boyong adalah nama salah satu sungai di Yogyakarta yang berhulu di Gunung Merapi. Posisinya ada di sebelah barat Kota Jogja. Kali Boyong ini memiliki banyak anak sungai, salah satunya adalah Kali Code yang populer itu.
Aku sendiri kurang begitu paham asal-muasal nama Kali Boyong. Mungkin disebut Kali Boyong sebab sungai ini sering memboyong materi lahar dingin Merapi. Mungkin juga karena sungai ini ibarat jalan raya bagi “warga” Merapi jika hendak boyongan ke arah selatan menuju Pantai Parangtritis. Khususnya pada saat malam Jum’at kliwon. Hiii. #horor
Eh, tenang! Di artikel ini aku nggak bakal cerita hal-hal berbau mistis kok! Kejadian yang bakal aku ceritakan ini mengambil latar waktu pada Minggu Pon (10/11/2013). #senyum.lebar
Sekitar pukul setengah tujuh pagi, Mbah Gundul sudah menanti kehadiranku di perempatan Tugu Pal Putih Kota Jogja. Kami pun kemudian bersepeda berdua menuju arah utara lewat Jl. Palagan Tentara Pelajar.
Di perempatan lampu lalu lintas kilometer sembilan, datanglah Paris bergabung bersepeda bersama kami. Bertiga, kami pun meneruskan bersepeda ke arah utara menghadapi jalan nanjak ala Jl. Palagan Tentara Pelajar yang rasa-rasanya lebih nanjak dari Jl. Kaliurang. #capek
Setibanya di perempatan kilometer tujuh belas, Mbah Gundul sebagai komandan perang menuntun kami ke cabang jalan ke arah kanan (timur) yang menyebrangi Kali Boyong. Paris pun senang. Dikiranya Mbah Gundul berubah pikiran dan mengubah tujuan menuju Warung Ijo, Pakem.
Ternyata Mbah Gundul bermaksud mengambil cabang jalan menuju Museum Gunung Merapi. Paris pun kecewa. Di papan petunjuk tertera angka enam kilometer menuju museum. Maksudnya itu, sejauh enam kilometer ke depan jalannya tetap menanjak. #derita
Ah, jadi teringat, dulu di tahun 2010 aku pernah bersepeda lewat jalur ini rame-rame sama kawan-kawan SPSS, sekarang hanya bertiga. Aku sebenarnya kasihan sama Paris. Dia sudah lama nggak bersepeda jadi sering mengeluh capek. Tapi katanya Mbah Gundul, kalau bersepeda itu nggak boleh ngeluh. Sebab, menjalani hidup itu lebih berat dari bersepeda. #kata.bijak
Kami masih terus bersepeda melewati pertigaan jalan menuju Museum Gunung Merapi. Pikirku, habis ini pasti bakal koyok deh. Jadinya aku mancing-mancing buat berhenti istirahat. Kami berhenti di sebuah pos ronda dan Mbah Gundul pun bertanya pada warga setempat. Katanya, jembatan gantungnya sudah dekat. Lokasinya nggak jauh dari tugu jam.
Ternyata benar! Sekitar 200 meter dari tugu jam itulah letak jembatan gantungnya. Sebut saja namanya Jembatan Gantung Boyong. Sebab, selain melintasi Kali Boyong, jembatan ini letaknya di Dusun Boyong, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Jembatan ini berdiri di atas sebuah dam yang sudah tak berbentuk akibat dihantam lahar dingin Merapi beberapa tahun yang lalu.
Selain jembatan gantung, yang menarik perhatian pada waktu itu adalah sekumpulan bocah yang mengajak kami untuk bergabung main air di kubangan bawah jembatan. Ah, seandainya aku masih seumuran mereka mungkin aku langsung nyebur ke dalam kubangan deh, hahaha. #senyum.lebar
Kubangan gitu lho! Kalau mata air masih mending deh! #hehehe
Sehabis bermain air, bocah-bocah ini menemani kami jalan-jalan di sekitar jembatan gantung. Tapi mereka tak banyak cakap. Apa mereka terpana dengan “pesona” Mbah Gundul ya?
Selepas berpamitan dengan warga-warga cilik ini kami pun bersepeda pulang. Jembatan gantung ditemukan. Misi selesai! Petualangan hari ini diakhir dengan menyantap soto daging sapi Sorgapuro di Jl. Kaliurang km 12,5.
Gimana Pembaca? Pingin bersepeda ke jembatan dan main air sungai di bawahnya?
emang perjuangan ke sana kayake lumayan
menguras energi. Ebetewe, bener juga kata Mbah
Gundul, menjalani hidup lebih berat dari nyepeda.
Kangen juga nih naik sepeda, gara2 sepeda diilangin temen. Hahaha
pesepeda wajib berhati-hati sekali. Bila rem kurang pakem, lebih baik turun sepeda dan
jalan ke bawah. Setelah melewati jembatan ini, ada jalan menurun panjang dan lurus
menuju Jl. Palagan :-)
kayak gempa...ngeri. Mbok dikasih portal saja ya..biar mobil ndak bisa lewat, nanti cepet
rusak tuh jembatan.
Jembatan Gantung waduk selorejo malang..mari noh mampir ke Blog kalo pengin bandingin
hahha
kapan itu dari arah srumbung nyari jalan pintas ke dukun aja nemu 2 jembatan gantung...apalagi sampai ketep ya.
eh iya jembatan srowol yg deket mendut itu juga model gantung
tapi bedane disana dipasang portal jadi mobil gak bisa masuk..