HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Perihal Dokumentasi BCB

Rabu, 13 Januari 2010, 10:56 WIB

Etika Berwisata Peninggalan Bersejarah

  1. Jangan buang sampah sembarangan!
  2. Jangan merusak peninggalan bersejarah! Kalau bisa batasi kontak fisik ke benda tersebut!
  3. Baca informasi sejarahnya. Kalau perlu difoto dan dibaca lagi di rumah.
  4. Patuhi peraturan yang berlaku!
  5. Jaga sikap dan sopan-santun!
  6. Jangan hanya foto-foto selfie thok!
  7. Kalau tempat wisatanya sudah ramai, jangan ke sana!

Lebih lanjut, silakan simak artikel ini.

Dikisahkan, ada seorang wisatawan yang berkunjung ke Keraton Ratu Boko. Tak ubahnya wisatawan lain, ia juga membawa serta kameranya. Saat membayar retribusi, perihal kamera sama sekali tak disinggung. Namun saat ia hendak pulang, barulah petugas menyodorinya dengan daftar harga yang dikenakan pada kamera.

 

Pengalaman buruk bagi pengunjung obyek pariwisata bukan?

 

Seminar dari MADYA

Curahan hati semacam itu terumbar dalam seminar Dokumentasi Dalam Pelestarian Benda Cagar Budaya (BCB), yang merupakan salah satu rangkaian acara peringatan ulang tahun pertama Masyarakat Advokasi Budaya (MADYA). Seminar bebas biaya tersebut digelar pada hari Kamis sore (7/1/2010) dan bertempat di ruang F Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Aku ucapkan terima kasih pada Tiwi, personil B2W yang sudah mengabarkan adanya acara ini.

 

Seminar tersebut menghadirkan dua pembicara; Bu Wiwiek dari Balai Konservasi Borobudur, dan Mas Dwi Oblo selaku fotografer majalah National Geographic Indonesia.

 

Bu Wiwiek lebih banyak menjelaskan perihal Benda Cagar Budaya dan mesin 3D Laser Scanning seharga 3 Milyar #wuih yang merupakan bantuan dari UNESCO. Sedangkan Mas Oblo lebih menekankan kepada peran fotografi dalam dokumentasi benda cagar budaya.

 


Hasil dari 3D Laser Scanning.

 

Dilarang Motret Candi?

Namun yang menjadi pertanyaan adalah,

“Bolehkah Benda Cagar Budaya didokumentasikan?”.

 

Sebab, tak jarang muncul kasus tak menyenangkan seperti contoh di awal artikel ini. Seakan-akan menjadi tidak boleh atau harus ada kompensasi tertentu.



Apa sebab kameranya terlihat canggih nan mewah?
Apa sebab khawatir muncul efek negatif–semacam pencurian arca?
Ataukah karena ingin terciprat lahan basah?
Entahlah.

 

Namun yang pasti, seperti kata Mas Oblo, mendokumentasikan BCB tidak boleh sembarangan. Sebab dokumentasi dapat menjadi media promosi, yang akan mengundang masyarakat untuk berkunjung ke sana. Sehingga masyrakat akan lebih mengenal dan mecintai budaya negerinya sendiri, Indonesia. Yang seperti ini tidak diperbolehkan?

 


Ah, peduli amat dengan aturan. Yang penting motret! hehehe.

 

Nah, berhubung di blog ini ada banyak dokumentasi mengenai benda cagar budaya, apakah Pembaca jadi tertarik untuk berkunjung ke sana? #senyum.lebar

NIMBRUNG DI SINI