HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Lewat Sendang Perwita Sari Ngaglik

Senin, 28 Oktober 2013, 10:29 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Gemericik air yang mengalir dari tiga pipa pralon itu menghentikan putaran roda sepedaku dan Paris pada Minggu pagi (25/8/2013). Waktu itu, kami berdua sedang bersepeda menuju Pakem dengan rute blusukan lewat pedesaan. Di belakang Kantor Kecamatan Ngaglik (tepatnya di dekat kantor unit lalu lintas Polsek Ngaglik) itulah kami berhenti sejenak.

 


Letaknya di dekat kantor polsek lalu lintas.

 

Aku tertarik dengan keranjang cucian yang tersiram air dari pancuran. Sementara aku mendekat ke pancuran, Paris tidak beranjak dari tempatnya dan tampak sibuk berkutat dengan handphone Androidnya (seperti biasa #hehehe).

 


yang dilingkari itu...

 

Sejenak aku mengamati keranjang cucian itu. Aku jadi teringat sendang di daerah Godean di mana warga sekitar memanfaatkannya sebagai tempat mencuci pakaian.

 

Beberapa menit terlewati, namun pemilik cucian tak kunjung hadir. Sepertinya ia memilih meninggalkan cuciannya di sana untuk dibersihkan secara otomatis oleh air pancuran. Ah, siapa sih yang hendak mencuri cucian?

 


Ada papan pengumuman berarti sendang ini termasuk tempat warga berkumpul.

 

Selain tulisan “Putra”, “Putri”, dan “Perwita Sari”, yang mencolok di bangunan sendang pada saat itu adalah sebuah kutang yang menggantung di dekat pintu masuk bilik putra. Penasaran, aku pun memutuskan mengintip isi bilik putra. Ternyata nggak ada siapa-siapa. Aku pikir di dalam ada cowok si pemakai kutang. #eh

 


Hanya cocok untuk mandi, bukan untuk buang air.

 

Peninggalan masa lampau bisa ditemui beberapa meter dari sendang. Sebuah talang air kuno (jalawadra) yang tak lagi utuh teronggok tanpa kawan. Besar kemungkinan, sendang ini sudah ada sejak zaman candi-candi masih berdiri dan menjadi lokasi yang disakralkan.

 


Sebelum ada pipa pralon pakainya ini.

 

Adapun sendang ini memiliki nama lain seperti Sendang Puruhitosari dan juga Situs Gondangan karena letaknya yang berada di Dusun Gondangan, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Sejumlah laman maya malah ada yang membahas rinci mengenai situs ini. Salah satunya bisa disimak di laman milik tembi.org berikut.

 


Air sendang juga dialirkan ke kolam penampungan.

 

Dengan tidak meninggalkan pertanyaan di papan pengumuman sendang, aku pun mengajak Paris untuk kembali bersepeda menuju Pakem. Masih sebelas kilometer lagi hingga sampai di tujuan.

 

Ya sudahlah. Aku bingung mau bertanya apa ke Pembaca, hahaha. #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI