HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Keraton Ratu Boko

Rabu, 30 Juli 2008, 15:58 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Keraton Ratu Boko dan aku sepertinya bukan jodoh yang cocok. Sudah beberapa kali aku kemari, tapi selalu dapat kondisi langit yang mendung dan berawan. #sedih

 

Nah, kebetulan karena lokasi KKN ku agak dekat dengan Keraton Ratu Boko, maka di hari Jum’at pagi (25/7/2008) aku memutuskan untuk pergi ke Keraton Ratu Boko. Apalagi kalau bukan untuk memotret. Benar-benar pantang menyerah ya? #senyum.lebar

 

Niatku di pagi hari itu untuk pergi seorang diri ke Keraton Ratu Boko sirna karena ketahuan oleh Angga dan Mas Ferry. Tentu saja, mereka berdua meminta untuk diajak ikut serta. #hehehe

 


Ke Keraton Ratu Boko ditemani dua mahasiswa ini.

 

Eh, sebetulnya aku ke Keraton Ratu Boko di pagi hari itu bukan kunjunganku yang pertama selagi aku KKN. Di hari Kamis sore (24/7/2008) aku bersama Hamidah, Catur, Irsyad, dan anak-anak TPA Al-Mubarok pergi rekreasi ke Keraton Ratu Boko. Yang bikin seru adalah, kami menempuh jalan kampung melintasi bukit. Tentu saja dengan suasana yang dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi dan daun-daun yang berserakan. Serasa outbond, hehehe. #hehehe

 


Rute outbond ke Keraton Ratu Boko.

 

Update 27/1/2009

Dua Rute, Dua Sensasi ke Ratu Boko

Ada dua rute yang dapat digunakan untuk menuju Keraton Ratu Boko. Rute pertama adalah melalui “jalur resmi”. Di lampu lalu lintas pertigaan Pasar Prambanan, kita berbelok ke arah kanan (arah selatan) menuju Jl. Prambanan – Piyungan. Ikuti saja jalan raya tersebut sampai ketemu papan petunjuk berwarna hijau yang mencantumkan arah Keraton Ratu Boko.

 

Jika mengikuti rute ini kita akan tiba di pintu utama Taman Wisata Keraton Ratu Boko dan dipungut retribusi Rp7.000 per orang, Rp1.500 untuk kendaraaan roda 2, dan Rp5.000 untuk kendaraan roda 4. Namanya juga jalur resmi ya mesti bayar toh? #hehehe

 


Kalau cuaca cerah, Gunung Merapi bisa terlihat.

 

Nah, rute kedua ini adalah melalui “jalur outbond. Tepat di tugu perbatasan provinsi DI Yogyakarta – Jawa Tengah di daerah Prambanan, kita berbelok ke kanan (arah selatan) untuk memasuki jalan kecil, menyebrangi rel kereta api, dan hingga sampai ke SMP Negeri 2 Pereng.

 

Kendaraan bisa dititipkan di SMP tersebut. Kemudian dilanjut berjalan kaki mendaki bukit hingga sampai di Dusun Sumberwatu. Sesampainya di Dusun Sumberwatu tinggal tanya saja kepada penduduk sekitar arah menuju Keraton Ratu Boko.

 

Bila mengikuti rute ini kita dapat tiba di beberapa lokasi di dalam Taman Wisata Keraton Ratu Boko dan tidak dipungut biaya retribusi alias gratis. Tapi kalau ketahuan petugas ya... mbuh... #hehehe

 

Sejarah Keraton Ratu Boko

Menurut Prasasti Abhayagiri Vihara berangka tahun 792 Masehi yang ditemukan di kawasan situs Ratu Boko, dahulu kala situs Ratu Boko ini disebut sebagai Abhayagiri Vihara yang memiliki arti vihara di atas bukit (giri) yang penuh dengan kedamaian (abhaya).

 

Prasasti Abhayagiri Vihara juga menyinggung nama salah seorang raja di Kerajaan Mataram Kuno (Kerajaan Medang) bernama Rakai Panangkaran yang memerintah pada kurun waktu 746 – 784 Masehi. Setelah purna jabatan, Rakai Panangkaran membangun vihara bernama Abhayagiri Vihara sebagai tempatnya mendalami ajaran Buddha.

 


Bangunan yang disebut sebagai Candi Pembakaran.

 


Seperti miniatur candi Hindu.

 

Pada masa pemerintahan raja Rakai Walaing Pu Kumbayoni, Abhayagiri Vihara diubah menjadi benteng pertahan semacam keraton. Hal ini dikuatkan oleh isi Prasasti Siwagrha yang menyebutkan adanya tumpukan batu-batu pertahanan di puncak sebuah bukit.

 


Bentuknya mirip tembok pertahanan kan?

 


Apa dahulunya batu-batu ini menyusun suatu bangunan kerajaan?

 


Banyak talang air menandakan konstruksi bangunan ini diperhitungkan matang.

 

Nama Ratu Boko sendiri memiliki arti sebagai Raja Bangau. Menurut legenda setempat, Ratu Boko adalah ayah dari Roro Jonggrang yang erat kaitannya dengan Candi Prambanan. Bisa jadi pula dahulu kala lokasi ini dihuni oleh burung bangau.

 


Apa orang zaman dulu ya memanfaatkan mata air ini?

 


Kolam pemandian selir yang disebut Keputren kini jadi tempat mandinya sapi.

NIMBRUNG DI SINI