Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Aku dan Paris berjalan pelan, menerjang senja yang beranjak malam. Kilau gemintang bertabur di angkasa. Sembari kaki menapak ladang-ladang kering. Kami mencari jalan pulang.
Temaramnya lampu handphone membimbing langkah kami mendaki bukit. Suara debur ombak sayup-sayup menghilang, berganti dengan gemerisik suara para penghuni hutan. Suasana yang kian mencekam. Sebab kami tak punya patokan arah selain pesisir pantai yang kian menghilang ditelan gelapnya malam.
Lima jam sebelumnya...
Petualangan di Bulan Puasa
Hari Sabtu (11/8/2012) di minggu ketiga bulan Ramadhan, aku, Paris, dan Pakdhe Timin merencanakan untuk plesir ke Pantai Wediombo di Desa Jepitu, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Berhubung bulan Ramadhan dan mengingat pantai Wediombo yang berjarak sekitar 75 km dari kota Jogja, maka plesir kali ini tidak pakai sepeda, hahaha #senyum.lebar. Kami pergi menggunakan mobil yang aku kendarai. Berangkat dari Kota Jogja pukul 13.30 WIB.
Sebelumnya, kami singgah dulu di kediaman Pakdhe Timin untuk menjemput tamu asingnya. Seorang gadis warga negara Cina bernama XiaoLi Liu yang juga merupakan anggota Couch Surfing, jejaring petualang yang diikuti Pakdhe Timin. Kami berempat pun lantas pergi ke Pantai Wediombo.
Dari Jogja Menuju Pantai Wediombo
Perjalanan menuju Pantai Wediombo hampir sama seperti perjalanan menuju pantai-pantai lain di Gunungkidul. Dari Kota Jogja kami menyusuri Jl. Wonosari sepanjang 40 km hingga sampai ke kota Wonosari. Dari kota Wonosari kami menyusuri Jl. Baron dan mengambil arah ke Tepus, yang jaraknya 20 km dari kota Wonosari. Kemudian dari Tepus, barulah kami menuju desa Jepitu, yang jaraknya sekitar 15 km dari Tepus. Tenang saja, ada banyak petunjuk arah menuju Pantai Wediombo. Pantai ini berada jauh dari kawasan deretan pantai Baron, Sundak, Krakal, dll.
Pada pukul 16.30 WIB, sampailah kami di Pantai Wediombo. Wew! Akhirnya!
Bapak petugas parkir yang ramah menyambut kedatangan kami berempat. Untuk empat orang pengunjung dan satu mobil, kami dikenai tarif retribusi Rp12.000, cukup murah. Dari bapak petugas parkir, kami pun memperoleh informasi bahwa ada keberadaan pantai lain di sekitar Pantai Wediombo ini. Namun syaratnya berat, harus berjalan kaki melintasi bukit sekitar 1,5 km. Hmmm, menarik.
Trekking dari Pantai Wediombo
Suasana di Pantai Wediombo sendiri pun sepi (banget). Hampir sama seperti suasana di pantai Drini saat aku sambangi seminggu yang lalu. Kami pun hanya bisa mengira-ngira bukit mana yang harus kami terjang untuk sampai ke pantai yang tersembunyi itu. Sebab ya di Pantai Wediombo kami hampir tak berjumpa dengan seorang pun.
Kami pun mendaki bukit. Aku dan Paris di depan, sementara Pakdhe Timin menemani XiaoLi Liu yang asyik memotret-motret di belakang. Kami berjalan (agak) cepat dan tanpa kami sadari, Pakdhe Timin dan XiaoLi Liu sudah tak terlihat lagi di belakang.
Oh tidak, kami terpisah!
Aku berdua bersama Paris...
Dari pengalaman, hampir bisa dipastikan 99.9% kami bakal tersesat.
Doh!
Untuk melihat lebih jelas medan jalan yang harus ditempuh, maka kami pun mendaki hingga ke puncak bukit. Ternyata, dari puncak bukit terlihat pantai yang tersembunyi itu. Sebelumnya, aku tidak tahu nama pantainya. Setelah menelusuri internet, akhirnya tertemukanlah nama pantai itu sebagai Pantai Jungwok.
Dari puncak bukit kami turun menuju pantai. Kami melewati pematang ladang yang mengering. Tampak pula beberapa sapi yang dipelihara di atas bukit. Walau “jejak manusia” begitu terasa, namun kami tak berjumpa dengan seorang pun di sana.
Sekitar pukul 17.30 WIB kami tiba di Pantai Jungwok. Tentu, kami menghabiskan sebagian besar waktu dengan memotret keindahan pantai. Sayang, kami datang saat hari tengah beranjak gelap. Bila kami tiba di lokasi lebih awal mungkin ada banyak sudut dan momen yang bisa diabadikan. Pukul 18.00 WIB kami beranjak pulang setelah sebelumnya berbuka puasa ala kadarnya di Pantai Jungwok.
Dari sinilah petualangan dimulai...
Tersasar di Bukit Pantai Wediombo
Kami hanya memiliki patokan arah agar melintasi bukit ke arah barat dan utara dari handphone milik Paris. Perkara jalan, kami tak pernah sungguh-sungguh tahu di manakah letak jalan setapak yang layak kami pijak. Lebih seringnya kami menerjang ladang kering dan tersangkut di antara pohon-pohon singkong. Doh!
Alhamdulillah, atas kuasa Gusti Allah SWT, kami pun berjumpa dengan dua orang warga yang sedang kembali dari menginspeksi ladang. Langsung saja kami meminta bantuan dua orang bapak tersebut untuk mengantar kami kembali menuju Pantai Wediombo. Seandainya kami tidak berjumpa dengan mereka, ah entah apa jadinya nasib kami?
Pukul 18.30 WIB, tibalah kami kembali di parkiran mobil Pantai Wediombo. Kami disambut oleh Pakdhe Timin dan Xiao Liu yang khawatir akan keberadaan kami. Ya sudah lah, ayo kembali ke Jogja and find something to eat. Laper je!
Pantai Jungwok ideal sebagai lokasi memotret matahari terbit. Lebih baik berkunjung di siang hari. Kalau mau mencoba pulang dari pantai saat sore hari tanpa bantuan warga setempat, siap-siap saja mengalami seperti apa yang kami alami, hehehe.
Ulasan Pantai Jungwok:
Akses Jalan: Sulit Banget
Fasilitas Umum: Tidak Ada
Spot Matahari Terbit: Ya
Spot Matahari Terbenam: Tidak
Objek Khas: Karang dan pulau batu karang besar
enkny lwat jlan mna..thanks bwat infony..:)
gunanya pantai itu selain jadi pantai \"bodong\" (
....