Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Lama nggak bersepeda dengan Mbah Gundul, dirinya ganti menawariku rute bersepeda yang katanya menarik dan tentu saja... DI - RA - HA - SI - A - KAN. Beh!
“Udah ikut aja. Pokoknya menarik!”
“Rutenya tanjakan Mbah?”
“Iya, tapi tanjakannya nggak masuk akal.”
Ah, Mbah Gundul ini. Mana pernah tanjakan itu masuk akal Mbah? Tanjakan itu ya masuk dengkul. Dilakoni sambil ngos-ngosan. Umpamanya tanjakan itu masuk akal, nggak bakal ada orang yang mau nanjak Mbah! Lha wong menurut akal sehat nanjak itu bikin capek Mbah!
Ya toh Mbah? #hehehe
Maka dari itu, di hari Minggu (27/10/2013), kami bertiga bersepeda menuju tanjakan yang katanya si Mbah nggak masuk akal itu. Oh ya, yang peserta ketiganya itu bukan dhemit lho, tapi pria gagah perkakas bernama Estu. Dia menyebut dirinya sebagai mapala UIN alias mahasiswa paling lama di UIN, hahaha. Semoga cepet lulus kuliah yo bro! #senyum.lebar
Rute menuju tanjakan ini nyaris sama persis seperti saat bersepeda ke Tanjakan Petir sekitar setahun yang lalu. Singkatnya, dari Jogja ke Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Belokan ke Desa Srimartani itu terletak 1 km di utara lampu lalu lintas Pasar Piyungan (Jl. Jogja – Wonosari km 14).
Nah, sebelum tanjakan petir dimulai, ada pertigaan tuh, ambil cabang jalan ke arah kiri. Kalau bingung lihat foto di bawah ini.
Dari pertigaan jalan itu sih sudah banyak tanjakan yang menanti. Tapi ya semua tanjakan itu masih masuk akal. Eh, maksudku masuk dengkul, alias bisa aku libas tanpa perlu menuntun sepeda. #hehehe
Sekitar sepuluh menit berkendara, kami sampai lagi di persimpangan jalan dekat kuburan dan jembatan. Di dekat sana terdapat patok BPN bertuliskan perbatasan Gunungkidul – Sleman. Waow! Sudah pindah kabupaten lagi!
Setelah menyebrang ke wilayah Gunungkidul, tibalah kami di Dusun Klegung. Jaraknya dari jembatan hanya sekitar 200 meter. Di dusun ini banyak jalan buntu. Satu-satunya tujuan berikutnya tertera pada papan petunjuk di bawah ini.
Doh! Aku sudah bisa menebak ke mana tujuan Mbah Gundul sebenarnya. Saat itulah Mbah Gundul kembali angkat suara.
“Ini dia tanjakan yang nggak masuk akal itu!”
Aku menyebutnya sebagai Tanjakan Klegung. Kalau Pembaca senang bersepeda nanjak dan pernah menjajal rute-rute tanjakan jahanam macamnya Tanjakan Cinomati dan Tanjakan Petir, bolehlah tanjakan ini dijajal. Yang bisa lolos bersepeda tanpa nuntun di Tanjakan Klegung ini dijamin bisa lolos di semua tanjakan legendaris yang tersebar di seantero Yogyakarta.
Tanjakannya aku pisah jadi dua bagian. Bagian pertama aku beri nama “Tanjakan Pembuka”. Tanjakan ini tergolong masuk akal, eh... masuk dengkul! #hehehe
Orang-orang yang sudah terlatih bersepeda bisa bersepeda nanjak di sini tanpa berhenti. Titik puncaknya adalah tikungan.
Nah, setelah tikungan ini adalah bagian kedua yang aku beri nama “Tanjakan Penghabisan”. Kalau Pembaca penasaran, cobalah dijajal. Berapa meter kiranya Pembaca bisa bersepeda nanjak dari tikungan dengan ban sepeda masih menapak jalan, hehehe. #hehehe
Kemiringan tanjakan ini luar biasa miring! Mungkin ada sekitar 70 derajat, sebab aku melihat ada tulisan “68” di awal Tanjakan Klegung. Padahal jaraknya lumayan pendek, sekitar 100 meter saja. Total jarak tanjakan Klegung ini ada sekitar 200 meter.
“Aku sudah tiga kali kemari. Tiga-tiganya aku gagal. Aku nuntun sepeda.”
“Lho Mbah, bukannya dirimu bilang selama Dinas PU (Pekerjaan Umum) masih bisa mengaspal jalan kan dirimu masih sanggup nanjak tanpa nuntun?”
“Lha ini jalan kan bukan aspal bikinan Dinas PU! Ini kan cuma cor-coran semen biasa! Mana bisa alat beratnya Dinas PU lewat sini kalau kemiringannya seperti ini?”, kata mbah Gundul bersungut-sungut.
Mbah Gundul... Mbah Gundul... rupanya hanya karena obat rayap dirimu sudah tidak sesakti dulu lagi.
Singkat cerita, selepas Tanjakan Klegung nggak ada lagi tanjakan jahanam yang berarti. Dan jalan tembusnya ternyata adalah... eng-ing-eng... Dusun Gembyong, Desa Ngoro-oro, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul! Dusun Gembyong ini terkenal dengan 2 hal. Pertama, jembatan gantung Lemah Abang. Kedua, air terjun purba yang bernama Njurug Gedhe.
Aku beberapa kali bersepeda lewat sini. Umumnya sih, rute yang dilalui mesti lewat Tanjakan Patuk dan Gunung Api Purba Nglanggeran. Tapi, berkat Tanjakan Klegung yang diperkenalkan oleh Mbah Gundul, aku jadi tahu rute tersingkat menuju Dusun Gembyong. Walau ya... resikonya lebih nanjak, hehehe. #hehehe
Kalau sudah sampai sini ya sudah jelas, rute pulangnya adalah lewat jembatan gantung Lemah Abang yang tanjakannya tergolong jahanam. Beh! Pulang pun masih harus nanjak! #hehehe
Berhubung Mbah Gundul tahu kalau aku dan Estu sudah kehabisan tenaga untuk melibas tanjakan, maka kami berhenti di satu-satunya warung dekat jembatan. Di sana Mbah Gundul membeli tape khas Gunungkidul. Harganya murah banget, satu bungkus dihargai Rp250 dan Mbah Gundul beli 40 bungkus tape.
Kalau kata Ibu pemilik warung, tape yang kami beli itu baru saja difermentasi, jadi belum siap disantap. Tapi ya berhubung perut sudah keroncongan dan di depan sudah menanti tanjakan jahanam, ya... santap sajalah! Menurutku rasanya enak banget, serius, entah karena aku lapar atau gimana. Yang jelas, aku nggak sakit perut, hahaha. #senyum.lebar
Jadi begitu deh Pembaca. Kalau Pembaca mau mencoba jalan tersingkat menuju Ngoro-oro, boleh dicoba lewat Tanjakan Klegung. Berdoa dulu ya semoga kendarannya kuat nanjak, hehehe. #hehehe
rasa motor biasa pun ga akan bs lewat, sdh
dipastikan akan jungkir balik krn trll tegak, tp
waktu itu sy melihat motor matic
berboncengan msh bs melewati dg mulus jln
tsb.
Saya rasa klo melihat patokan "busur" utk
sudut kemiringan tanjakan klegung bkn 70°
tapi sekitar 45°.
rasa motor biasa pun ga akan bs lewat, sdh
dipastikan akan jungkir balik krn trll tegak, tp
waktu itu sy melihat motor matic
berboncengan msh bs melewati dg mulus jln
tsb.
Saya rasa klo melihat patokan "busur" utk
sudut kemiringan tanjakan klegung bkn 70°
tapi sekitar 45°.
Orang jalan aja gak bisa apalagi pake kendaraan.
ono Tanjakan gendeng po ra wkwkwk
Nggak kuat liat tanjakannya :-)
www.barakudagunung.blogspot.com, nanti dicariin jalur yg keren juga
lagi nanti ketemu perempatan pasar gendeng ke timur, rumah teletubies masih ketimur,
tanjakannya juga keren jalan aspal halus dijamin masih bisa digenjot. Nanti diperjalan
ketemu jembatan gantung yang di bawahnya ada tempuran sungai lemah abang dan
sungai semilir
kalo udah ketemu tanjakan-tanjakan kayak gitu. Jangankan naik sepeda, naik mobil aja
ngeri. Tiap tahun, aku pulang ke Jawa Tengah dan nggak jarang juga nemuin yang model
gitu. Nice post!! :)
Salam kenal, ini kunjungan balik yah... :)
anek tanjakan tanpa turun keen nah...wah kalo pas smp dl mah sering nyepeda hahaha tp
skrng gatk tau yah kuat apa kagak...hahaha inspire mas..mantap...