HALAMAN UTAMA

PROFIL

ARSIP ARTIKEL

BUKU TAMU

 

KATEGORI

Street Hunt: Sekilas Solo

Minggu, 2 November 2008, 07:35 WIB

Selain kota Magelang, ada satu lagi kota yang cukup banyak menyimpan kenangan tentang diriku. Kota tersebut adalah Kota Surakarta yang punya nama lain Solo.

 

Kota Solo terletak kurang lebih 60 km di timur Kota Yogyakarta. Hampir setiap tahun aku singgah di Solo bareng keluarga naik mobil untuk keperluan nyadran alias ziarah kubur menjelang datangnya bulan Ramadhan. Tapi, karena di hari Rabu (29/10/2008) itu, niatku ke Solo untuk mengunjungi SIEM Expo 2008 sekaligus blusukan, maka aku memilih naik kereta api saja dari Yogyakarta menuju Solo.

 

Ke Solo Naik Prameks

Aku berangkat seorang diri dari Stasiun Tugu, Yogyakarta menggunakan kereta api Prambanan Ekspress (Prameks) yang berangkat pukul 11.15 WIB. Akan tetapi, kereta baru diberangkatkan pukul 11.30 WIB karena alasan teknis. Prameks merupakan kereta lokal ekonomi dengan harga tiket Rp7.000 sekali jalan. Kereta Prameks berhenti di Stasiun Tugu, Lempuyangan, Maguwo, Klaten, Purwosari, Balapan, Jebres, serta Palur.

 

Cukup menyenangkan juga naik kereta Prameks. Di tengah perjalanan kereta sempat melewati Stasiun Brambanan. Ah, jadi teringat kenangan KKN di desa Kebondalem Kidul tercinta.

 

Aku tiba di Stasiun Balapan di Kota Solo pada pukul 12.30 WIB. Dengan modal nekat dan bekal kompas sederhana yang berupa gantungan kunci, aku langsung bergerak ke arah selatan untuk menuju Pura Mangkunegaran. Tapi ternyata, jalan ke selatan dari Stasiun Balapan nggak semulus yang aku bayangkan. Aku harus berjalan ke arah barat, kemudian ke timur, berbelok ke selatan, dan barulah sampai di Jl. Slamet Riyadi! #senyum.lebar

 

Muter-Muter Jl. Slamet Riyadi

Jl. Slamet Riyadi adalah jalan besar dan lebar yang membentang di tengah Kota Solo. Aku sendiri nggak asing dengan jalan ini karena aku sudah berkali-kali lewat sini. Yang terakhir kali adalah saat memotret Kirab Pusaka Dunia.

 

Sepertinya Gusti Allah SWT masih sayang kepadaku karena ndilalah aku “tersasar” nggak jauh dari Baliho Peta Turis Kota Solo! (Ternyata aku terlalu jauh berjalan ke arah selatan #hehehe). Setelah menghafalkan arah-arah yang tertera di peta, aku bisa sedikit santai dan melewatkan waktu dengan memotret-motret suasana di Jl. Slamet Riyadi.

 


Tampak depan Museum Radya Pustaka. Museum yang akhir-akhir ini menjadi terkenal karena kasus pencurian arca.

 


Baliho Peta Wisata Kota Solo. Andaikan baliho seperti ini ditempatkan di sudut-sudut strategis Kota Solo jelas akan memudahkan pelancong.

 

Jalan Slamet Riyadi ini lumayan besar untuk ukuran jalan kota. Beberapa ruas jalan di antaranya adalah satu arah yang membingungkan bagi pendatang. Di sisi selatan jalan terdapat rel tua yang pada masa pemerintahan Belanda dipergunakan sebagai jalur trem.

 

Trotoar di sisi selatan Jl. Slamet Riyadi ukurannya lumayan luas. Benar-benar memanjakan pejalan kaki dan juga pesepeda. Trotoar besar, lebar, dan bersih ini sedikit mengingatkanku pada trotoar di Orchard Road, Singapura (kayaknya dulu pernah ke sana #hehehe). Sayang waktu itu tidak banyak orang yang melintas di trotoar tersebut.

 

Di sepanjang Jl. Slamet Riyadi juga terdapat bangunan-bangunan tua yang menarik minatku seperti Museum Radya Pustaka (baru tahu tempatnya di situ) dan toko buku Gramedia. Sayang aku nggak sempat mampir ke sana karena sudah harus melanjutkan perjalanan ke Pura Mangkunegaran.

 

Makan Siang di Pecel Solo

Ada rumah makan di Solo yang menarik perhatianku. Rumah makan tersebut bernama Pecel Solo yang terletak di Jl. Dr. Soepomo no. 55, Pasar Beling, Mangkubumen, Solo. Sesuai namanya, rumah makan Pecel Solo menyajikan menu pecel khas Solo.

 

Satu porsi pecel solo dihargai Rp6.000, teh manis panas Rp2.500, dan gorengan martabak mini Rp2.500. Memang sih bukan tergolong harga mahasiswa. Akan tetapi, cita rasa pecel solo serta suasana klasik tempoe doeloe di rumah makan tersebut yang bikin aku selalu ingin balik ke sana lagi.

 


Kalau sudah melihat plang rumah makan ini, berarti oase untuk perut sudah dekat.

 


Rumah Makan Pecel Solo memiliki sebuah meja besar yang diatasnya tertata apik berbagai macam lauk pelengkap nasi pecel dengan rasa (dan harga) yang fantastis.

 

Setelah perut kenyang, aku pun pulang ke Yogyakarta naik kereta Prameks yang berangkat pukul 16.09 WIB.

 

 

Belum Selesai...

Sebagai kota warisan dunia, sepertinya Solo masih menyimpan banyak keunikan budaya yang pantas untuk kuabadikan ke dalam gambar. Entah kapan lagi aku bisa blusukan ke Solo tetapi yang jelas...petualangan di Solo belum usai...

NIMBRUNG DI SINI