HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Padusan di Curug Sri Gethuk

Jumat, 3 September 2010, 14:37 WIB

Etika Berwisata Alam

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak alam!
  3. Patuhi peraturan dan tata krama yang berlaku!
  4. Jaga sikap dan sopan-santun!
  5. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  6. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

“Hari Selasa, sebelum puasa, nyari air terjun yuk ke Bleberan! Aku bolos kerja wis!”, seloroh Pakdhe Timin pas kami lagi makan Bakmi di depan RM Padang Giwangan.

 

Salah satu tradisi orang Jawa dalam menyambut bulan Pasa (Ramadhan) adalah padusan. Yang disebut padusan ini adalah ritual mandi ramai-ramai, yang maknanya untuk mensucikan diri.

 

Hmmm, kayaknya padusan di air terjun bukan ide yang buruk #hehehe. Siapa tahu padusan di sana bakal lebih sepi dari di kolam renang atau pantai.

 

Oleh karenanya, wall disebar. Komentar berdatangan. Jadwal kerjaku pun kutata ulang. #senyum.lebar

 

 

Selasa pagi (10/8/2010), di bukit bintang Patuk, berkumpullah empat orang; Aku, Mbah Gundul, Pakdhe Timin, dan Arisma yang berniat padusan di Gunungkidul. Mengingat yang hadir dengkulnya sudah berpengalaman, aku pun nyeletuk,

 

“Mumpung cuma kita doang, hari ini bersepeda habis-habisan yuk! Mumpung sebulan ke depan nggak bisa kayak gini lagi!”

 

Curug Sri Gethuk yang menjadi lokasi padusan kami terletak di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Dari Patuk kami menempuh jarak 12 km menuju lapangan Gading. Dari sana, belok ke Kota Kecamatan Playen, 3 km saja. Setelah itu, dari kota kecamatan Playen baru mengarah ke Desa Bleberan sejauh 7 km.

 

Tenang! Ada banyak rambu menuju Curug Sri Gethuk kok. Tapi jalannya rusak parah, jalan batu, dan konturnya miring.

 

Wahai Pemda Gunungkidul! Tolong benahi dunk! Ini kan aset pariwisatamu!

 

 

Sebelum menyambangi Curug Sri Gethuk, kami mampir dulu ke Gua Rancang Kencono. Konon katanya, Gua Rancang Kencono ini tempat favorit untuk menyepi. Meskipun begitu, di siang hari itu aku lihat ada banyak muda-mudi yang pacaran di sana. Beh!

 

Oh iya, pohon yang tumbuh di dalam gua sangat eksotis. Konyolnya, aku sempet nyangkut di salah satu mulut gua. Beh!

 

Dari Gua Rancang Kencono kami lanjut bergerak menuju Curug Sri Gethuk. Sempat bingung mau parkir sepeda di mana. Kemudian, ada seorang ibu petani datang dan bilang;

 

“Udah mas, parkir di pohon saja! Tenang saja, di sini nggak ada maling, nggak kayak di kota.”

 

 

Ucapan sang Ibu cukup bikin tenang. Tapi kami tetap bingung. Lho? Soalnya, jalan menuju Curug Sri Gethuk itu mesti menyusuri pematang sawah. Adanya sawah di Gunungkidul yang notabene kabupaten terkering pasti bikin bingung. #hehehe

 

Air Curug Sri Gethuk lumayan deras meski hari ini terhitung hari di musim kemarau. Di dekat Curug Sri Gethuk terbentang lebar Kali Oyo. Kalau mau menjelajahi Kali Oyo, warga sekitar menyewakan jasa perahu mesin. Tarifnya Rp5.000 per orang.

 

 

Melihat air sungai yang jernih dan adem, jelas bikin lemah iman. Ya sudahlah! Ritual padusan pun dimulai! Nyeburlah kami ke Kali Oyo! #senyum.lebar

 

Saking semangatnya, aku kepeleset dan handphone-ku masuk sungai. Beh! Kok ya hari ini sial sih? #hehehe

 

 

 

Capek main air, saatnya pulang. Karena kami nggak mau lewat Jl. Wonosari–yang kalau sore rame bus dan truk itu–akhirnya kami cari jalan di Playen. Tembusnya ke Mangunan, Bantul. Pemandangannya bagus sih. Terutama jembatan penghubung Gunungkidul – Bantul yang membelah Kali Oyo.

 

Tapi yang bikin jengkel adalah jalannya penuh tanjakan jahanam! Beh, nggak mau lagi deh lewat sini!

 

 

Sampai di rumah pukul delapan malam. Yang berarti aku lolos salat tarawih pertama di bulan Pasa. Paginya lolos pula nggak sahur. Kecapekan gara-gara padusan.

 

Pembaca juga padusan? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI