Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Di atas batu karang yang ujungnya lancip-lancip, aku memanggil-manggil nama manusia satu itu.
“Paris! Paris!”
Masalahnya, sehabis diterjang ombak besar, hanya dirinya yang terpisah dari kami bertiga. Padkhe Timin masih berkutat dengan ranselnya yang basah. Sementara Vendy sudah mencolot duluan ke atas batu karang.
Selang beberapa saat, Paris menampakkan diri di bibir pantai. Dia selamat! Bergegas kami pun menuruni tebing batu karang menghampiri dirinya.
“Gawat, hape sama kameraku basah kena ombak!”, katanya sambil berusaha mengeringkan peralatan elektroniknya itu.
Nggak disangka, perjalanan kami berempat pada Minggu sore (28/7/2013) pada bulan puasa itu bakal menuai musibah. Rasanya, lebih baik kena musibah nyasar daripada yang seperti ini karena bikin Paris nggak bisa motret dan mesti merogoh THR untuk memperbaiki benda-benda yang rusak itu. #hehehe
Seperti yang pernah terjadi di tahun lalu, di tahun 2013 ini pun aku beserta teman-teman punya agenda ngabuburit menyusuri pantai di bulan puasa. Kali ini pantai yang dipilih adalah pantai di sisi timur Pantai Drini. Sebab, jaraknya relatif lebih dekat dibandingkan kalau ke Wediombo lagi.
Rute perjalanannya masih sama, dari Jogja lewat Jl. Wonosari kemudian disambung Jl. Baron. Berangkat dari Jogja pukul 13.00 dan sampai pantai Drini pukul 15.30. Oh iya, sebelumnya kami dapat buah melon cuma-cuma dari ladang melon di seberang rumahnya Pakdhe Timin. Asyik, buka puasa pakai melon nih! #senyum.lebar
Kendaraan kami parkir di Pantai Drini dan menurut bapak petugas parkir salah satu cara menuju Pantai Ngrumput (nama pantai di timur Pantai Drini yang kuingat) adalah dengan berjalan kaki menyusuri laut yang sedang surut.
Begitulah, kami berempat berjalan kaki menyusuri laut yang sedang surut. Memotret macam-macam obyek yang kami lewati. Sampai suatu ketika Vendy mendadak ngibrit menuju batu karang sambil teriak kalau ombak besar datang dan ... BYUR!
Cerita kembali ke Paris yang kini terduduk lemas di pinggiran karang pantai Watu Bolong karena hapenya mendadak mati sehingga tidak bisa dipakai whatsapp-an. Suasana duka itu mendadak dipecah oleh “wawancara” bapak-bapak ikhwan yang hadir tanpa sepengetahuan kami. Rupanya, selain jalan menyusuri pantai ada pula jalan lain yang mengitari tebing walau jaraknya lebih jauh.
Berhubung sudah kepalang basah kuyup, kami pun melanjutkan perjalanan ke arah timur. Tinggal mengikuti jalan batu gamping yang tertata apik, sampailah kami ke Pantai Ngrumput.
Pantai Ngrumput ini tidak seluas Pantai Drini dan jelas sepi. Dua pantai yang barusan kami singgahi, Pantai Watu Bolong dan Pantai Ngrumput sepertinya cocok dipakai untuk berkemah karena lokasi dataran lapangnya relatif luas.
Oh iya, sebenarnya ada pula yang menyebut Pantai Ngrumput ini sebagai Pantai Pengilon karena tebing di sisi timur pantai ini dapat terbias ke air laut (bila sedang tenang) sehingga air laut tampak seperti kaca. Walau begitu, baik di Pantai Ngrumput dan Pantai Watu Bolong, tidak terdapat papan petunjuk nama pantai.
Berhubung hari sudah beranjak sore, kami pun balik ke Pantai Drini. Kali ini lewat jalan yang mengitari tebing. Ternyata tembus ke jalan raya, sekitar 200 meter di timur parkiran Pantai Drini.
Di salah satu gubuk di bibir Pantai Drini, kami pun mengakhiri perjalanan kali ini dengan berbuka puasa menyantap melon. Nyam!
Pembaca apa di bulan puasa tahun 2013 ini juga sempat jalan-jalan sore ke pantai?
Ke pantainya sehabis lebaran, dari Jungwok ke timur sampai Sedahan... lumayan juga
sih dapat beberapa pantai...