HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Nyepeda Sendirian ke Air Terjun Lepo Dlingo

Jumat, 6 September 2013, 08:02 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Dari ceritanya mas Jo SOBOnDESO, katanya di Kecamatan Dlingo, Bantul ada air terjun yang lagi anget-angetnya diperbincangkan. Nama air terjun itu adalah Grojogan Lepo. Dikenal juga sebagai Air Terjun Ledok Pokoh. Tapi, nama resmi yang disematkan oleh Pokdarwis Desa Pokoh adalah Air Terjun Lepo.

 

Secara administratif air terjun ini berada di Desa Pokoh 1, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Naaah... berhubung jarak dari rumah ke Dlingo itu menurutku “dekat” dan kawan-kawan yang lain sedang banyak kesibukan, jadilah pada hari Minggu (2/6/2013) itu aku nekat bersepeda sendirian ke Grojogan Lepo. #hehehe

 

Pekok toh? Entah kesurupan dhemit apa aku ini sampai niat banget bersepeda ke sana seorang diri hanya demi air terjun. Wekekekeke. #senyum.lebar

 

Berangkatnya Masih Nanjak 

Dari rumah, aku berangkat pukul 06.00 pagi. Lewatnya Jl. Imogiri Barat yang relatif lebih sepi dibanding Jl. Imogiri Timur. Arahnya ya ke Pajimatan Imogiri. Sekitar pukul 07.00 pagi, aku sampai di percabangan jalan dekat pajimatan yang mengarah ke Desa Mangunan, Dlingo. Jaraknya dari Jogja sekitar 16 km.

 


Ini tanjakan dari Pajimatan Imogiri ke Mangunan.

 

Medan jalan dari cabang jalan ini ke Mangunan masih sama persis dengan saat aku bersepeda ke Mangunan dahulu kala bareng kawan-kawan SPSS. Maksudnya, sama-sama masih tanjakan jahanam gitu, hehehe #hehehe. Sebab, Kecamatan Dlingo adanya kan di puncak bukit. Singkat tanjakan, aku sampai di pertigaan jalan ke Kebun Buah Mangunan itu pukul 8 kurang sedikit.

 


Cepet juga ya sampai di pertigaan ke kebun buah Mangunan. 

 

Nah, ini bedanya. Dari pertigaan jalan itu aku masih melanjutkan perjalan mengikuti jalan aspal. Ingat ya, bukan ke arah hutan pinus! Tapi ke arah Pasar Dlingo. Tanya aja warga sekitar, pasti pada tahu kok.

 


Jalan turunan yang nikmat setelah pertigaan kebun buah Mangunan.

 

Sepanjang jalan medannya asik banget karena turunan! YES! Tapi, berhubung aku cepat tersadar dari kenikmatan sesaat, bertanyalah aku ke seorang bapak di pinggir jalan. Kata beliau, di depan bakal ada satu tanjakan menanti sehabis nyebrang jembatan. Ternyata, tanjakannya semiring Cinomati! Duh! Alhamdulillah nggak terlalu panjang, hahaha. #senyum.lebar

 


Ini tanjakan lho. Ketemunya sehabis nyebrang jembatan.

 

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Selepas menerjang tanjakan, tibalah aku di Pasar Dlingo! Saatnya mengisi perbekalan yang habis di tanjakan! Tapi, aku muter-muter nyari warung soto nggak ketemu. Jadinya, aku cuma beli roti dan air minum deh.

 


Ayo Bu kita sama-sama ke pasar, nyari sesuap nasi, hehehe.

 

Di dekat Kantor Kecamatan Dlingo aku tanya lagi ke warga setempat. Katanya Desa Pokoh 1 sudah dekat. Tinggal ikuti jalan di samping kantor kecamatan. Sip deh! Medan jalannya asik karena turunan. Tapi ya nanti baliknya pasti jadi tanjakan. Doh!

 


Aku, sepedaku, dan calon sarapan siangku.

 

Pokoknya dari Kantor Kecamatan Dlingo, arahkan kendaraan ke SMN 1 Dlingo. Lurus terus, nanti bakal ketemu lapangan besar dengan perempatan. Belok kiri di perempatan itu. Setelah itu, medan jalan bakal berganti menjadi turunan dan masuk ke area perkampungan. Setelah melewati pemakaman, berbeloklah menyebrangi jembatan kecil. Ikuti jalan saja nanti bakal berjumpa dengan banyak papan petunjuk arah ke Air Terjun Lepo. Masak nyasar sih?

 


Petunjuknya sudah jelas kan?

 

Air Terjunnya ada Banyak

Pas aku ke sana, para pemuda dan bapak sedang sibuk kerja bakti. Katanya sedang membuat lapangan parkir untuk kendaraan pengunjung. Proyek pembangunan fasilitas pariwisata ini baru berjalan awal tahun ini. Dananya masih swadaya warga desa. Semoga pemda Bantul segera melirik potensi wisata ini dan mengucurkan bantuan ya. Aamiin.

 


Sebagian jalannya masih jalan tanah yang becek dan licin.

 

Berhubung nggak ada aturan baku sepeda harus diparkir di mana, jadilah aku ngusung sepeda mendekat ke air terjun, hahaha. Niatnya sih mau berpose bareng sepeda di air terjun, tapi karena jalannya tanah licin habis hujan ya... nggak jadi berpose deh.

 


Parkir sepeda di dekat lokasi warung yang belum buka.

 

Di lokasi ini ada dua air terjun. Air terjun pertama yang lokasinya paling atas membentuk semacam kolam yang nggak begitu dalam. Cocok buat main air anak-anak, terus orangtuanya gelar tikar sambil makan bekal, hmmm...sip tenan!

 

Debit air terjun pertama ini nggak begitu deras. Menurutku susah juga untuk obyek foto. Kenapa ya? Mungkin karena bunyi gemericik air terjun ini bikin ngantuk. Beneran lho.

 


Air terjun pertama debit airnya tidak deras.

 


Lokasi air terjun yang cocok untuk tempat bermain anak-anak.

 

Sebelum bablas ketiduran, aku mencoba turun ke air terjun yang kedua. Jalan menuju air terjun yang kedua ini harus menuruni dinding batu gitu. Lumayan curam juga. Untung sudah latihan bolak-balik manjat/turun air terjun. Hehehe. #hehehe

 


Air terjun kedua dengan bentuk batuan yang sepertinya sengaja dibentuk.

 

Menurutku kok bentuk batuan di sekeliling air terjun yang kedua ini seperti dibentuk gitu yah? Bisa mulus mirip kotak gitu. Lokasinya menurutku cocok untuk motret model. Di dekat air terjun yang kedua ada lubuk yang sepertinya dalam.

 


Lubuk yang cukup dalam. Memungkinkan untuk berenang di sini.

 

Rute Pulang yang Enak

Pukul 10.00 siang aku buru-buru meninggalkan lokasi. Sebab, cuacanya sudah mulai mendung. Takut kalau hujan.

 

Nah, berhubung sepertinya kalau balik lagi ke Mangunan itu bakal ketemu tanjakannya yang menyiksa dengkul, jadi aku memilih untuk mengikuti jalan raya saja. Kata warga sekitar sih bisa tembus sampai ke Pathuk. Beneran?

 


Kalau salah jalan, bisa-bisa nyasar sampai Wonosari.

 

Ternyata, tembusnya itu di pertigaan ke Banyu Urip! Wah ini sih rute kenangan. Tahun 2010 silam aku pernah bersepeda nanjak dari Banyu Urip ke perempatan beringin Kecamatan Terong dengan tidak pakai celana dalam, hahaha. Habisnya basah sih setelah padusan di curug Sri Gethuk.

 


Lewat pertigaan ke Banyu Urip.

 

Pukul 11.00 lebih dikit sampailah aku di perempatan beringin Kecamatan Terong. Kalau sudah begini rute pulang ke Jogja sudah jelas. Lewat turunan Cinomati! Akhir cerita adalah aku sampai di rumah lagi pukul 13.00 lebih sedikit karena jalanan Kota Jogja macet. Alhamdulillah, tidak kehujanan! Tuhan bersama orang-orang yang mencari curug! Hehehe.

 


Beh! Soto wisudanya tutup! Apa hari Minggu ini sedang ada acara wisuda kah?

 

Kesimpulannya adalah... ternyata aku masih kuat bersepeda jauh nanjak sendirian. Eh? Sekian deh ceritanya. Ditunggu lho kunjungan Pembaca ke Air Terjun Lepo Dlingo! #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI