Selasa, 27 Mei 2008
Seharusnya aku sadar bahwa perilakuku sudah melampaui batas. Lambat laun, pergaulanku dengan kaum wanita tak lagi berbatas sungkan serta pakewuh. Yang paling terlihat adalah ketika aku berinteraksi dengan adik-adik angkatan 2005, 2006, dan 2007.
Entahlah....
Entah apakah gosip tentang wanita yang mencoba mendekati diriku itu sudah sampai ke telinganya.
Pikiranku kacau....
Aku butuh pelampiasan....
Hal pertama yang terbesit di benakku adalah memotret. Aku berharap bisa meredakan pikiran kalutku terhadapnya dengan menyalurkan hobi memotret.
SILAKAN DIBACA
Oleh sebab itu, sepulang dari kampus aku memutuskan singgah ke Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta. Di sanalah tempat favoritku untuk menenangkan diri dari kusutnya irama hidup.
Akan tetapi, kedua kakiku ternyata menolak untuk berhenti di Alun-Alun Utara. Jadi, aku terus melangkah menyusuri kawasan Keraton Yogyakarta hingga tibalah aku di Pasar Ngasem. Karena sudah kepalang basah, kuputuskan untuk sekalian mengunjungi Situs Taman Sari.
Di kawasan Situs Taman Sari aku memuaskan diri berjalan-jalan tanpa arah, memotret sesuka hati, dan sebisa mungkin berusaha agar tidak terjebak memikirkan dirinya. Seakan-akan aku merelakan diriku tersesat di dalam labirin bangunan lawas yang kian uzur ditelan zaman.
Situs Taman Sari dahulunya merupakan taman kerajaan yang merangkap sebagai kompleks peristirahatan (pesanggrahan) Sultan Hamengkubuwono. Tempat ini mulai dibangun sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I dan selesai pada zaman Sultan Hamengkubuwono II sekitar tahun 1760-an akhir.
Situs Taman Sari terkenal sebagai istana air. Dahulu kala, situs ini memiliki danau buatan yang lumayan luas. Sayangnya, karena gempa dan perang, danau buatan itu pun rusak dan mengering. Tidak hanya itu, sejumlah bangunan istana juga ikut rusak sebagaimana yang bisa disaksikan pada foto-foto di artikel ini. #sedih
Karena hari sudah terlampau sore, aku tidak diperkenankan masuk ke kawasan kolam pemandian Sultan yang bernama Umbul Binangun. Jadi, aku hanya bisa menjelajah ke bagian Situs Taman Sari yang bebas disambangi tanpa harus membayar tiket.
Pilihanku adalah melanjutkan perjalanan ke bagian Situs Taman Sari yang bernama Pulo Kenanga. Di "pulau" inilah dahulu kala berdiri istana megah di atas danau. Tapi ya sayang, istana itu kini tinggal puing-puingnya saja. #sedih
Pulo Kenanga terletak di belakang (selatan) Pasar Ngasem. Untuk menuju ke sana pengunjung harus melintasi perkampungan warga. Akses jalannya tidak sulit walaupun minim petunjuk arah.
Dari atas Pulo Kenanga kita bisa melihat pemandangan Situs Taman Sari secara keseluruhan. Aku mencoba membayangkan bahwa dulu kala tanah yang kupijak adalah pulau di tengah danau buatan. Sungguh aneh rasanya bahwa beratus-ratus tahun silam Pasar Ngasem itu adalah danau buatan.
Sayangnya, aku kurang leluasa menikmati kesendirian di Pulo Kenanga. Ternyata tempat ini menjadi lokasi favorit para insan muda dalam memadu kasih. Ah, salah sekali aku ke mari. Lagi-lagi, sosoknya kembali hadir mengetuk gerbang pikiranku.
Tapi, setelah melalui serangkaian pergumulan batin, aku pun memutuskan mengirim pesan singkat ke handphone-nya. Sekedar sebagai penghilang penat di tubuh sekaligus pikiranku.
Lenyapnya mentari di ufuk barat merupakan tanda bahwa aku harus segera menyudahi blusukan-ku di Situs Taman Sari. Aku harus pulang ke rumah. Pulang ke tempat di mana seharusnya aku berada.
Kalau aku hitung-hitung, perjalanan pergi pulang ke Situs Taman Sari memakan waktu 3 jam dengan total jarak kurang-lebih 7 kilometer. Itu semua aku lakoni dengan berjalan kaki!
Benar-benar kurang kerjaan toh? #hehehe
Seandainya dirinya tahu hal ini, ia pasti akan mengomentari tingkahku sebagai suatu perbuatan edan. Sama seperti ketika aku bepergian ke Semarang dan ke Pantai Siung. Bagiku, petualangan adalah melakukan perjalanan tanpa rencana, dengan resiko tersasar. #hehehe
Aku tidak bisa mengendarai motor dan bagiku menggunakan mobil tidak menimbulkan kesan petualang. Sehingga dengan demikian aku memilih untuk berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum.
Aku berharap bahwa apa yang aku lakukan ini dapat memberikan manfaat bagi sesama. Setidaknya, aku menikmati menyaksikan ritme kehidupan warga Jogja di sepanjang perjalanan. Suatu hal yang tidak bisa aku peroleh di Jakarta.
Hari sudah malam saat aku tiba di rumah. Tak lama lagi aku kan segera terlelap. Apakah malam ini engkau akan kembali hadir di mimpiku?
NIMBRUNG DI SINI
-
#MAHESA KAHFISelasa, 6 Mar 2018, 17:24 WIBArep komen piye yo, wong wes duwe sisihan.Hahaha. :D