Etika Berwisata Alam
- Jangan buang sampah sembarangan!
- Jangan merusak alam!
- Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
- Jaga sikap dan sopan-santun!
- Jangan hanya foto-foto selfie thok!
- Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!
Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.
Orang Jawa itu pada dasarnya lekat dengan hal-hal klenik. Tidak percaya? Kalau Pembaca senggang, cobalah Pembaca berkunjung ke suatu pedesaan di Jawa yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar.
Perhatikan, pasti ada saja satu-dua tempat yang diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai lokasi wingit alias keramat. Bila berbincang dengan para sesepuh, tak jarang mereka akan bercerita legenda, mitos, bahkan pengalaman mereka terhadap tempat-tempat keramat itu. Ujung-ujungnya adalah pesan untuk selalu berhati-hati dan menjaga kesopanan. #senyum
Seperti halnya dengan Sendang Ngembel. Sebuah sendang (mata air) yang terletak di Dusun Beji Wetan, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Warga menamainya Sendang Ngembel karena dahulu di sendang ini airnya bercampur lumpur. Kata ngembel berasal dari kosakata Jawa, mbel, yang bermakna lumpur yang tidak pekat.
Huruf e pertama pada kata ngembel dibaca e seperti pada kata entah.
Sedangkan huruf e kedua dibaca e seperti pada kata enak.
Kalau melihat foto yang dipajang di situs tembi.net, terlihat bahwa air sendang memang keruh seperti bercampur dengan lumpur. Didorong rasa penasaran untuk singgah di sendang yang airnya penuh lumpur itu, pada hari Sabtu (3/12/2011) aku beserta sahabat SPSS bersepeda ke Sendang Ngembel yang jaraknya dari Kota Jogja sekitar 20-an km.
Rute ke Sendang Ngembel
Dari Kota Jogja kami menuju Kota Bantul. Rute mudahnya adalah melalui Jl. Bantul. Di perempatan Masjid Agung Bantul kami berbelok ke arah barat. Rute kami berikutnya adalah menuju Makam Sewu, di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak. Sesuai namanya, Makam Sewu adalah suatu kompleks pemakaman yang memiliki banyak makam. Saking banyaknya, orang Jawa menyebutnya ribuan (sewu).
Di kompleks Makam Sewu ini terdapat makam Panembahan Bodho, seorang tokoh penyebar Islam yang masih bersaudara dengan Ki Ageng Wonolelo. Banyak peziarah yang datang kemari dan bersemadi untuk mencari berkah (khas Jawa banget). Adapun di bulan Sya’ban menjelang puasa kerap digelar upacara Nyadran.
Tapi, kami kemari bukan untuk berziarah lho. Hanya sekadar mampir, meluruskan kaki, sembari pesta rambutan, hahahaha. #senyum.lebar
Letak Sendang Ngembel sebenarnya ada di bukit yang berada di sisi barat laut Makam Sewu. Alhasil kami lantas memutari Makam Sewu untuk mendaki bukit. Medannya sih jalan aspal, tapi karena namanya “mendaki” ya terima resiko kalau kontur jalannya “miring” (dibaca: NANJAK), hahaha. #senyum.lebar
Ada Pulau Kecil dan Tanpa Lumpur
Tak berapa lama, tibalah kami di Sendang Ngembel. Berbeda dari kesan awal. Sendang Ngembel ini eksotis! Air sendang tidak keruh lumpur melainkan hijau karena berlumut. Di tengah sendang ada sebuah pulau kecil dengan tiga pohon cemara dan satu altar.
Aku tidak tahu persis apakah altar ataukah meja biasa. Tapi kalau dipikir secara logis, untuk apa membangun meja di tengah pulau, tanpa kursi? Siapa yang menggunakannya? Fungsinya sebagai altar lebih masuk akal karena di pinggir sendang terdapat sebuah cungkup (bangunan kecil untuk meletakkan sesaji) yang dipenuhi bau. Kabarnya cungkup ini adalah kediaman penunggu Sendang Ngembel, Kyai dan Nyai Beji.
Cocok Untuk Lokasi Pemotretan
Terlepas dari keramatnya Sendang Ngembel, warga setempat memanfaatkan sendang yang airnya tak pernah kering ini sebagai sumber irigasi persawahan. Adapula warga yang mengail ikan di sini. Buatku pribadi, Sendang ini eksotis sebagai lokasi pemotretan, terutama dengan keberadaan pulau kecil di sendang sendang. Andaikata sendang ini berada di perkotaan, wah, pasti sudah dipadati oleh pengunjung yang ingin melepas lelah.
Ternyata Kecamatan Pajangan tak hanya identik dengan keberadaan Lembaga Pemasyarakatan dan Gua Selarong saja, melainkan juga Sendang Ngembel yang mistik namun eksotis. Penasaran Pembaca? Hehehe. #hehehe
Sebagai penutup, silakan saksikan video perjalanan kami, SPSS, ke Sendang Ngembel. Monggo! #senyum.lebar
Untuk biaya masuknya berapa min?
Tapi soal nyampah ini yang kayaknya masih jadi penyakit ya... Kayaknya rugi banget bawa kantong sampah sendiri dan letakkan sampah dulu untuk sementara di kantong tersebut...Baru kalau nemu tempat sampah dibuang semuanya di sana.
Iya, budaya membawa kantong plastik untuk tempat penampungan sampah sementara itu belum jadi budaya orang kita.
Pas gue baca awal post, gue serius bacanya, itu loh soal etika saat traveling, soalnya stigma di masyarakat itu banyak ngeliat traveler sering ninggalin jejak berupa sampah, oke, dengan edukasi di awal postingan ini, semoga alam enggak tercemar oleh sampah lagi.
Kalau Cinta dan Rangga di sini pasti tambah rame. :))
Kalo dilihat-lihat suasananya..agak gimana...gitu. Hi..hi..hi..
Memang suasananya agak-agak mistis sih. Sepi pula. :D
Ada yang bilang itu peninggalan zaman animisme. Ada yang bilang itu jaman Hindu-Budha. Tapi menurutku itu memang zaman animisme lalu semakin kemari semakin berevolusi sesuai agama yang berkembang. :D
Jadi pengen ke sana (apa daya kediaman di Sumatera).
Salam, baru pertama kali mampir kemari. :)
Semoga suatu saat dirimu bisa berkesempatan ke sini yaaa. :D
Hmm...niliki Mahasiswa ning iso nggo modus Dolan neng sendang Ngembel iki
dengan pesan kerjaan,,, ok bro terima kasih juga
kapan kesini lagi ya?????
gambarin denah lokasinya donk plissss.... :-D