HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Cerita KKN: Rihlah dari Congot ke Glagah

Minggu, 12 Juli 2009, 08:12 WIB


Dita memberi pengarahan ke peserta rihlah.

Hari Minggu (24/8/2008) Unit 80 bersama dengan AMM (Angkatan Muda Masjid) Desa Kebondalem Kidul, menggagas acara rihlah dari Pantai Congot ke Pantai Glagah di kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Istilah rihlah itu dicomot dari bahasa Arab. Populernya disebut dengan jelajah alam atau outbond.

 

Oleh sebab kami dekat dengan anak-anak desa, pesertanya rihlah inipun didominasi oleh anak-anak. Sebenernya sih agak berat juga diriku melihat itu. Soalnya anak-anak harus berjalan kaki hampir sejauh 6 km di bawah terik matahari.

 

Perjalanan menyusuri tepi pantai itu tentu saja disertai berbagai macam permainan (games) yang menguji kekompakan kelompok peserta rihlah.

 


Masukin pasir ke botol pakai sedotan.

 


Ranjau darat diatas pasir!

 


Ayo ukur, kelompok siapa yg paling banyak?

Permainan Sedotan Pasir

Dalam permainan ini, setiap kelompok diberi sejumlah sedotan dan gundukan pasir di garis awal. Dari garis awal yang sudah ditetapkan panitia, kira-kira sejauh 5 meter diletakkan wadah (berupa botol air mineral). Tiap anggota kelompok kemudian bergantian memenuhi wadah itu dengan pasir yang disendok dari sedotan.

 

Kebayang kan memenuhi botol besar itu hanya dengan memakai sedotan? Kelompok yang pertama kali berhasil memenuhi wadah dengan pasir sesuai batas yang ditetapkan panitia adalah pemenangnya.

 

Permainan Ranjau Darat

Games ini sebenernya mirip dengan permainan yang udah pernah aku singgung di artikel sebelumnya. Hanya bedanya, permainan ini dilakukan di atas pasir dan tanpa kejutan kotorn sapi. Hehehe. #hehehe

 

Permainan Botol Bocor

Dalam permainan ini, setiap kelompok dibekali oleh botol air mineral yang terdapat beberapa lubang di sisi-sisinya dan sebuah ember. Tiap anggota kelompok kemudian diposisikan berbaris dari tepi air laut ke tepi pantai yang telah ditetapkan panitia. Peserta yang berada di air laut, bertugas mengisi ember itu dengan air laut untuk kemudian di-estafet-kan embernya ke teman yang ada di depannya. Di posisi paling depan ada 2-3 peserta yang bertugas menutup lubang di botol dengan jari tangannya. Air dari ember kemudian dituangkan ke dalam botol. Kelompok yang pertama kali berhasil memenuhi botol sesuai batas yang ditetapkan panitia adalah pemenangnya.

 

 

Dari Congot ke Glagah itu outbond yang paling menyiksa untukku. Aku memang panitianya, tapi perjalanan sejauh 6 km itu sebagian harus kutempuh dengan nyeker alias tanpa alas kaki! Bisa dibayangkan kan berjalan di atas pasir yang panas tanpa alas kaki? Serasa jadi pemain debus saja diriku ini? Tapi dibalik siksaan itu aku dapet banyak obrolan dari teman-teman sesama panitia, sesama Unit 80.

 

Paling banyak ya dari mbak Mon alias Monna Rozana (Teknik Fisika ’05) yang kini sedang berada di Negeri Gajah Putih melanjutkan studinya (bukan ngumpul bareng kerabat jauhnya). Di atas pasir yang panas itu, baru kali ini ada yang menyebut aku unik (kata Mbak Vinna, itu istilah sopan untuk nyebut aneh).

 

Mungkin karena Mbak Mon sendiri punya impian yang nggak biasa bagi kaum wanita pada umumnya. Seperti itulah Mbak Mon dan aku, sampai sesaat sebelum dirinya pergi ke negeri tetangga, kami masih menyempatkan diri untuk bertemu dan membicarakan impian-impian kami. Karena impian itu yang membuat kami ada menjadi seperti saat ini.

 

NIMBRUNG DI SINI