Kamis (20/12/2007), awal liburan akhir tahunku bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Idul Adha bagi sebagian orang identik dengan penyembelihan hewan kurban. Untuk Idul Adha tahun ini aku sengaja tidak menyaksikan penyembelihan hewan kurban yang lokasinya persis di depan rumahku. Sebabnya, ada momen lain selain penyembelihan hewan kurban yang sudah lama aku nanti-nantikan. Momen pertama di bulan Desember 2007 di mana aku harus membangunkan DSLR yang tertidur lama di dalam drybox.
SILAKAN DIBACA
Salah satu prosesi budaya yang digelar oleh Keraton Yogyakarta saat Idul Adha adalah Grebeg Besar. Untuk Pembaca yang belum tahu, prosesi grebeg adalah persembahan hasil bumi dari Keraton untuk rakyat Yogyakarta. Hasil bumi tersebut disusun sedemikian rupa pada suatu wadah sehingga membentuk gunungan. Prosesi grebeg ini sendiri dilaksanakan tiga kali yaitu saat Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi. Prosesi Grebeg yang dilangsungkan pada hari Idul Adha disebut Grebeg Besar.
Inilah rangkaian acara prosesi Grebeg Besar. Pertama-tama adalah prosesi baris-berbaris para prajurit Keraton Yogyakarta. Kemudian gunungan hasil bumi diarak dari Pagelaran Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Di Masjid Gedhe Kauman, setelah gunungan selesai didoakan para warga Yogyakarta diperbolehkan untuk mengambil isi gunungan tersebut.
Warga Yogyakarta percaya bahwa sesuatu yang diberikan oleh Keraton membawa berkah bagi mereka. Karena itu tidak heran bila para warga acap kali berebutan untuk bisa membawa pulang isi gunungan. Terlepas dari kepercayaan ngalap berkah tersebut, Grebeg Besar adalah tradisi yang sarat dengan nilai-nilai luhur yang patut untuk dilestarikan.
Tradisi bagi fotografer adalah objek yang selalu menarik untuk diabadikan. Pihak Keraton mengumumkan bahwa prosesi dimulai pukul 9 pagi. Namun pada kenyataannya prosesi Grebeg Besar baru dimulai pada pukul 10 siang. Beruntung cuaca hari itu cerah dan tidak hujan. Sayang, bila prosesi dimulai tepat waktu pada pukul 9 pagi pemandangan langit biru masih dapat terabadikan. #sedih
Selama kurang lebih 1 jam menunggu, aku melihat banyak sekali fotografer lokal dan asing berada di sekitar Pagelaran Keraton. Dari camera strap yang digunakan terlihat fotografer yang hadir kebanyakan menggunakan DSLR Nikon. #senyum.lebar
Beberapa spot menarik pada Grebeg Besar adalah:
Prosesi Baris-Berbaris para Prajurit Keraton Yogyakarta
Prajurit Keraton sangat jarang muncul di depan publik. Sehingga momen seperti Grebeg Besar menjadi momen yang langka untuk mengabadikan para prajurit. Lokasi yang terbaik adalah di alun-alun utara ketika mereka tengah berbaris menanti gunungan untuk diarak. Kita bisa merekam ekspresi para prajurit ketika tengah menunggu, seperti bersendau-gurau dan bercakap-cakap dengan warga.
Ketika Isi Gunungan Diperebutkan Oleh Warga
Banyak fotografer yang sampai memanjat pagar masjid untuk bisa mendapatkan sudut pandang yang luas. Namun yang terpenting adalah ketika mengabadikan ekspresi warga yang bersuka-cita mendapatkan isi gunungan. Dari sudut pandang seorang fotografer kita bisa melihat emosi warga yang kadang egois untuk membagi isi gunungan yang mereka peroleh kepada mereka yang tidak mendapatkannya.
Mengabadikan prosesi seperti ini adalah latihan yang sangat bagus untuk meningkatkan kesigapan memotret. Karena objek yang tidak statis mengakibatkan kita harus secepat mungkin menentukan focal length, titik fokus, bukaan diafragma, sampai komposisi foto.
Terus terang kesigapanku memfoto belum maksimal karena aku cenderung memfoto objek statis seperti portrait. Tidak ada yang salah pada perlengkapan foto yang aku bawa. Hanya saja memang aku belum terbiasa untuk sigap memfoto.