Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Ah, yang bener? Masak ada air terjun di Prambanan? Dekat dengan Candi Prambanan juga? Ah, bohong barangkali!
Awalnya aku juga mengira kabar ini hanya bohongan. Namun, kira-kira tahun 2010 silam, adik angkatanku, Arlin, mengunggah foto air terjun yang dimaksud itu ke internet. Katanya, air terjun itu terletak di lokasi KKN-nya, yaitu di Dusun Cepit, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, DI Yogyakarta.
Membajak Candi Abang jadi Candi Banyunibo
Setelah aku tanya-tanya ke mbah Google, ndilalah Dusun Cepit itu ternyata tempatnya Candi Banyunibo. Woooh! Ini sih lokasinya aku tahu! Tapi masak sih di sana ada air terjun? Lha wong dataran rendah gitu? Tapi... kan di fotonya itu ada air terjun. Eh, tapi kan ...
Hmmm, bisa jadi Candi Banyunibo diberi nama seperti itu karena di dekat sana ada air terjun. Setidaknya, candi kan letaknya dekat dengan sumber air toh? Hmmm...
Nah, jadilah pada Sabtu (2/3/2013) yang lalu aku bersama Paris, Kang Sigit, Rizka, dan Ninih berangkat bersepeda mencari air terjun di Dusun Cepit, Prambanan. Agenda bersepeda awalnya sih hanya ke Candi Abang. Tapi, kemudian aku “bajak” jadi ke air terjun, hehehe. #hehehe
Ngawur yo ben! #senyum.lebar
Rute ke Candi Banyunibo Air Terjun di Dusun Cepit
Rute awal bersepeda dari Kota Jogja ya ke Candi Banyunibo dulu. Gampang banget! Lha wong rutenya masih sama seperti yang dulu-dulu kok. Kan ya Candi Banyunibo nggak pernah jalan-jalan pindah tempat, hehehe. #hehehe
Dari Jogja ikuti saja Jl. Raya Jogja – Solo hingga sampai di Pasar Prambanan, tepatnya di km 15. Kemudian ikuti Jl. Jogja – Piyungan ke arah Keraton Ratu Boko. Nanti di sana bakal banyak petunjuk arah ke Candi Banyunibo deh.
Bedanya, nanti jangan belok untuk nanjak ke parkiran Keraton Ratu Boko, tapi ikuti saja jalan desa yang kanan-kirinya sawah sampai bertemu dengan gapura Dusun Cepit seperti yang tampak pada foto di bawah ini. Gampang kan? Pastinya! Masak nyasar? #hehehe
Air Terjunnya disebut Tritis
Sementara yang lain bernarsis ria di luar Candi Banyunibo (soalnya kalau masuk harus bayar retribusi, padahal cuma mau foto doang #hehehe), aku bertanya ke seorang Bapak di dekat gapura (yang punya peliharaan kuda) tentang air terjun itu.
Untuk mempermudah proses tanya-jawab (kayak apaan aja #hehehe), aku perlihatkan foto air terjun yang diunggah oleh Arlin itu ke beliau. Oh ya, sebelum bersepeda aku mampir ke warnet untuk nyetak foto air terjunnya, hehehe. Niat banget yah? #senyum.lebar
Sesuai dugaanku, si Bapak tahu lokasi air terjun yang aku maksud! Yes!!!
Katanya beliau (aku nggak tahu nama si Bapak), air terjun itu disebut Tritis oleh warga setempat. Yaaa memang bener sih, sebab tritis itu dalam bahasa Jawa artinya air yang mengucur. Jadi, sebenarnya namanya bukan air terjun tritis atau curug tritis, tapi memang tritis saja. Mungkin lebih tepatnya Tritis Cepit ya?
Kalau begini, jadi masuk akal juga, kenapa Candi Banyunibo diberi nama seperti itu. Mungkin dulu pernah mau diberi nama Candi Tritis karena di dekat sana ada tritis. Siapa tahu lho ya?
Kuburan Lagi...
Nah, terus di mana letak tritisnya? Petunjuk pertama yang aku peroleh adalah ke kuburan. Eh? Kuburan?
Betul! Kuburan! Walaupun kuburannya nggak semistis Gunung Kelir, tapi kuburan ya.... tetap saja kuburan! Hiii! #horor
Untung jarak kuburannya lumayan dekat dari gapura Dusun Cepit. Sekitar 100 meter gitu lah. Petunjuk kedua, nanti di kuburan tanya warga lagi untuk arah ke tritis.
Oke. Oke. Oke. Aku baru nyadar. Di kuburan, siapa warga yang bisa ditanya? Yang ada di kuburan kan warga yang ... maaf ... sudah meninggal? Masak kami harus bertanya ke mereka? Pakai ritual jelangkung gitu? Hiiii! #horor.lagi
Di sini sebenarnya kami sudah putus asa. Soalnya, nggak ada tanda-tanda keberadaan air terjun... di kuburan. Apalagi Ninih udah masang tampang bete gitu. Andaikan memutuskan pulang dengan tangan hampa, bisa-bisa aku dapat bingkisan tendangan tanpa bayangan dari Ninih. Hiii! So
alnya, awalnya Ninih juga yang ngajak ke Candi Abang, eh malah aku bajak rutenya. Doh! Mampus aku! Gimana nih?
Hutan Lagi...
Ndilalah, muncullah seorang Bapak dari balik rerimbunan ladang tebu. Mungkin beliau heran melihat kami mondar-mandir di kuburan siang-siang. Kami bersyukur, akhirnya bertemu dengan manusia hidup yang bisa untuk ditanyai, hehehe. #hehehe
Beliau memberi tahu kami jalan yang benar menuju tritis. Kami harus lewat ladang tebu dan sepeda susah dibawa ke sana. Ya udah, sepeda kami parkir deh di kuburan dan jalan kakilah kami ke tritis. Tritis ada di balik rerimbunan pohon bambu yang sudah terlihat dari ladang tebu. Jaraknya dari kuburan yaah... sekitar 300 meter saja... kurang-lebih.
Naaah, ini nih yang paling seru! Gimana sih medan jalan ke sana? Hehehe. Jujur ya, menurutku hanya orang kurang kerjaan kayak kami yang mau ke tritis. Kalau Pembaca nggak suka digigitin nyamuk, panas-panasan, kotor kena lumpur, gatal-gatal kena semak-semak, sudah deh... mending ngadem di rumah saja sambil baca artikel ini dan jangan pernah datang ke sana. Serius!
Welcome to the jungle!
Eh, 3 tahun yang lalu, sewaktu Arlin dan kawan-kawan KKN-nya kemari apa medan jalannya seperti ini juga ya?
Hanya Orang Kurang Kerjaan yang Mau Kemari
Ternyata... tritis itu wujudnya seperti foto di bawah ini. Nggak ada area lapang di sekitar curug. Jadinya susah untuk mengambil foto dengan sudut lebar. Beda banget deh seperti foto unggahan Arlin.
Tritis ini sepertinya juga termasuk kategori air terjun “datang bulan”, yang ada airnya hanya pada saat musim hujan saja. Airnya pun keruh, air kapur, nggak cocok untuk main air. #sedih
Tenang! Kan masih banyak kegiatan yang bisa dilakukan selain main air. Seperti yang kami lakukan di bawah ini nih.
Gimana? Kurang kerjaan kan? Pastinya!
Penasaran sama tritis Cepit dan mau kemari? Hmmm, jangan-jangan Pembaca orang yang kurang kerjaan juga ya? Hehehe. #senyum.lebar
Catatan:
Adik angkatanku, Arlin, yang namanya kusebut-sebut di atas belum lama ini baru menjalani operasi untuk mengangkat kanker tiroid #sedih. Mohon do’a dari pembaca untuk kesembuhan Arlin ya. Matur nuwun.
kita dari komunitas sahabat Bolang MA Maarif NU Kepung. Kepung Kediri Jatim... gimana gabungnya nih agar berpetualang bareng... hehe
seneng-seneng di tritis, dan itu entah di mana. Dan terjadilah panas-panas, keblasuk,
mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah, napak kebun sawah, ninja
hatori berubah jadi tarzan gelantungan di pohon kehalang sarang laba-laba dan
semak belukar.
Seriuuuus kalo ada jalannya dari barong harus ditelusuri, secara kita ngeraba tebing
batu dr ujung ke ujung gatau jalan normalnya itu di mana.. _
kanker..but nice trip...suka banget bisa nyengir sendiri meski gak kenala sama orng\" nekat
ini hehe..sukses mas wijna lanjtkan...
Luweng Sampang. Tapi pas musim kemarau jadi air kering, zonk deh hehe.
tapi yo aku dulu pernah juga nyari mata air,yang rutenya harus menapaki dinding tebing,mana ga bawa peralatan pula..untunglah selamat sampai tujuan..dan kapok kalo rutenya ndak jelas..hehe (curcol)...
hehehe
cepet sembuh ya buat si Arlin mas :)
smg Arlin cpt sembuh...aamiin..