Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
- Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
- Patuhi peraturan yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Aku duduk di bibir bak penampung sembari menarik dan menghembuskan nafas. Tak jauh dari tempatku duduk–sekitar 50 meter–berdiri kokoh sebuah jejak peradaban bangsa bernama Candi Ijo.
Candi Ijo adalah candi Hindu yang terletak di Bukit Ijo, Prambanan, DI Yogyakarta. Walau kini akses jalan menuju Candi Ijo telah dipermulus oleh aspal halus, namun tetap saja, kemiringan jalan yang hampir tegak lurus bagaikan mimpi buruk yang akan terus menghantui para pengunjung Candi Ijo.
Di sanalah aku, dengan sepeda tergeletak tidak jauh dari tempatku duduk. Aku mengatur napas yang tersengal-sengal, sembari menatap kemolekan bangunan bersejarah di hadapanku...
... Namun tidak untuk didekati.
Bagiku, singgah di candi adalah suatu dilema tersendiri, apalagi bila sudah berhadapan dengan pertanyaan, “Ada keperluan apa kemari?” yang ketus diucapkan petugas jaga.
Terkesan seperti tempat ini memang tidak sepenuhnya terbuka bagi tamu, atau itu hanya perasaanku saja.
Kamera adalah hal selanjutnya yang bisa memicu persoalan. Sejauh ini, hampir tak ada persoalan dengan kamera handphone atau kamera saku. Bila mana yang ditenteng adalah kamera bertubuh kekar semacam SLR–apalagi ditambah dengan tripod–maka persoalan bisa menjadi bertambah rumit.
“Fotonya akan dipergunakan untuk apa?”
Pertanyaan ini, juga mengesankan bahwa foto bisa digiring ke ranah perdebatan.
Tentunya kita paham, bahwa tindakan-tindakan tersebut semata-mata untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti bila mana foto tersebar kemudian ada yang menyaksikan foto tersebut dan lantas menggiringnya pada niat untuk melakukan tindakan kriminal.
Jadi, untuk apa bangunan megah ini berdiri?
Mungkin untuk merekonstruksi bagian dari masa lalu. Menunjukkan eksistensi tingginya peradaban bangsa di kala itu. Hingga dapat menjadi buah pelajaran bagi manusia modern di masa kini.
Namun sayangnya, niat baik tak sepenuhnya didukung oleh tindakan baik. Khususnya pada bangsa ini, di mana ketika uang menjadi dasar atas segala tindakan, apa pun seakan halal untuk dilakukan.
Hingga bangunan-bangunan bersejarah itu tak sepenuhnya mampu untuk disajikan pada publik, seperti menjadi aset pariwisata. Komersialisme yang kelak mengundang banyak sorotan publik menjadi pedang bermata dua.
Jadi, demikianlah kiranya adanya. Berdiri kokoh ataupun tersebar di sana-sini, keduanya tetap menjadi tamu terasing dari masa lampau.
ada penjaganya kak, dan satpam itu keliling-keliling semacam mengawasi saya.
Mungkin karena saya foto-foto narsis berdua dengan teman, jadi satpam nggak curiga.
Memang agak merasa risih karena narsisnya jadi nggak total, semoga ke depannya
pihak yang \"berkuasa\" memahami kalau sebenarnya kita-kita ini berusaha untuk
mempromosikan dan mendukung pelestarian situs/tempat bersejarah :)
hanya penjaga loket seperti biasa yang meminta uang retribusi ala kadarnya.. sepertinya
memang sudah hal umum kalau yang bawa kamera SLR jadi ajang pungli.. masa iya sih,
keajaiban sejarah/budaya akan dipublikasikan tapi malah kena palak.. berbagai alasan
apapun yang diberikan tapi ya ujung2nya duit sih.. gak jauh2..