Candi, bukanlah satu-satunya tempat beribadah yang di masa kini tersembunyi di dalam tanah. Ada tempat ibadah lain yang juga turut mengalami nasib yang serupa. Salah satunya adalah Masjid Kauman yang ada di Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Masjid Kauman termasuk ke dalam golongan masjid keraton, yakni masjid yang berada di wilayah keraton dan dipergunakan untuk beribadah bagi warga keraton. Hal ini tidak lepas dari sejarah wilayah Pleret, di mana di wilayah ini dahulunya pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam setelah pindah dari Kotagede. Nama Pleret sendiri berasal dari kata mleret yang artinya berpindah.
Masjid Pleret melengkapi beberapa peninggalan sejarah lain yang tersebar di kecamatan Pleret. Pada hari Sabtu (16/6/2012) aku bersama kawan-kawan SPSS mengunjungi masjid ini.
SILAKAN DIBACA
Walaupun usia masjid ini lebih muda (diperkirakan dibangun pada tahun 1647-an) dibandingkan dengan usia candi-candi, namun kondisi fisik Masjid Kauman tidak jauh berbeda dari kondisi candi-candi pada umumnya. Jangan bayangkan kemegahan masjid dengan kubah dan pilar-pilarnya. Yang tersisa hanya pondasi batu-batuannya saja. Itupun tak lagi lengkap.
Kalau dibandingkan dengan Masjid Agung Keraton Yogyakarta atau Masjid Agung Kotagede yang sama-sama berusia tua, kondisi dua bangunan itu jauh lebih beruntung dibandingkan Masjid Kauman Pleret ini. Hal tersebut disebabkan oleh wilayah Pleret yang silih berganti dicaplok oleh banyak pihak. Pemberontakan Trunajaya, serbuan Keraton Kartasura, markas tentara Jepang, hingga industrialisasi perkebunan tebu oleh Belanda, turut menyumbang perusakan demi perusakan situs bersejarah ini.
Mungkin saja, bilamana masjid ini masih utuh hingga detik ini, ia akan mewujud kokoh seperti pohon randu yang tumbuh gagah tak jauh dari Masjid Kauman. Sebenarnya sih hanya pohon randu biasa, hanya saja yang membuatnya istimewa adalah ukurannya yang raksasa. Jumlahnya pun ada dua pohon.
Yah, mungkin pohon randu tersebut bisa tumbuh meraksasa karena “pupuk”nya. Sebab di sekitar pohon adalah pemakaman. Ini tidak lain adalah bagian dari budaya masyarakat Jawa pada zaman dahulu yang memposisikan pemakaman berdampingan dengan masjid.
Silakan Pembaca berkunjung, sambil membayangkan bentuk masjid ini pada zaman dahulu kala. Kalaupun Pembaca ingin menunaikan salat, tak perlu di reruntuhan masjid ini. Sebab tepat di dekat situs ini telah berdiri Masjid Al-Mubaroq yang tentu lebih kokoh dan bersih.
(mas anang ganed balio mas..hehee)